08

257 38 2
                                    

Braakk!

Sebuah pukulan keras disarangkan Dio ke tiang pondasi bangunan kosong, seolah tak puas ia terus mengulanginya hingga membuat kedua tangannya penuh darah. Di belakangnya tampak Ariel Dock, seorang gadis muda dengan rambut biru yang dipotong pendek tengah berdiri—menjaga jarak dengannya.

"Sial! Sial Sial! Sial!" racau Dio, sembari terus menumbukkan tangannya pada pondasi beton tersebut.

"Jangan kau buang tenagamu itu untuk hal yang percuma, Paman. Kau memerlukannya untuk putaran terakhir nanti," ucap Ariel seraya mendekati Dio yang sekarang tampak lebih tenang.

"Kau lagi, bos. Apa kau disuruh bos yang satu itu!?" tanya Dio menyelidik.

"Pfftt, cara bicaramu aneh sekali, Paman."

"Kau ada masalah, bos!?"

Dio Elvis lalu menarik pedang besar di belakang punggungnya, dan mengarahkannya ke leher Ariel yang secara spontan menghentikan cengirannya. Sembari melangkah mundur dari jangkauan serangan pria mohawk itu, Ariel terus bicara berputar-putar tuk mengalihkan perhatiaannya—hingga ia bisa melepaskan diri.

"Kau orang yang berisik, bos," komentar Dio ketika melihat kesan pertama yang Ariel tunjukkan kepadanya, "Padahal kupikir kau itu orangnya tenang, dan lebih berhati-hati."

"Hehe, kau juga Paman. Tampilanmu itu tak cocok dengan sifatmu yang pemarah itu," balas Ariel sembari menjulurkan tangannya—tuk berjabat tangan.

"Untuk apa!?" tanya Dio bingung dengan tindakan Ariel.

"Aku ingin menawarkan kerja sama denganmu, Paman. Apa kau mau?"

"Kerja sama? Bukannya bos dan aku sudah bekerja sama?"

"Sttt, bukan yang itu, Paman. Maksudku kerja sama yang lain ... kau mau tidak?"

"Untuk apa!? Dan kenapa aku harus bekerja sama denganmu? Secara teknis bos itu masih musuhku, tidak ada gunanya tuk bekerja sama."

"Ya ... ya, aku tahu, Paman. Tapi aku tak berniat untuk lolos dalam ujian ini, yang ingin kulakukan cuma mencuri magic item peserta yang lainnya."

Dio terdiam, memang ia sendiri pernah mendengar rumor tentang gerombolan pencuri yang mengincar barang sihir orang lain untuk dijual di pasar gelap. Ia sendiri juga sering membeli beberapa barang sihir dari pasar gelap, akan tetapi ini pertama kalinya ia bertemu dengan pencuri barang sihir yang sebenarnya.

"Apa yang ingin bos lakukan!?" kata Dio sembari menaruh kembali pedang raksasanya di belakang punggung.

"Aku ingin kau dan aku bekerja sama tuk membunuh orang-orang di party ini. Dan setelah mereka kalah, akan kurebut semua magic item mereka, dan kujual di pasar gelap ... kau tenang saja, aku pasti akan memberimu bagian, hehe."

"Hmm, bos. Apa jaminannya kau tak akan menghianatiku nanti?"

"Kalau soal itu," Ariel lalu merogoh saku di rompi yang ia kenakan, lalu memberikan sebuah cincin dengan sebuah batu akik di tengahnya kepada Dio. "Ini sebagai jaminannya, benda itu adalah magic item kelas A, benda paling mahal yang aku punyai, meski tak seberapa ... benda itu menyimpan banyak kenangan antara aku dan Ibuku."

Dio mengamati sekilas cincin akik tersebut, lalu tanpa ragu mulai mengenakannya di jari telunjuknya, lalu memamerkannya ke Ariel.

"Bagaimana? Apa aku cocok menggunakan Magic Item ini?" tanya Dio dengan bangga.

"Iya, kau cocok sekali," puji Ariel dengan senyum dipaksakan.

Dasar dungu, membedakan magic item kelas D dengan A saja tidak bisa.

"Hmm, ada masalah apa?" tanya Dio melihat senyum Ariel yang tampak tak natural.

"Tidak, tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin kau berhati-hati dalam menggunakannya saja," jawab Ariel mencoba kembali tersenyum dengan rileks.

