14

208 35 22
                                    

Dalam tabun putih tebal yang menghalangi pandangan, sosok terbakar mengeliat bersama puluhan bayangan kecil panjang yang mengeliat keluar dari tubuhnya. Erangan parau keluar dari mulutnya yang mengering, seiring bertambahnya waktu ... seluruh tubuhnya telah di selimuti oleh lilitan benda kecil panjang yang ternyata adalah cacing putih itu.

Memandangnya dari kejauhan, Rin bergidik ngeri tatkala melihat lubang-lubang mengangga dari kulit pipi Shun. Cacing-cacing kecil mengerogoti, dan meliuk bebas di permukaan kulit Shun—membuat volume dagingnya makin menyusut, digantikan oleh kumpulan cacing yang mengisi lapisan bawah kulitnya.

Mata kiri Rin memancarkan sinar biru terang yang kontras dengan mata kanannya—berwarna merah—pupil mata kirinya membesar, dan berputar layaknya kamera. Dua tahun lalu, Rin membuat design mata kirinya tersebut ... memanfaatkan rancangan CODE yang ia temukan ketika dirinya kecil.

"Dia membesar!?" ucap Rin terkaget, cacing-cacing yang tumbuh keluar dari tubuh Shun membesar, lalu saling melilit satu sama lain. "Mereka menjadi satu!?"

Lensa mata kirinya bergerak tak karuan—ke atas-bawah, kanan-kiri—mencari data dari perubahan wujud Shun. Hingga ukurannya makin bertambah sampai mencapai tinggi bangunan tempat Rin berada, matanya masih sibuk mencocokkan data.

Puluhan mata kecil dengan pupil menyerupai kadal bertemu dengan netra Rin, gigi-gigi tajam yang berderet rapi dengan belasan gigi penganti di sisi dalamnya. Menyadari bahaya, Rin segera menutup mata kirinya secara paksa menggunakan tangan kanannya, sementara pistolnya ia pindahkan ke tangan kiri, dan memembah kepala cacing besar di depannya.

Cacing itu memekik ketika sinar panas dari pistol Rin menyerempet kulit luarnya, dan menggosongkannya. Namun dengan cepat lukanya tertutup, menggunakan cacing-cacing kecil yang terus berkecambah di sela-sela lukanya. Ketika lukanya perlahan tertutup, cacing raksasa menyibakkan bagian bawah tubuhnya, dan menghancurkan bangunan tempat Rin berada dalam sekali gebrakan.

"Dark Hand!"

Rin menggunakan tangan hitam yang keluar dari lingkaran sihir di telapak tangan kirinya tuk meraih bangunan lain di sampingnya. Genggaman pistolnya terjatuh karena pergerakannya yang tiba-tiba, dan tertimbun oleh puing-puing bangunan yang berjatuhan. Mata kirinya tertutup dengan darah mengalir dari sela kelopak matanya, tangan kanannya yang bebas menjangkau bangunan lain, dan membawa Rin bergelantungan—menyebrangi cacing raksasa yang terus mengeliat menghancurkan apa pun di depannya.

Aku harus kembali, aku harus mendapatkan senjataku kembali, batin Rin setelah mendarat dengan mulus, dalam jarak yang agak jauh dari sang cacing.

Di luar dugaan, sebuah benda lunak yang keluar dari tanah melilit kedua kakinya. Benda itu menyeruak masuk dalam kulit Rin dengan membuat lubang kecil dari moncongnya yang runcing. Rin sempat berteriak—ketika merasa benda lunak itu menggerogoti daging di kulit kakinya, namun tak berlangsung lama ... diambilnya sebuah silinder kaca dengan cairan berwarna hijau yang terkait di sabuknya, lalu disuntiknnya cairan tersebut ke pemuluh darahnya.

Benda lunak tersebut berhenti bergerak usai Rin menyuntikkan cairan hijau itu. Perlahan Rin menarik keluar benda lunak tersebut dari daging di kakinya, dan mengikat lukanya menggunakan sobekan jubah yang dikenakannya. Erangan kasar bersama runtuahn bangunan-bangunan, menyambut Rin yang telah usai mengikat lukanya ... meski agak berat—menahan sakit—Rin melangkah tertatih menjauh dari suara erangan tersebut.

*****

Mana Williams, sang pengawas menelan ludah ketika mengamati wujud cacing raksasa yang tiba-tiba saja muncul di tengah area seleksi grub C itu. Suzuki yang di sebelahnya, tampak bingung menanggapi mimik gurunya yang tiba-tiba berubah.

"Mana-sensei, ada masalah!?" tanya Suzuki, memiringkan kepala sedikit, dan mengucap dengan nada khawatir.

Mana membisu tuk beberapa saat, sebelum akhirnya mulai menanggapi pertanyaan muridnya, "Suzuki­-san, segera hubungan pihak berwajib ... seorang Faka menyusup di antara peserta!"

Seketika, Suzuki yang semula tenang—berubah panik, ketika mendengar kata Faka. Tapi, Mana segera menenangkannya tuk mencegak orang lain tahu tentang keberadaannya. Ia membisikkan perintah pada Suzuki tuk mencari seseorang setelah melapor pada pihak berwajib.

"Sensei, orang itu—!?" ucap Suzuki agak ragu.

"Percayalah pada dirimu sendiri, Suzuki-san. Orang itu pasti bisa kau temukan, lagipula sudah kebiasaannya tuk datang 3 jam lebih awal dari janji pertemuannya," balas Mana, menyemangati.

Suzuki mengangguk pelan, lalu pergi ketika pandangan Mana kembali terfokus pada layar hologram di depannya. Tak ada yang menyadari tentang keberadaan Faka selain dirinya, murid-muridnya memang tahu tentang rumor Faka ... namun, tak ada satu pun yang pernah melihat wujudnya secara langsung—karena media menutupinya.

Pertama kali muncul 4 tahun lalu, Faka adalah sebutan tuk manusia yang berubah menjadi monster dengan sebab yang misterius. Faka memiliki dua tahap perubahan; bentuk binatang raksasa dalam mode pertamanya, dan monster bertubuh manusia dengan wujud binatang di mode keduanya.

"Akuu harus memberi tahu kepala sekolah," gumam Mana, sembari menampilkan pop up e-mail menggunakan gelang putih halus di tangannya.

*****

Rin bersembunyi di balik reruntuhan bangunan yang dihancurkan Faka, menggunakan sihir [Dark] tuk mengecohnya, dan di sambung sihir [Dark Hand] serta [Mistdirection] tuk menyamarkan wujudnya. Rin bergerak secara perlahan dengan posisi tergantung tanpa menyentuh tanah, tangan hitam panjangnya bergerak lambat meraih sisi yang lain, dan menariknya. Worm Faka dapat merasakan getaran sekecil apa pun melalui kulitnya yang berperan sebagai penghantar suara.

"Senjata, senjata, senjata, senjata, senjata." Rin bergumam pelan, sembari mengais puing-puing bangunan tempatnya berdiri tadi.

Lelehan besi makin mempersulit pencariannya, sialnya lagi—besi ini masih mengandung sedikit energi listrik—menyentuhnya dapat membuat tersetrum dalam skala kecil. Ketika dirinya tengah sibuk mencari, Kiri tiba-tiba datang di sampingnya, lalu membantunya menyibakkan puing-puing dengan tangan logamnya.

"Apa yang!?" ucap Rin kaget, hingga tanpa sadar bata di tangannya terlepas, dan menghantam tanah. "Sial! Menghindar!" teriak Rin, seraya menggunakan tangan hitam dari sihirnya tuk meraih, sisi yang lebih tinggi.

Kiri tak mengendahkannya, sebaliknya—ia sibuk mengotak-atik tangan kanannya. Ketika Faka muncul dengan puluhan cacing kecil nan panjang yang keluar dari tanah bersamanya, Kiri menadahkan tangan kanannya yang mulai bercahaya ke arah mereka.

"Explosive Hand!"

Tangan kanan Kiri memancarkan cahaya orange terang yang menyinari gerombolan cacing yang mengincarnya, lalu meledak dan menelan wujud cacing-cacing tersebut ke dalam cahayanya. Worm Faka sempat terkena sedikit cahaya, namun berhasil selamat bekat cacing yang terus meregenerasi bentuknya.

FZUUUZZZHH!

Worm Faka menyemburkan api, melalui mulutnya yang terbuka lebar ke arah Kiri. Jangkauan serangannya tergolong besar, membuat Kiri hanya bisa pasrah—berlindung di balik reruntuhan bangunan tuk bertahan dari semburan tersebut.

"Infinite Shark Missiles!"

Hiu air menyeruduk tubuh Worm Faka, dan mengoyaknya. Napas api yang di keluarkannya terhenti, tubuh besarnya mengeliat—memberontak—melempar hiu-hiu tersebut ke tanah. Ketika gigitannya terlepas ... wujud hiu itu berubah menjadi air.

Selanjutnya, gerombolan undead dengan senjata berkarat menyerang bagian bawah Worm Faka yang tengah memulihkan diri. Bersamaan dengannya, Kiri yang telah mengatur napas—tiba-tiba meloncat tinggi ke arah Worm Faka yang tengah terfokus pada undead di bawahnya.

"Trail Press!" seru Kiri, dengan telapak tangan terbuka—mengarah ke bawah.

Menjadi Karakter Cacad Di Dunia Lain Bersama Adik Malaikat Tak Berguna! 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang