Namanya Ghina Alfarida. Ketua kelas sepuluh IPA 1. Masuk jalur dapur ke sekolah yang mendadak menjadi elit. Nilai hasil ujiannya tidak cukup untuk masuk ke sekolah ini. Terpaksa ayahnya menyogok pihak sekolah dengan beberapa juta rupiah. Entahlah, Ghina tidak tahu jumlah aslinya.
Dulu sekolah ini sangat sederhana. Namun karena kehadiran anak jenius bernama Afa dan Dimas lima tahun lalu, pamor sekolah ini ikut terangkat. Menjadi sekolah paling diinginkan di Kabupaten Bandung dan Jawa Barat. Patokan hasil ujiannya selalu paling tinggi. Dan hasil ujian Ghina hanya terpaut satu poin dengan patokan nilai masuk. Pihak sekolah mematok jumlah nilai 395 dari empat pelajaran yang diujikan di SMP. Dan nilainya hanya 394. Untungnya ayah memiliki kenalan salah satu staf di bagian pendaftaran.
🌀🌀🌀
Tap... Tap... Tap...
Suara langkah sepatu pantofel berirama itu khas ditelinga semua siswa. Guru honorer yang jeniusnya minta ampun itu namanya Pak Adnan. Wali kelas sekaligus guru matematika di kelas sepuluh IPA 1.
Dia bukan satu-satunya guru jenius di sekolah ini. Hanya saja, dibandingkan dengan yang lain, dialah yang paling menonjol. Semua pelajaran dikuasainya. Seni, olahraga, eksak, bahasa, sosial, bisa dia ajarkan. Bahkan ketika guru lain berhalangan hadir, dia yang menggantikannya. Dan nilai plus untuk Pak Adnan adalah, dia tampan.
Kelas lengang seketika saat suara langkah kaki Pak Adnan semakin jelas terdengar. Ghina sibuk menata rambut agar terlihat lebih rapi. Pak Adnan tidak suka dengan siswa yang acak-acakan.
"Assalamualaikum." Pak Adnan memasuki kelas, berjalan tanpa menengok sedikitpun ke arah para muridnya menuju meja guru.
"Waalaikumsalam." Jawab semua siswa kompak.
Semuanya duduk rapi. Senyap tanpa sedikitpun suara yang terdengar. Pak Adnan merogoh tasnya, mengeluarkan buku kecil seukuran telapak tangannya. Sampulnya berwarna emas dengan polet hitam bertuliskan "All need".
"Hari ini kita belajar materi statistika." Ucap pak Adnan sambil berdiri dari kursinya.
"Pak!" Salah satu murid mengangkat tangannya.
"Kenapa?" pak Adnan bertanya dingin.
"Kita baru kelas sepuluh, yang saya tahu materi statistika baru akan kita pelajari di kelas dua belas."
"Siapa namamu?" Sahut pak Adnan.
"Rafi pak. Rafiudin Wahyu." Jawabnya dengan tegas. Tidak ada rasa takut atau gemetar di wajahnya.
Beberapa siswa saling bisik, cekikikan menertawakannya. Semuanya tidak akan berani protes apapun kalau dia tahu Pak Adnan yang sebenarnya.
Pak Adnan menatap mata Rafi lamat-lamat. Rafi menelan ludah, mulai takut apa yang akan terjadi setelah ini.
"Begini Rafi, satu pertanyaan untukmu. Kau pernah absen kelas matematika?"
"Ti... Tidak pernah pak." Jawab Rafi gugup. Mukanya mulai berkeringat.
"Sekarang coba buka buku matematikamu. Semuanya juga buka ya."
Segera semua murid membuka buku matematikanya masing-masing.
I... Ini... Gumam Ghina sambil membolak-balik semua halaman buku catatannya.
Wajahnya tampak tidak percaya dengan semua yang dia tulis. Semua materi kelas sepuluh dan kelas sebelas sudah disampaikan semuanya. Adnan memberi tanda X1 di setiap paraf materi kelas sepuluh, dan X2 untuk materi kelas sebelas.
Murid lain masih belum menyadarinya. Semuanya masih mengira kalau itu hanya paraf biasa saja.
"Coba lihat di setiap paraf yang bapak cantumkan di buku kalian. Ada tanda X1 dan X2 bukan?"
Semuanya mengangguk, masih belum mengerti dengan apa yang pak Adnan ucapkan.
"X1 adalah tanda untuk materi kelas sepuluh. Dan X2 untuk materi kelas sebelas. Kalian berhasil menguasainya dalam tujuh kali pertemuan. Bapak sengaja memberikan kalian metode pembelajaran yang mudah diserap, agar kalian tidak kebingungan di kelas selanjutnya."
Benar ternyata! Ghina semakin takjub dengan guru matematikanya.
"Lihat! Ghina sudah menyadarinya sebelum bapak jelaskan." Matanya menatap ke arah Ghina.
Semuanya menengok, Ghina menutup muka dengan keduatangannya.
"Sekarang terserah. Kalian mau lanjut belajar atau tidak. Kalau tidak pun kalian sudah menguasai seluruh materi kelas sepuluh dan sebelas."
Semua tatapan menuju ke arah Ghina. Sang ketua kelas. Wajahnya terlihat bingung. Dia tidak berani berbicara untuk hanya sekadar meminta pendapat.
Semuanya masih menunggu keputusan Ghina, termasuk Adnan. Ruang kelas lengang tiba-tiba.
"Psst! Psst!"
Seorang anak laki-laki berambut ikal memanggil-manggil Ghina. Namanya Aldo. Siswa paling berisik di kelas ini.
"Terima aja!" Bisik Aldo yang terpaut tiga kursi ke samping kanan dari Ghina.
"Lanjut pak!" Jawab Ghina yang masih terlihat gugup.
Aldo tersenyum sinis. Dia merencanakan sesuatu.
"Baiklah, siapkan catatan kalian."
🌀🌀🌀
Terik matahari mulai terasa sangat menyengat. Bangunan lantai atas memang tidak terlalu tertutup pepohonan karena tingginya.
Pak Adnan memasuki perpustakaan sekolah. Membuka kuncinya dengam hati-hati agar tidak menimbulkan suara. Berjalan ke ruangan terdalam, kemudian membuka lagi ruangan kecil dengan pintu yang samar menyerupai tembok.
"Kau masih saja berusaha meniruku Adnan." Sapa seseorang berjubah gelap saat pak Adnan memasuki ruangan perpustakaan sekolah.
"Diam kau mentega! Aku lelah sekali hari ini." Jawab pak Adnan sambil menaruh tas dan jaketnya di meja.
🌀🌀🌀
KAMU SEDANG MEMBACA
Permainan Logika Afa (Perpustakaan Aurum 2)
Mystery / Thriller[SLOW UPDATE] #1 Afa Logika Afa, siapa yang bisa menebaknya? Untuk menemui Afa setelah kelulusannya bukan hal yang mudah. Afa sudah tidak sekolah di sini lagi. Dia lulus, dan menghilang. Tapi... siapa saja bisa menemui Afa jika dia memecahkan miste...