06. Menggangu Pikiran
"Sejak pertemuan itu. Kamu sukses mengacaukan pikiranku."
Tak terasa sudah seminggu Disha bersekolah di SMA Pancasila. Dan semenjak ia diantar oleh Natha waktu itu, ia jarang melihat cowok itu. Melihatnya hanya bisa dihitung dengan jari saja. Padahal saat ia di kantin, ia melihat teman-teman Natha di sana. Namun, Natha tidak ikut bergabung dengan mereka.
Dan entah mengapa, beberapa hari ini Disha mempunyai kebiasaan baru. Yaitu, mencuri pandang ke sekitar. Melihat-lihat dan mencari sosok cuek yang memenuhi pikirannya itu. Terkadang sahabat-sahabatnya heran dengan sikap Disha akhir-akhir ini. Namun Disha selalu bisa mencari alasan untuk menjawabnya.
"Lo kenapa sih, Dis?" tanya Indri.
"Gak papa. Emang gue kenapa?" balas Disha lalu memakan siomay yang berada di depannya.
"Yakin? Lo gak ingin cerita? Mumpung Adel sama Dhea gak di sini."
"Gue gak tahu kenapa, Dri. Lo pulang sekolah mampir ke rumah deh. Bunda nanyain lo mulu tuh."
"Oke-oke. Tapi lo harus cerita ya! Wajib gak boleh sunah."
Disha pun menganggukan kepalanya. Setelah itu terlihat Dhea dan Adel yang menhampiri mereka.
"Sebel gue," ucap Dhea sambil meminum jus milik Disha.
"Eh itu jus gue kenapa lo minum, Dhea. Gue minum apa? Pesen sendiri sana." Dhisa mendengus kesal.
"Gue lagi emosi nih, Dis. Butuh yang dingin-dingin."
"Lo kenapa sih?" tanya Disha heran.
"Gue ketemu tuh si Karin tadi di kamar mandi. Gila ya tu orang, nyari ribut mulu. Gue gonta-ganti pacar hak gue lah kenapa dia yang bacot sih," balas Dhea dengan suara kesal.
"Udahlah gak usah didengerin kata orang tentang lo. Mereka gak tahu lo yang sebenarnya." Disha meletakan sendok di piring, lalu melanjutkan ucapannya, "gue udah kenyang. Gue ke kelas dulu ya."
Di lain tempat, seorang cowok sedang berbaring di sebuah sofa. Matanya menatap lurus ke depan. Kedua tangannya ia jadikan bantalan kepalanya. Pikirannya entah kemana-mana.
"Dor," ucap empat cowok yang memasuki ruangan itu membuatnya langsung duduk karena kaget. Bukannya marah, ia hanya menatap keempat temannya lalu menaikan kedua alisnya.
"Lo kenapa Nath? Tumben ngelamun." tanya Radit.
"Gak."
"Lo juga akhir-akhir ini jarang kumpul di kantin. Lebih sering ke gudang. Kenapa sih lo?" ganti Azka yang bertanya.
"Gak papa."
"Kalau ada masalah cerita dong, Nath. Lo anggep kita apaan? Patung. Kita sahabat lo Natha," ucap Gerald kesal.
"Sorry."
"Astaga, Nathaniel. Sampai kapan sih penyakit cuek lo sembuh. Lelah aku menghadapi sikap cuekmu." Radit pura-pura sedih.
"Jijik gue, Dit," sahut Edgar.
"Kampret lo. Najis," ucap Gerald.
"Anjir, gue ingin muntah." Azka membungkam mulutnya seolah akan muntah.
"Jahat ya kalian sama Radit," balas Radit, dan langsung dijitak oleh Edgar disampingnya.
"Temen gue, lo?" tanya Natha sambil melihat Radit.
"Iyalah, Nath."
"Najis," ucap Natha lalu pergi dari sana. Sedangkan Azka, Gerald, dan Edgar menertawakan Radit yang kini memasang wajah masam.
Natha berjalan menuju kelasnya. Dan ketika melewati kelas XII IPA 3 ia berhenti. Melihat seseorang yang akhir-akhir ini selalu menganggu pikirannya dari balik jendela. Tubuhnya yang tinggi membuatnya dengan mudah menatap seseorang yang tengah sibuk membaca novel.
Wajah gadis itu yang entah mengapa selalu terbayang. Wajah yang cantik dengan senyuman manis di bibirnya. Ocehan dari mulutnya seolah selalu terdengar di telinganya. Rasanya, ada yang aneh dengan dirinya sejak dipertemukan oleh gadis yang mempunyai senyuman manis itu.
Mata Natha masih mengintip dibalik jendela kelas XII IPA 3. Tanpa ia sadari, sebuah lengkungan tipis tampak di bibirnya. Sebelum ada yang mengetahui keberadaannya, Natha segera pergi dari sana. Namun, tanpa ia sadari ada gejolak aneh dalam dirinya.
Sedangkan gadis yang berada di dalam kelas XII IPA 3 itu, sejak tadi merasa ada yang memperhatikannya. Saat ia menengok ke arah jendela, tidak ada siapapun di sana. Ia pun bangkit dari duduknya. Meletakan novel di mejanya. Lalu berjelan menuju keluar kelas.
Tidak ada siapaun. Lorong kelas ini sepi, begitupula dengan kelasnya. Gadis itu pun hanya menaikan kedua bahunya, lalu menggelengkan kepala. Pikirannya, mungkin hanya perasaannya saja. Ia pun kembali ke tempat duduk dan segera meneruskan membaca novel lagi.
***
"Assalamu'alaikum," salam Disha dan Indri ketika memasuki rumah Disha.
"Wa'alaikum salam. Wah ada Indri," balas seorang wanita paruh baya yang tak lain adalah Vania, ibunya Disha.
"Bunda, Indri kangen." Indri lalu memeluk Vania.
"Gue berasa anak tiri deh." Disha mendengus kesal. Indri dan ibunya Disha memang sudah sangat dekat. Bahkan Indri memanggil Vania dengan sebutan "Bunda." begitu pula ia memanggil Arion, dengan sebutan "Ayah"
Tetapi sahabat Disha lainnya memanggil dengan "Om" dan "Tante" bukannya mereka tidak mau, tapi mereka lebih nyaman seperti itu memanggil kedua orang tua Disha. Namun, memang Indri yang lebih dekat dengan keluarga Disha dibandingkan Adel, yang lebih dahulu mengenal Disha.
"Iri aja lo."
"Kebetulan, Bunda lagi selesai buat bolu cokelat kesukan kalian. Bunda ambilin. Ajak Indri ke kamar kamu, Dis," ucap Vania sambil terseyum.
"Siap, Bun. Yuk Dri," balas Disha lalu berjalan menaiki tangga diikuti Indri yang berada di belakangnya.
"Nah lo hutang cerita sama gue, Dis. Hayo cerita buruan." Indri menagih ketika mereka sudah duduk bersila di atas kasur Disha.
"Cerita apaan coba?" tanya Disha sambil memainkan ponselnya dengan guling yang berada di pelukannya.
"Gak usah sok gak ngerti dah," balas Indri lalu bangkit dari duduknya ketika mendengar sebuah ketukan dari arah pintu. Ternyata Vania membawa kue bolu. Dengan semangat Indri mengambilnya lalu duduk di karpet sambil bersandar di kasur Disha.
"Bagi dong kuenya."
"Gak sebelum lo cerita," balas Indri yang asik memakan kue kesukaannya.
"Aelah, gak asik lo. Gue belum siap cerita Indriyana," ucap Disha lalu berbaring dan menatap langit-langit kamarnya.
"Sampai?"
"Sampai waktunya tibalah. Gak usah kepo deh. Lo bikin gue tambah bingung tauk."
"Jangan terlalu difikirkan Dis. Cepet tua nanti lo."
"Lo pernah jatuh cinta pandang pertama gak, Dri?"
***
Lama gak update, baru beli kuota😆
KAMU SEDANG MEMBACA
RADISHA (Sudah Terbit)
Teen Fiction#188 dalam teenlit (20/08/2018) #300 dalam teenfiction (24/11/2018) (Sebagian Part Dihapus demi kepentingan penerbitan) Radisha Kaena J. gadis cantik yang berumur 17 tahun. Seorang murid baru di SMA Pancasila. Sebuah SMA swasta terbaik di kota tempa...