Bagian I: Chapter 10 part 2

74.2K 10.6K 462
                                    

Semua orang beralih menatap ke arah Gendhis yang berteriak keras. Pria itu sempat terkejut melihat gadis di depannya yang berkacak pinggang.

"Kalau berani sini kita adu bogem!" tantang Gendhis membuat orang-orang di sekitar hanya tertawa. Pria itu mendekat kemudian menelisik Gendhis dari atas hingga bawah.

"Kamu tadi bicara bahasa apa? Kamu tidak tahu siapa aku? Aku bisa saja mematahkan tulangmu dengan mudah."

"Akan aku laporkan ini pada pihak berwajib! Yang kamu lakukan barusan adalah kekerasan dalam rumah tangga! Jangan harap hidupmu akan damai setelah kamu masuk penjara!"

Lagi-lagi pria itu tertawa diikuti orang-orang di sekelilingnya. Wanita yang berlutut itu menggeleng pelan, dengan sisa air matanya yang masih berlinang di wajah, wanita itu memberikan isyarat agar Gendhis berhenti.

Gadis itu tak peduli, dagunya masih terangkat tinggi menunjukkan sikap beraninya. Pria itu mendekat.

"Dasar perempuan, pukulanmu hanyalah gigitan semut belaka. Ayo tampat aku jika kamu memang seberani itu."

Saat pria itu memberikan pipinya untuk menantang Gendhis tanpa ada keraguan, bukan sebuah tamparan yang didapatkannya melainkan bogem kuat Gendhis jatuhkan tepat di hidung pria itu membuatnya tersungkur ke tanah.

"Kau! Dasar jalang murahan!"

Semua orang terkesiap. Tak ada yang ingin melerai justru beberapa mulai menyoraki pria tadi untuk menghabisi Gendhis. Gadis itu sadar bahwa dia hidup di jaman dengan pola pikir berbeda. Belum sempat kabur tangan Gendhis sudah ditarik oleh pria tadi.

"Bubar! Pasukan Bhayangkara datang!"

Gendhis yang merasa pegangan di lengannya melonggar mengambil kesempatan itu untuk menendang sesuatu di tubuh pria itu hingga lagi-lagi dia tersungkur. Gendhis pun ikut berlari dengan para kerumunan yang bercerai berai.

Melihat ke belakang, matanya membelalak saat melihat pria itu melapor ke salah seorang pasukan. Sial, baru sehari di Trowulan dia sudah jadi buronan! Belum apa-apa dia sudah dikejar begini. Benar-benar sial hidup Gendhis ini.

Jauh kakinya berlari, Gendhis tak mengerti seluk-beluk desa itu. Hanya sesekali dia melewati pekarangan orang mencoba mengingat-ingat jalan pulang. Sesekali kepalanya bergerak ke kiri kanan memastikan tak ada orang mencurigainya.

Saat Gendhis melewati sebuah rumah besar bertepatan dua orang pasukan dengan pakaian zirah besi lewat, secara naluri Gendhis masuk ke dalam gerbang kayu itu dan menutupnya perlahan. Kosong, tak ada siapapun membuat Gendhis bernapas lega. Sambil membungkuk Gendhis mencoba mencari jalan keluar dari pekarangan rumah besar itu. Meskipun tembok pagar itu hanya sebatas dada tapi Gendhis tak bisa melompatinya dengan pakaian seperti ini.

Tanpa Gendhis sadari seorang pria melihat gadis itu dari pintu rumahnya dengan tatapan menyelidik. Ia mengambil sebuah sapu untuk berjaga-jaga. Alisnya berkerut saat dilihatnya gadis itu mengintip ke luar pagar rumahnya.

"Kamu yang ada di sana!"

Gendhis terlonjak kaget mendengar suara dari belakangnya. Dilihatnya seorang pria menatapnya bingung dengan sapu di tangan. Ah, pasti pria itu tukang bersih-bersih di rumah besar itu. Gendhis sempat melirik ke luar sebentar kemudian menarik pria itu untuk duduk di depannya. Tangannya langsung membungkam saat pria itu ingin berbicara.

"Sst! Tolong Tuan, aku sedang dikejar oleh pasukan Bhayangkara."

Pria itu melebarkan matanya kemudian Gendhis semakin mengetatkan bungkaman tangannya apada mulut pria itu.

"Tidak, tidak! Aku bukanlah orang jahat! Hanya ada kesalahpahaman yang terjadi. Aku telah memukul pria jahat hingga berdarah tapi penjahat itu justru melaporkanku jadi sekarang aku dikejar karena salah paham."

MADA (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang