4. Gunting

20.9K 3.2K 218
                                    

Kalau diingat-ingat, beberapa tahun lalu aku pernah mengalami salah satu kejadian paling lucu. Diawali candaan-candaan anak SMP, saling menantang dengan wajah sok yang menjengkelkan.

Sebagai seorang korban bullying dari SD, aku berusaha mati-matian beradaptasi. Tidak peduli dengan ejekan mereka, hinaan fisikku yang mereka anggap terlalu mengerikan, atau sikap pasifku yang jarang bicara dan lebih memilih sebagai pendengar.

Ya, mau bagaimana lagi? Sejak awal aku memang pemeran figuran bahkan dalam hidupku sendiri.

Pernah satu kali, aku menangis karena sakit hati akibat cemoohan Titin. Irma yang menjadi teman dekatku di kelas mendesak agar aku jujur siapa yang sudah membuatku menangis saat kami di UKS. Aku memintanya berjanji tidak mengatakannya pada siapa pun dan mulai bercerita.

Besoknya, Irma dan Titin menjauhiku, tertawa mencemooh dan menghinaku.

Lalu, si penjilat Rita yang merupakan teman sebangkuku ikut-ikutan menghina, tidak sadar kalau dia selalu menjadi bahan cemoohan bukan hanya karena rupa tapi juga kemampuan cara pikirnya.

Semenjak itu aku berjanji pada diri sendiri tidak akan percaya pada siapa pun lagi. Namun aku tidak bisa sekolah sendiri, pada akhirnya aku tetap mencari teman yang bisa kudekati, menulikan telinga, menutup rapat hati.

"Hm..." aku yang di cermin mengangguk. "Insiden gunting?"

Aku yang duduk di sisi ranjang sambil menatap cermin tersenyum kecil. "Insiden gunting."

Suatu hari, setelah kami naik ke kelas sembilan, Reni orang yang duduk di depanku membawa gunting ke kelas. Dia membuka gunting dan mengarahkan ke sela-sela jariku.

Aku menatapnya sambil tersenyum.

"Gue gunting tangan lo, ah."

Aku mengangguk dua kali, "Gunting aja."

Reni semakin merekatkan guntingnya, aku tetap diam menunggu. Reni terlihat sedikit panik, dia menarik kembali guntingnya sambil tertawa.

"Gue gak berani."

Aku ikut tertawa, "Kalo gue berani gunting tangan lo."

Reni mengulurkan tangan, aku mengambil alih gunting dan mulai mendekatkan mata gunting ke sela-sela jarinya.

"Ayo coba gunting aja."

Aku menatapnya beberapa detik. Tersenyum lagi, aku menunduk melihat mata gunting yang semakin dekat.

Lalu...

Aku di cermin tertawa. Aku ikut terbahak-bahak.

"Dia lapor guru."

"Mau gimana lagi, kan?" Aku nyengir lebar. "Tangannya robek ampe berdarah-darah."

***

Aku dan CerminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang