delapan : dilema

1.5K 370 14
                                    

Nadya POV

Seminggu ini gua disibukan dengan pekerjaan hingga rencana gua membuntuti Julian gagal. Sejujurnya gua takut, gua takut kecewa jika tahu apa yang sebenarnya terjadi. Namun, sisi lain dari diri gua ingin tahu. Lelah hidup dalam prasangka, apalagi jika kenyataannya Julian membohongi gua selama ini. Akhirnya gua putuskan menemui Julian langsung di kantornya. Tentunya tanpa memberitahunya. Soal apartemen dari surat kaleng itu, belum gua hiraukan. Keberanian gua belum sebesar itu.

"Nad, tumbenan kesini." Kata Mbak Ital.

"Iya Mbak sesekali main ke tempat Ayahnya Bian. Ada kan?" Tanya gua.

"Lagi keluar dulu, tunggu aja Nad diruangannya." Jawab Mbak Ital.

"Ga apa nih Mbak? Takutnya ada dokumen rahasia." Ujar gua.

"Yailah, nyonya bebas kali Nad. Masuk aja." Kata Mbak Ital.

Masuk ke ruangan Julian, gua menemukan fakta baru. Julian menggunakan lilin aromatherapy. Seingat gua Julian tidak menyukai hal seperti itu. Gua duduk di kursi kerjanya. Tangan gua membuka laci meja kerjanya. Gua tahu ini lancang, tapi harus gua lakukan. Rokok? Sejak kapan Julian merokok? Selama ini bukannya dia anti terhadap nikotin. Seketika gua merasa tidak mengenal suami gua. 

Laci selanjutnya gua buka. Obat penanang, obat anti - depresi, dan obat - obatan lain yang ga gua tahu untuk apa. Namun, gua melihat resep dr. Prasetyo Kainandri Sp.KJ. Julian pergi ke psikiater? Julian meminum obat depresi? Apa selama ini isi surat kaleng soal dia menderita DID itu benar? Apa perubahan sikap Julian beberapa waktu ini juga karena DID nya? Gua harus segera menemui Mas Kai. Gua butuh penjelasan.  Segera gua foto semua fakta baru yang gua temukan. Gua kembalikan ke tempat semula kemudian pergi.

"Cepet banget Nad?" Tanya Mbak Ital.

"Iya Mbak aku barusan udah dihubungin sama orang kantor. Bilangin aja ke Ijulnya aku kesini." Jawab gua. Maapin Nadya boongin Mbak. Batin gua.

Tujuan gua selanjutnya adalah klinik tempat Kai praktek. Sudah gua cek juga jadwalnya dan saat ini bertepatan dengan jam prakteknya. Baru saja gua masuk ke area parkir, gua menemukan mobil suami gua, berarti ia ada disini. Segera gua turun, ingin rasanya gua bertemu Julian, menanyakan apa yang dia rasakan. Namun, langkah gua terhenti. Julian bersama seorang perempuan. Lutut gua terasa lemas, seperti tulangnya hilang. Gua memilih bersembunyi dan melihat apa yang Julian lakukan. Julian tersenyum menatap perempuan itu. Siapa dia? Kenapa Julian setega ini? Gua benar - benar ambruk setelah Julian menghilang dari pandangan gua.

"Nadya."

"Lo disini?"

Suara Mas Kai. Ia menghampiri gua. Masih dengan air mata yang deras mengalir gua menatap dia geram.

"Mas... Kenapa lo ga bilang Julian."

Ia memotong ucapan gua. "Ikut gua ke ruangan."

Dengan sisa tenaga yang gua punya, gua mengekori mas Kai.

"Duduk Nad." Katanya.

"Lo kesini setelah nemu obat di ruangan Julian kan?" Tanyanya.

"Mas kok tahu." Jawab gua.

"Ital yang bilang. Julian DID Nad. Saat ini ada 2 kepribadian lain selain Julian sebagai host nya." Katanya.

"Kenapa gua ga tahu ini mas?" Tanya gua.

"Julian ga mau lo tahu Nad. Dia ga mau terlihat lemah dan cacat dimata lo. Dua tahun ini dia membaik. Kepribadian lain jarang muncul. Lo dengan baik membuatnya bahagia." Jawab Mas Kai.

"Lalu kenapa dia ...

"Arini kembali Nad. Dia meminta bantuan Julian untuk jadi pembelanya. Ia sedang mengalami kasus perebutan harta dengan suaminya, Bobby. Julian bingung, namun Arini terus datang. Ia ga mau lo marah karena tahu betapa ga sukanya lo sama  mantannya itu. Itulah yang memicu kepribadian Julian yang kejam kembali muncul." Ujar Mas Kai.