"Oh, iya ... ngomong-ngomong, apa kemampuan cincin ini, bos? Kalau cincin ini seberharga itu, pastilah kekuatannya juga hebat 'kan? Apalagi ini peninggalan orangtuamu."

Hahaha, sayang sekali paman dungu ... Ibuku belum mati, aku hanya menggunakan alasan itu tuk menipumu....

"Ya, itu cincin yang sangat berharga. Kemampuannya adalah meningkatkan daya serang."

"Begitu ... boleh kucoba, bos?" kaul Dio sembari menarik pedang besarnya di punggungnya.

"Silahkan, tapi tolong tahanlah kemampuanmu, ya.... Bisa-bisa gedung ini bisa runtuh," ucap Ariel kembali berbohong.

"Baiklah, akan kucoba menahannya," kata Dio bersiap mengayunkan pedangnya.

Ketika Dio mulai mengambil aba-aba tuk menebaskan pedangnya, Ariel mengaktifkan sihirnya [Dew Shrink] tuk merapuhkan pilar beton yang akan menjadi sasaran Dio tuk menguji coba. Tentu saja ia melakukannya secara sembunyi-sembunyi, agar Dio tak curiga kepadanya.

BRRAAKK!

Pilar beton itu hancur dengan begitu mudah akibat ayunan pedang Dio, tentu saja itu membuat Dio tertawa penuh kesombongan karena magic item yang dipikirkan sangat kuat itu.

"Luar biasa, ini barang yang hebat ... aku terima kerja sama ini, hahaha," ucap Dio sembari menjulurkan tangan—tuk bersalaman.

"Ya, aku juga ... terima kasih sudah mau bekerja sama, Paman," balas Ariel sembari menjabat tangan Dio.

Haha, dasar bos gadis polos yang bodoh. Barang sekuat ini, mana mungkin akan kuberikan kembali padamu, Hahaha....

"Ya, bos. Apa tak sebaiknya kita kembali, mungkin yang lain telah menunggu kita," tawar Dio sembari menyembunyikan keinginannya dengan ekspresi tersenyum.

Hahaha, dia masuk ke dalam genggamanku sekarang ... meski jobnya High Swordman tapi kedunguannya sangat luar biasa....

"Ya, Paman benar. Ayo segera kembali," tanggap Ariel sembari berjalan lebih dulu.

Dio mengikuti dari belakang, dengan pikiran penuh rencana jahat yang akan ia lakukan setelah mengalahkan semua orang dalam party dadakan tersebut. Ia juga tengah menakar-nakar, harga dari barang sihir yang ia dapatkan dari Ariel itu dengan senyum rakus yang ia miliki.

Hehehe, cincin sakti in sekarang milikku!

Paman dungu ini sekarang adalah mangsaku....

Keduanya berjalan kembali, tanpa tahu pikiran masing-masing, dan bertingkah layaknya teman akrab ketika tiba di hadapan empat orang yang lainnya.

*****

Di suatu sudut kota tempat ujian, seorang pemuda dengan rambut kusut acak-acakan tengah kesakitan sembari memengangi perutnya yang terus berdenyut-denyut. Pemuda itu meringkuk di pojokan sudut sebuah gang yang letaknya dekat dengan party dadakan yang dibentuk Makoto. Napas pemuda itu berpacu cepat, dan bola matanya memerah karena menahan sakit ... luka sayatan di perutnya terus menerus mengeluarkan darah—meski telah ia jahit.

"Lapar ... lapar ... lapar...." racau pemuda itu, sembari memakan tanah yang ada di depannya tanpa ragu sedikit pun. "Lapar, lapar, lapar, kenapa aku begitu kelaparan?" gumam pemuda tersebut sambil mengunyah tanah dengan mata berair.

Ketika ia tengah asik makan, 6 undead dan seorang iich yang dipanggil Hirasawa muncul di depan gang tempat pemuda itu berada. Pandangan pemuda itu pun teralih pada para undead tersebut, tatapannya sayu memandang tubuh tengkorak para jerangkong, dan lich yang entah kenapa membuatnya meneteskan air liur.

"Itu bisa dimakan tidak, ya...." gumam pemuda tersebut, menghentikan makannya, lalu dengan langkah perlahan mulai mendekati mereka.

Menjadi Karakter Cacad Di Dunia Lain Bersama Adik Malaikat Tak Berguna! 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang