Dark Park

88 4 0
                                    

Sore itu kami memutuskan untuk bertemu ditaman, aku menunggunya datang duduk dibawah kursi dekat dengan arena bermain anak-anak kecil yang sedang bermain ayunan dan jungkat-jungkit

Tak lama Justin datang, dengan badannya yang tinggi tegap, bahu itu..... Dia menggunakan celana jeans dengan sweater hitamnya, dia senyum melambaikan tangan kepadaku saat dia sadar bahwa aku sudah tersenyum memperhatikannya dari kejauhan. Aku langsung berdiri menyambut kehadirannya. Justin mendekat dan mengangkat tangannya memberi 'tos' kepadaku.

"apa kabar liv?" katanya sambil kami duduk bersebelah dengan bersamaan.

"baik kok Just, lo gimana?" ahh... rasanya ingin tersenyum terus akan momen ini, aku sangat bahagia, aku melihatnya dengan senyumku yang semanis biang gula.

"baik dong, apalagi ketemu lo liv, I'm perfectly fine! hahahahaha"

"bisa aja lo, gimana sekolah? ade-ade kelas? ada yang nyangkut dihati gaa?" aku bertanya pertanyaan ini, rasanya seperti boomerang buatku jika jawabannya tidak seperti yang diharapkan oleh ku.

"yaa, seperti biasa, belajar, istirahat, jajan, main hp, ngantuk.. hahaha, ade kelas nyangkut? waduh nyangkut dipohon mana nihhhh?" jawabnya dengan bercanda "btw liv, maaf ya kemaren lo graduation gue ga nyamperin lo atau apa, ga enak aja masalah kemaren masih kesel dihati"

"ya gapapa just, gue paham kok, itu semua salah paham, itu semua ga seperti apa yang lo pikirkan.. gue bener bener...."

"oh ya, lo lanjut kuliah di Bandung ya ngomong-ngomong?" potongnya seakan tidak ingin membicarakan masalah lalu.

aku terdiam dan memahami apa maksudnya, aku mulai sedikit kecewa, aku terlalu PD, aku terlalu berharap lebih, ku kira Justin mengajakku bertemu karena ada 'sesuatu' yang ingin dia sampaikan kepadaku, yang membuat keadaan ini membaik, situasi yang selalu aku inginkan. bersamamu Justin, entah sampai kapan aku harus terus bertahan dan menunggu.

Sore itu kami akhirnya asik berbincang-bincang 'masalah kampus' mungkin dia harus memikirkan studinya untuk kedepan, dan ya dia berbincang-bincang masalah kampus dan sekolah kepadaku. Sampai pada akhirnya terbesit di benakku untuk mengetest Justin apakah dia masih memiliki perasaan denganku atau tidak. Aku berbicara seolah ingin curhat dengannya. aku pura-pura mengecek handphone ku dan terdiam.

"Just, sebenernya kemaren itu ada cowo nembak gue"

"siapa? terus udah lo terima? lo udah jadian?"

"anak organisasi diluar sekolah, Ray. gak kok, gue ga terima cinta dia" aku melihat matanya, seperti cemas, tapi entahlah, Justin orang yang paling tidak bisa kutebak.

"ya kenapa ga lo terima liv?" 

"kayanya gue masih nunggu orang lain deh Just, gue ga mungkin kan pacaran sama Ray tapi hatinya di orang lain hahaha" kataku sambil tertawa. melihat wajahnya lagi, kali ini seperti orang bingung. Aku berharap, bahkan sangat berharap bahwa Justin paham dan peka bahwa orang yang dimaksud adalah dia.

"oh.." katanya, respon yang tak bermakna untukku.

"lo ga cari pacar?"

"ga, ga pengen juga sih, Livia, pulang yuk, udah mulai malam" aku cukup terkejut ketika dia mengatakan itu, sesingkat inikah? 

"oh, mmm.. mau pulang? yaudah duluan aja."

"yaudah, ya, gue duluan Liv, bye..." katanya sambil berdiri dan memberi  salam padaku.

"sukses ya Justin" kataku sambil tersenyum.

Sedih, melihatnya pergi meninggalkanku, dia bahkan pergi sampai ujung taman tanpa menoleh kebelakang sama sekali. aku tak paham, apa dia sungguh-sungguh ingin pulang karena hari sudah mulai malam atau itu hanya menjadi alasannya saja untuk mengakhiri pertemuan ini? entahlah, kurasa hanya taman ini yang menjadi saksi bisu dengan gengsimu, atau diriku yang yang terlalu berharap. "semoga engkau paham dan mengerti, kamu yang kutunggu."


1 tahun kemudian,

Kampus baru, kosan baru, suasana baru, tetap saja ini semua tidak bisa melupakan semua kenangan pahit setelah kejadian di taman itu, Justin tidak pernah memberi kabar melalui apapun setelah pertemuan itu. sungguh malangnya aku, Menunggumu hingga 3 tahun, padahal sebenarnya apa lagi yang haru ku tunggu? kamu ada didepanku Justin, hanya saja nyaliku yang tak pernah berani untuk mengungkapkan yang sesungguhnya, memintamu menjadi milikku. bertahan pada cinta yang sudah jelas bertepuk sebelah tangan. Rasanya inginku menertawakan diriku.

"@justinbieb started following you" instagram's notification.

aku terdiam melihat itu, Ragu membuka instagramnya dengan tangan sedikit gemetar aku memberanikan diri untuk melihatnya kembali.

Dear Heart, Why Him?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang