Mars memainkan sendok ditangan kanannya, hari ini ia ditemani Anggit, karena Nuri sedang sakit. Dan jangan tanya, mereka sudah kabur mengerumuni kantin sejak bel pertama.
"Kenapa sih Lo? Batagornya dianggurin, kalo gamau sini buat gue." Anggit menatap Mars sembari memperhatikan batagornya yang masih utuh itu.
"Gue lagi gak mood."
"Ck, pms lo?" Timpal Anggit. "Bukan, gue gangerti deh tiba-tiba mood gue swing gitu."
"Anjir gue pengen ngakak, lagian kenapa sih lo? Masalah Rai?"
Mars menatap Anggit, "kelas aja yuk"
"Dasar kambing, gue baru makan dua suap."
"Gue.. kayaknya berhenti buat ngejar-ngejar dia." Anggit mengernyit.
"Why?"
"Ya lo bayangin ngit, ngapain gue masih ngarepin perasaan orang yang jelas-jelas orang itu gak tau gue idup."
"Yeh kan gue bilang juga jangan menyerah." Anggit menimpalinya dengan mulut sibuk mengunyah.
"Ini udah kelewatan batas ngit." Mars mengeluh.
"Yaudah, kalau itu mau lo, gue gak bisa maksa.
***
Pukul 3 Siang, bel kebebasan telah berbunyi.
Anggit pamit kepada Mars untuk pulang ke rumah lebih dulu bersama ayahnya.
"Gue duluan ya, lo hati-hati dijalan. Jangan bengong haha" Ucap Anggit. "Iya iyaa" Mars hanya mengangguk sembari memasukkan buku dan tempat pensil nya kedalam tas.
"Bye Mars"
Mars memakai tasnya dan segera pergi keluar kelas, saat menuruni tangga didapati nya seorang laki-laki berbahu lebar menghalanginya.
"Jangan ngalangin jalan dong, gue mau lewat." Ucap Mars. Lelaki itu berbalik kearahnya sekilas dan melenggang pergi.
Darga
Mars sontak mengernyitkan dahinya.
"Seriously lo gamau minta maaf gara-gara ngalangin jalan gue?"
Mars mengejar langkahnya yang lebar. Tapi Darga tetap tak bergeming. Sampai diparkiran Mars masih tetap memperhatikannya.
"Gaada urusan" Ucapnya, lalu ia menyalakan mesin motor dan melaju tanpa menghiraukan Mars sama sekali.
2 kata yang keluar dari mulut lelaki itu mampu membuat Mars benar-benar ingin melempar batu padanya.
"Heh cunguk, gaada adab emang lo"
