Pukul sepuluh. Waktu istirahat pertama telah tiba.
Keramaian terlihat di seluruh sudut sekolah. Teras-teras kelas diisi para siswa yang sedang memakan bekalnya. Melepas stres setelah belajar dengan mengisi perut dan bersenda gurau bersama teman-teman, lebih efektif dibanding hanya dengan tidur. Sebagian mereka ada yang membeli makanan di kantin. Lapangan ramai dengan para pesepak bola amatir. Kebanyakan anak laki-laki lebih suka berolahraga saat jam istirahat. Riuh dan debu mampu melepas penat mereka.
Mesjid pun tak kalah ramai. Beberapa siswa melaksanakan salat Dhuha. Ada juga yang sibuk bertadarus, menambah hafalan, dan melatih hafalan mereka.
Hampir tidak ada kegiatan yang sia-sia saat jam istirahat tiba di sekolah ini. Setiap siswa memiliki kebiasaan bermanfaat mereka masing-masing untuk mengisi jam istirahat.
"Do, kamu udah hafal berapa juz?" Tanya Fahri, temannya murajaah saat jam istirahat tiba.
"Ah, baru juz 28 Ri," jawab Aldo sambil menutup mushafnya. "Maksudku 28 dari juz awal, jadi aku sudah hafal 28 juz. Bukan 3 juz." Gumam Aldo dalam hatinya.
"Hmm... Aku ke kelas duluan ya. Setelah istirahat, masih ada matematika. Kau tahu sendiri bukan bagaimana pak Adnan?"
"Haha. Iya aku tahu."
Fahri meninggalkan mesjid duluan setelah mengucap salam pada Aldo.
Aldo masih mengulang hafalannya. Menjaga setiap bacaan, huruf demi huruf, agar tetap menempel di kepalanya.
Wajahnya mulai gelisah. Dia memikirkan misteri-misteri yang ada di sekolah. Aldo termasuk salah satu siswa yang penasaran dengan berbagai kejanggalan sekolah ini. Akhir-akhir ini dia sulit berkonsentrasi.
"Baru kali ini aku menemukan sebuah sekolah dengan semua gurunya adalah tenaga pengajar honorer. Ah! Apa juga untungnya kalau aku tahu? Tapi, aku juga tidak bisa menahan hasrat keingintahuanku."
Empat puluh menit berlalu. Saatnya kembali ke kelas.
Aldo menaruh mushafnya di rak perpustakaan mesjid. Besok pagi pun, dia akan kembali melatih hafalannya.
Dia bergegas mengenakan sepatu. Mengikat tali sepatunya dengan rapi. Lantas menepuk-nepuk tangannya yang berdebu.
Dari teras mesjid, dia melihat Ghina yang baru saja keluar dari ruang BK. Karena penasaran, Aldo berlari menghampirinya.
"Kamu tadi kenapa gak masuk Ghi?" Tanya Aldo sambil mengikuti langkah Ghina yang bahkan tak terhenti saat ada orang yang menghampirinya.
"Tadi aku ada masalah sedikit. Tapi sudah selesai kok."
Aldo yang keheranan menghentikan langkahnya. Lapangan sudah kosong dari para atlet amatir yang bermain sepak bola di jam istirahat. Lengang seketika.
"Kalau kamu penasaran dengan semua kejanggalan sekolah ini. Jangan berusaha sendirian. Setidaknya ajak aku, Ghi. Afa, Dimas, dan Andi juga dulu bekerja sama."
Mendengar celotehan Aldo, Ghina menghentikan langkahnya. Dia berbalik, berjalan tiga langkah ke belakang menghampiri Aldo.
"Kamu tahu sesuatu tentang Afa?" Ghina mengangkat kepalanya, menatap Aldo yang lebih tinggi darinya.
"Aku tahu di mana kita harus mulai melangkah jika ingin bertemu dengan Afa. Hanya perlu bukti konkret untuk mendesaknya agar mengaku, kalau dia adalah Afa."
Ghina tercengang mendengar ucapan Aldo. Dia baru sadar kalau ternyata benar kata bu Silvy, ada banyak yang penasaran tentang siapa itu Afa di sekolah ini.
"Kau juga akan kaget kalau tahu bahwa bu Silvy adalah istri pak Adnan. Dan pak Adnan itu adalah..."
🌀
"Aku masih penasaran, kamu tahu banyak tentang Afa dari mana Do?" Tanya Ghina yang duduk bersebelahan dengan Aldo. Pelajaran Bahasa Indonesia, selalu bebas mau duduk di mana saja.
"Hahaha. Itu gampang Ghi. Aku bisa menjebol data komputer dengan mudah. Semua komputer di ruang TU, menyimpan data tentang Afa. Tapi data-data itu tidak membuatku puas. Masih banyak yang disembunyikan. Tapi, ada juga beberapa komputer yang sulit untuk kubajak. Apalagi komputer kepala sekolah. Itu sulit sekali. Kemungkinan kita bisa membajaknya hanya satu persen." Jawab Aldo seraya memainkan pulpen di tangannya.
"Kukira pak Adnan adalah Afa... Ternyata salah ya." Sahut Ghina.
"Kebanyakan mengira seperti itu Ghi. Aku sempat berpikir sama denganmu. Tapi kalau hanya mengandalkan persangkaan saja, rasanya sulit. Mereka terlalu cerdas untuk ditebak. Oh iya, masalahmu apa sampai masuk ruang BK?"
"Tadi pagi aku masuk ke ruang perpustakaan sebelum jam dibukanya. Sialnya, aku ketahuan sama pak Ali. Baru kali ini aku ketahuan."
Ctak!
Aldo membanting pulpennya ke meja. "Maksudmu kau bukan kali ini saja masuk ke perpustakaan tanpa izin!?"
"I... Iya, memangnya kenapa?"
"Itu, itu yang aku butuhkan Ghi. Kemampuan mengendap-endap seperti itu. Kamu pasti bisa melakukannya!"
"Eh? Melakukan apa?"
"Masuk ke ruangan kepala sekolah. Dan pasang benda ini, tunggu," Aldo merogoh tasnya yang berisi banyak benda elektronik dengan bentuk yang aneh. "Ini! Pasang benda ini di port USB CPU komputernya. Dalam waktu lima menit, sebesar apa pun datanya, akan langsung tersalin ke dalam benda ini."
"Tapi itu sangat berisiko, Aldo. Kau tahu kan ada CCTV di mana-mana."
"Lalu, bagaimana kau menghindari semua CCTV di perpustakaan yang sangat banyak itu?"
"Tapi sekarang beda, Aldo. CCTV sekolah lebih ketat sekarang. Di kantin saja yang luasnya sebesar dua kelas ada sepuluh CCTV." Ghina berusaha meyakinkan Aldo.
"Lalu, bedanya apa kalau aku ada di sini?" Aldo menunjuk wajahnya dengan telunjuk kiri.
"Maksudnya?" Ghina kebingungan. Aldo terlalu pintar untuk ditebak.
"Sudahlah, aku yakin kau bisa melakukannya Ghi. Sementara kau melakukannya, aku akan menjebol semua CCTV agar tidak melakukan parekaman saat kita beraksi."
"Kau yakin?"
"Jangan khawatir. Masalah membajak jaringan, aku jagonya. Haha."
"Oke! Kalau begitu aku setuju!"
"Jadi, mulai sekarang kita pertner?" Tanya Aldo sambil tertawa kecil.
"Bisa dibilang begitu. Hahaha."
🌀🌀🌀
KAMU SEDANG MEMBACA
Permainan Logika Afa (Perpustakaan Aurum 2)
Mystery / Thriller[SLOW UPDATE] #1 Afa Logika Afa, siapa yang bisa menebaknya? Untuk menemui Afa setelah kelulusannya bukan hal yang mudah. Afa sudah tidak sekolah di sini lagi. Dia lulus, dan menghilang. Tapi... siapa saja bisa menemui Afa jika dia memecahkan miste...