Suasana ruang BK benar-benar tegang karena, Bu Tina, guru BK SMA Pancasila memasang wajah sangat marah. Kini di hadapannya ada dua siswi yang duduk dan dua siswi berdiri di belakangnya. Mereka hanya bisa terdiam melihat kemarahan Bu Tina.
"Karina Hastisia Valendio, sudah berapa kali Saya memberitahu kamu, kalau tidak boleh ada bullying di SMA ini," ucap Bu Tina sambil menggebrak meja.
"Ta—"
"Diam." Bu Tina memotong ucapan Karina.
"Dan kamu, Radisha Kaena. Baru masuk dua hari di sini sudah membuat ulah," lanjut Bu Tina. Disha pun langsung menatap Bu Tina dengan tatapan kaget.
"Bu Saya membela Anna yang dibully oleh cewek ini."
"Tapi caramu salah, Radisha. Tak seharusnya kamu memperlakuan Karina seperti apa yang Karina lakukan kepada Anna."
"Karina harus diperlakukan seperti itu Bu Tina. Agar dia tahu rasanya dibully itu seperti apa," balas Radisha dengan suara yang terlihat tak suka.
"Tapi sebaiknya kamu langsung lapor ke guru, Radisha."
"Iya Bu. Saya sudah tak ada urusankan di sini? Saya harus kembali ke kelas, karena sudah bel."
"Minta maaf dulu ke Karina."
"Ok. Karina, gue minta maaf. Tapi lo emang pantas mendapatkannya. Permisi bu," ucap Disha lalu pergi begitu saja tak memperdulikan tatapan sinis dari gadis bernama Karina tadi.
Disha berjalan sendirian melewati ruang-ruang kelas X menuju ke ruang kelas XII yang berada di lantai 2. Ia juga harus melewati tangga untuk ke atas. Sesampainya di tangga, ia mendengar suara yang menyebut namanya. Membuatnya berhenti menaiki tangga dan menoleh ke belakang.
"Radisha Kaena Johnson."
"Lo tahu nama keluarga gue?" tanya Disha kaget.
"Katanya suruh nyari," ucap seseorang yang kini berada di tangga paling bawah. Lalu berjalan mendekati Disha yang kini sangat terkejut.
"Jangan pernah sebut nama lengkap gue di sekolah." Disha membalas dengan suara dingin.
"Why?"
"Gak perlu tahu." Disha lalu mempercepat menaiki tangga.
Sedangkan orang tadi hanya menatap kepergian Disha dari hadapannya. Lalu tersenyum tipis.
"Ngapain lo Nath di situ?" tanya temannya yang menuruni tangga.
"Menarik."
"Apanya yang menarik, Nath? Kalau ngomong itu jangan satu kata, Natha," balas temannya itu sambil geleng-geleng kepala. Sedangkan Natha justru tersenyum tipis lalu menaiki tangga, membuat temannya heran dengan sikap Natha yang aneh. Tidak biasanya seorang Natha tersenyum, walaupun tipis.
***
Disha duduk gelisah di sebuah halte depan sekolahnya. Sejak tadi tak ada kendaraan umum yang lewat. Hari pun juga sudah menjelang sore. Sahabat-sahabatnya sudah pulang duluan sejak tadi.
Gara-gara ia menyiram Karina dengan air tadi, ternyata ia di hukum. Menata buku-buku perpustakaan, sedangkan Karina membersihkan toilet siswa. Sehingga kini ia harus pulang lebih lambat dari teman-temannya.
"Anjir, baterai pakai lowbat lagi," ucap Disha kesal.
Tak lama kemudian sebuah mobil berhenti di depan halte. Disha langsung berdiri, dan panik. Sungguh ia sebenarnya takut di kota ini. Karena baru beberapa minggu tinggal lagi di kota kelahirannya, setelah tinggal di luar negeri beberapa tahun.
Seseorang keluar dari mobil itu, membuat Disha menghela nafas lega. Setidaknya ia bukan penjahat atau sejenisnya.
"Belum pulang?" tanya orang itu.
"Menurut lo? Kalau gue di sini ya berarti belum pulanglah. Pakai tanya segala."
"Ikut." Orang itu lalu berbalik menuju mobilnya.
"Maksud lo apa?" tanya Disha bingung.
"Gue antar."
"Gak usah terima kasih," balas Disha, membuat orang itu berbalik dan menatap mata Disha.
"Lo mau di sini sampai malam?" tanya orang itu lalu menarik Disha dan menyuruhnya masuk ke dalam mobil.
"Dasar pemaksa," gumam Disha ketika sudah berada di dalam mobil.
"Gue denger."
"Bodo amat," ucap Disha kesal.
Seseorang itu menghela nafas, lalu mengulurkan tangannya ke arah Disha. Disha pun mengkerutkan alisnya.
"Nathaniel Adhyasta," ucap orang itu memperkenalkan diri. Disha pun membalas uluran tanganku.
"Lo udah tau nama guekan. Gue gak perlu ngasih tau."
"Radisha Kaena Johnson. Kenapa lo menyembunyikan nama asli lo? Nama keluarga lo?" tanya Natha lalu menghidupkan mobilnya.
"Gak perlu tahu, urusan gue bukan urusan lo," balas Disha, lalu matanya membelak ketika menyadari sesuatu.
"Tumben lo ngomong panjang amat? Kesambet apaan lo? Eh jangan-jangan ini bukan Natha asli? Lo nipu gue ya?" tanya Disha panik, sedangkan Natha justru terkekeh.
Disha pun semakin menatap Natha kaget. Orang yang cuek, irit omong itu kini berbicara lebih dari dua kalimat. Tertawa di depan Disha, membuat Disha membatu. Tawa Natha membuat cowok itu terlihat lebih tampan. Disha benar-benar terpesona dengan Natha, yang kini tertawa di sampingnya.
"Kesambet lo." Natha semakin membuat Disha terdiam. Jantung gadis itu tak karuan. Rasanya ada yang berbeda dengan hatinya.
"Lo apaan sih? Lo beneran Natha yang katanya irit omong itukan?" tanya Disha.
"Ya."
"Tap—"
"Rumah lo yang mana?" potong Natha. Gadis itu pun langsung melihat keluar. Mereka sudah sampai di daerah rumah Disha.
"Dari mana lo tahu daerah rumah gue?" tanya Disha terkejut lagi dan lagi.
"Rumah lo yang mana?" Bukannya menjawab Natha justru bertanya lagi.
"Itu di depan, sebelah kiri. Cat warna biru," balas Disha.
"Lo stalking gue ya?" tanya Disha saat mobil yang mereka tumpangi sudah berhenti di depan rumah Disha.
"PD."
Aduh iya, ya. Gue kok PD amat. Mampus malu gue.
Batin Disha.
"Lo mau di mobil gue terus?" tanya Natha membuat lamunan Disha buyar.
"Hm... Makasih. Lo mau mampir dulu atau langsung pulang?"
"Gak, sudah sore," balas Natha, kemudian Disha keluar dari mobil.
Setelah itu ia memasuki rumahnya yang langsung di sambut tatapan aneh adiknya. Disha pun tak memperdulikan Vikko, dan langsung berjalan melewati adiknya itu menuju kamarnya.
"Lo diantar siapa kak?" tanya Vikko ketika Disha sudah masuk di kamarnya.
"Ngapain lo ikut masuk kamar. Sana keluar gue mau ganti baju." Disha mengabaikan pertanyaan Vikko.
"Gue tanya kakakku sayang. Jawab kek."
"Kepo. Udah sana keluar. Hus...hus..." Disha mengibas-ngibaskan tangannya mengusir Vikko.
"Aelah. Tega lo kak, ngusir adik sendiri," ucap Vikko kesal lalu menutup pintu kamar Disha keras.
"VIKKO PELAN-PELAN PINTU KAMAR GUE BISA RUSAK," teriak Disha kesal, sedangkan Vikko justru tertawa dari luar.
Setelah berdecak kesal, Disha menghembaskan diri ke kasur. Jantungnya berdebar mengingat ia telah diantar Natha tadi. Tak sadar bibir itu membentuk lengkungan. Tersenyum tipis, dengan pipi yang merona.
"Eh ngapain gue, kayak gini?" gumamnya bingung.
***
Maaf baru bisa update. Sudah masuk sekolah, sudah kembali dengan tugas-tugas.🤕
KAMU SEDANG MEMBACA
RADISHA (Sudah Terbit)
Ficção Adolescente#188 dalam teenlit (20/08/2018) #300 dalam teenfiction (24/11/2018) (Sebagian Part Dihapus demi kepentingan penerbitan) Radisha Kaena J. gadis cantik yang berumur 17 tahun. Seorang murid baru di SMA Pancasila. Sebuah SMA swasta terbaik di kota tempa...