~bag 9~

41 7 2
                                    

     Cewek cantik bermata hazel terang itu berjalan gontai memasuki rumahnya. Rumah Rasya terlihat sepi. Ia segera masuk dan menyimpan sepatunya di rak dekat pintu.

"Rasya pulang,"

Tidak ada yang menyahut, ia segera beranjak ke dapur dan mengambil minum untuk menenangkan perasaannya.

     Rasya masih terbayang dengan kejadian saat Rangga mancium kening Elena. Hatinya seperti diremas kuat, dan di hempaskan kedalam jurang tak bertepi, alay sih.Wks. Ia memejamkan kedua matanya, mengingat hal itu membuat dirinya sesak.

Rasya ingin melupakan kejadian itu. Tapi tawa Rangga dan Elena seperti menggema di dalam dapur dan terus terngiang dalam otaknya. Hal itu membuat darahnya naik memuncak ke ubun-ubun.

     "Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaakkkhhh," cewek cantik itu berteriak sekencang-kencangnya. Tidak peduli dengan apa kata tetangganya. Toh, ini rumahnya dan di rumah tidak ada siapa-siapa.

"Woy, berisik kunti," teriak seseorang dari belakang rumah.

"Bodo," sahut Rasya sewot. Ia kesal.

Tapi tunggu, ia seperti mengenal suara itu. Ia pun segera berlari menghampiri asal suara. Dan benar, seseorang yang dicarinya ada di belakang rumah.

     "Bang, kok lo nggak ngampus?" tanya Rasya pada kakak semata wayangnya itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


     "Bang, kok lo nggak ngampus?" tanya Rasya pada kakak semata wayangnya itu.

"Gue udah niat. Tapi ada sesuatu, jadi nggak ngampus,"

Rasya manggut-manggut.

"Lo kenapa sih de teriak-teriak? Kan bahaya kalo tetangga ngiranya di rumah ini ada orang utan,"

Rasya memberenggut kesal, "kampret lo, masa cewek cantik begini di samain sama orang utan,"

     "Ya percuma aja cantik tapi cablak," Devin terkekeh.

Cewek cantik berhidung mancung itu mencubit lengan kakaknya dengan kencang.

"Awwwwwwwww, le..passss..."

Rasya menyeringai puas karena telah
membalas kakaknya.

"Lo ada masalah?"

Rasya terdiam sejenak, "nggak tuh. Biasa aja,"

"Yaudah deh syukur, padahal kuping gue lagi siap banget buat dengerin ocehannya mak lampir," kata Devin sambil beranjak dari duduknya.

"Bang," Rasya menarik baju Devin dan menyuruhnya duduk.

     "Wajar nggak sih, kalo gue ada something sama seseorang. Tapi kayanya dia nggak ada respectnya sama sekali sama gue, gue harus gimana?"

Devin tersenyum, mengacak-acak puncak kepala adiknya. "Ra, yang namanya perasaan itu bisa datang kapan aja kalo emang udah saatnya. Walaupun dia datang itu hanya untuk sekedar lewat atau mampir untuk bersinggah tanpa menetap semua itu fitrah, 

     itu semua jadi pembelajaran untuk kita dewasa. Inget ya adek gue tersayang, kalo lo memutuskan jatuh hati, lo juga harus menerima konsekuensi kapan aja dimana lo benar-benar jatuh sejatuhnya. Karena jatuh cinta itu sepaket dengan air mata. Teori hidup itu datang dan pergi, dicintai atau mencintai, pergi atau meninggalkan. Tapi, hanya 1001 yang pergi untuk kembali."

Entah kenapa tiba-tiba mata Rasya berkaca-kaca mendengar ceramah umum yang diberikan oleh kakak semata wayangnya.

"Kenapa lo de?"

"Abaaaaaaang, kok gue terharu denger lo jadi bijak. Mendadak jadi titisan mario teguh,"

"Si monyong," Devin menggatak kepala adiknya lalu merangkulnya dengan penuh kasih sayang.

******

Helo epribadeh, kembali lagi dengan My Euphoria ❤
Setelah sekian lama saya bertapa, memutuskan untuk lanjut atau nggak. Tapi tiba-tiba saya dapat pencerahan tadi malam. Maaf sekian lama nggak aploud, sekalinya aploud belum memuaskan.
Aylopyu para pembaca setia aku, yang semoga tetep setia mantengin notif My Euphoria
❤😍
Big love

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 17, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My euphoriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang