Nadya POV
Pesan yang masuk satu persatu gua baca. Sedih itu yang pertama gua rasakan. Apalagi Wendy mengirimkan foto kondisi Julian terakhir. Serapuh itukah dia tanpa gua dan Bian? Apakah gua harus kembali? Atau kah gua biarkan dia begitu?
"Nda atit." Kata Bian.
Like Father like Son, sudah tiga hari Bian demam. Berobat herbal tidak mengurangi suhu tubuhnya. Esoknya gua bawa ke dokter. Ia disarankan cek darah karena suhu tubuhnya mencapai 40 derajat celcius. Hasilnya semua dalam keadaan normal. Melihat kondisi Bian seperti ini dan kondisi Julian begitu, haruskah gua mempertemukan mereka?
"Bi, mau ketemu Ayah?" Tanya gua.
"Mau." Katanya.
"Bi yang sehat dulu ya nanti kita pulang."
Mata Bian berbinar, dia pasti sangat merindukan Ayahnya. Maafkan Bunda Nak. Dua hari berselang Bian sudah kembali normal. Memang Bi kamu anak Ayah kamu banget. Sesuai janji gua, besok gua akan kembali ke Jakarta. Hanya ke Jakarta bukan untuk menetap. Sebab, kehidupan gua disana sudah hancur.
Sebelum gua take off, gua mengabari Joanna. Namun, ponselnya tidak aktif. Mau tak mau gua menghubungi Mbak Ital. Hanya dia yang tahu permasalahan ini secara mendetail. Gua pun bisa menghubungi Mbak Wendy. Namun, masih ada rasa sungkan. Apalagi gua sudah resign dari perusahaan keluarga suaminya itu.
"Tante." Kata Bian riang saat melihat Ital.
"Biaaaan. Kok kurusan sih Nad? Dia abis sakit?" Tanya Mbak Ital.
"Iya Mbak, like Father like Son. Makanya ga ada pilihan selain balik dulu kesini. Walau ga ingin." Jawab gua jujur.
"Nad, keputusan lo datang kesini tepat. Tadi gua ngabarin Kai dan dia kasih tahu Julian. Responnya bagus. Semoga dia bisa cepet pulih. Gua khawatir." Kata Mbak Ital.
Gua ga membahas lebih lanjut karena ada Bian disana. Mbak Ital membawa kita langsung ke rumah sakit. Memang lebih cepat lebih baik buat Bian bertemu Julian, tetapi tidak buat gua. Jujur gua belum siap bertatap muka lagi dengan dia. Rasa sakit gua masih amat terasa, dengan begini gua ga akan bisa bersikap manis di depannya. Gua memang bukan manusia berhati malaikat, gua hanya manusia biasa.
"Ruangannya khusus Nad. Soalnya beberapa kali dia berusaha mengakhiri. Sebulan ini terhitung 7 kali percobaan." Kata Mbak Ital.
"Buat Bian aman kan?" Tanya gua.
"Ayah ga akan nyakitin anaknya Nad." Jawab Mbak Ital.
Bian digendong Mbak Ital, gua hanya mengekori kemana Mbak Ital berjalan. Sampai akhirnya, ia berhenti di salah satu ruangan. Kaki gua melemas. Jantung gua berdetak lebih lambat. Pintu mulai dibuka dan gua melihat sosoknya. Pucat, kurus, penuh luka dan perban.
"YAYAH." Teriak Bian. Ia turun dari gendongan Ital dan berlari ke arah Julian.
"Bian." Katanya pelan.
Julian memeluk erat Bian. Ia menangis. Gua sendiri masih mematung di luar ruangan.
"Bi angen." Kata Bian.
"Ayah juga kangen Bi." Timpalnya.
Julian mengecup kepala Bian. Pemandangan yang gua rindukan. Bayangan masa kebahagiaan kita terputar dalam mata gua. Kaki gua seolah kembali memiliki tenaga dan masuk ke ruangan itu. Julian melihat gua. Matanya penuh kesedihan.
"Bi, sama tante dulu yuk." Kata Ital.
"Mau sama Yayah." Katanya.
"Nanti main lagi, Yayahnya mau ngobrol sama Bunda. Oke." Kali ini Mas Kai yang merayu Bian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seminyak Sendu ✔️
Chick-LitNadya tidak suka ke Bali karena rasa cemburunya terhadap masa lalu Julian. Jian adalah sosok suami yang mengerti akan hal itu. Namun, ia menyimpan sebuah rahasia yang mengacaukan kehidupan mereka.