"Karena perempuan itu, lalu siapa perempuan tadi? Kenapa Mas membiarkan Julian bersama dia? Mas kan tahu Julian suami Nadya." Cecar gua.

"Dia Farissa Sonia, kekasih Revan. Alter ego kedua yang muncul karena ditinggal Arini. Julian barusan dikuasai Revan, hari ini ada sesi sama gua. Terpaksalah gua menghubungi Sonia untuk mengajak dia kesini." Ujarnya.

"Mas tahu ini sejak lama?" Kaget gua.

"Sonia ada dalam hidup Julian sejak lama. Sebelum alter Revan muncul. Dia termasuk yang bisa membedakan tiga kepribadian Julian, termasuk gua, Ital, dan Bian. Bian anak lo Nad." Jawabnya.

"Jadi cuma gua yang ga bisa bedain dia?" Tanya gua.

"Untuk orang disekitarnya iya Nad. Dia sangat berkeinginan untuk sembuh. Dia ga pengen buat lo sama Bian kecewa." Jawab Mas Kai.

"Mas.. gua butuh waktu memahami semua ini."

"Take your time Nad.  Harus lo inget dia sangat mencintai Lo." Kata Mas Kai.

Gua diam mendengar ucapan Mas Kai.

"Penderita DID sangat membutuhkan dukungan keluarganya. Entah untuk terapi bicara atau merekam hal yang ia lakulan. Gua dan Ital udah berusaha supaya dia jujur ke lo. Tapi dia tetap nolak karena ga mau lo memandang dia dengan rasa iba." Lanjut Mas Kai.

"Dia hanya ingin membuat lo dan Bian bahagia. Namun, cara dia tidak tepat dengan menutupi semuanya. Gua harap lo akan terus disisi dia. Walau dengan apa yang lo lihat barusan gua tahu lo sakit Nad." Kata Mas Kai lagi.

"Kenapa harus ada perempuan lain Jul" Lirih gua.

"Gua anter lo balik ya Nad. Gua ga yakin lo bisa nyetir." Kata Mas Kai.

Gua ga melawan, sepanjang jalan gua menangis. Rekaman Julian tersenyum dengan perempuan lain terputar terus - menerus. Walau itu bukan Julian, alternya. Bagi gua sama saja. Dia suami gua dan bersama perempuan lain. Sesampainya di rumah, gua langsung mengurung diri di ruang kerja. Menangis sejadi - jadinya.

"Udah baikan Non?" Kata Bi Nah.

"Udah Bi. Bian mana?" Tanya gua.

"Tadi diajak Tuan Kai. Katanya biarkan anda sendiri dulu." Jawab Bi Nah.

Gua membuka ponsel ada pesan dari Mbak Ital kalau Bian bersama mereka. Gua lega Bian ga ada disini pas gua menangis tadi. Kalau ia disini akan bahaya untuk perkembangannya.

"Tuan ga ada pulang Bi?" Tanya gua. Menyadari sudah pukul sebelas malam.

"Tidak ada Non." Jawab Bi Nah.

Apartemen itulah yang ada dipikiran gua saat ini. Julian pasti ada disana. Tekad gua tiba - tiba muncul, gua mengambil kunci mobil dan segera menuju kesana. 712, Farissa Sonia, itulah yang berputar dalam otak gua. Begitu sampai disana nyali gua kembali menciut.

"Nad lo udah liat semuanya."

"Tapi Julian sakit Nad."

"Dia membutuhkan perempuan lain daripada lo Nad."

"Dia begitu karena dia sayang lo."

"Tapi dia menduakan lo Nad."

"Julian ga akan menduakan lo."

"Mungkin dia disana lagi..aaaargghhh."

Gua memukul Dashboard mobil setelah pertarungan antara diri gua sendiri.

"Apapun yang nanti lo lihat. Lo harus hadapi Nad. Ini kenyataan."

Gua melangkah menuju bangunan apartmen. Gua masuk ke dalam Lift, menekan angka 7. Langkah gua amat pelan saat kekuar Lift mencari unit nomor 12. Saat gua menemukannya gua hanya mematung. Rasa takut kembali muncul. Sebuah pesan muncul dari nomor yang tidak gua kenal. Video berdurasi lima detik, Julian memeluk perempuan itu. Tangan gua refleks menekan bel. Tak lama pintu dibuka dan muncullah seorang perempuan dari sana. Beberapa detik kemudian muncul sosok yang gua cari.

"Nadya." Katanya.

Sorot matanya tegas, gua yakin ini bukan Julian. Namun, bagi gua tetap sama. Sebuah tamparan mendarat mulus di pipinya.

"Bajingan kamu." Ujar gua.

Seminyak Sendu ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang