Ten ( δέκα )

180 24 1
                                    

*surat kabar hari ini*

*

Aku mengambil beberapa buku besar dari dalam loker dengan malas. Benar juga kata Neva mengambil libur sabtu-minggu untuk pulang itu memang melelahkan. Bukti itu kini merayapi ku, aku masih mengantuk karna lelah.

Aku terjaga dari kantuk ku, saat —seseorang yang sangat menyebalkan— Neva memukul pintu loker ku dengan telapak tangannya, hingga berbunyi nyaring yang menurutku cukup bisa membangunkan beruang yang sedang hibernasi. Aku mengintip Neva dari celah loker dengan malas, dan segera mengambil seluruh buku yang kubutuhkan, dan membanting pintu loker begitu selesai.

"ada yang bisa ku bantu ? nona pengganggu ?" tanya ku datar, seraya berjalan menuju kelas.

Neva mengikuti ku di belakang, dan menyahut dengan lantang, "penjelasan... aku butuh penjelasan."

Aku berhenti dan memutar badan ku, "kau... apa ?"

"aku tidak tahu apa yang terjadi, aku sedang tidak sengaja mengisi pertanyaan test di sebuah majalah, dan hasilnya aku positif ada di golongan orang yang sedang jatuh cinta."

"lalu ? apa masalahnya ?"

Neva melipat kedua tangannya di dada, dan mendesis "kau bodoh ? atau buta ? apa aku benar terlihat seperti orang yang sedang jatuh cinta ?" Neva beralih menunjuk wajahnya sendiri, "apa muka ku ini mirip seperti itu ? jelas hasil test pertanyaan itu bohong dan sangat tidak benar."

Aku mengerjap memandangi Neva yang sedang meledak tanpa kejelasan yang tidak bisa ku mengerti. Aku pun memutuskan untuk mengambil langkah pergi, untuk menjaga kewarasan ku.

"Heey Oliv, kau harus menolongku" sergah Neva, berlari mendahului ku, dan menghalangi jalanku.

Aku mendesah, "mengapa aku ?"

Neva menunduk, untuk menyembunyikan ekspresi bingungnya. "kau kan lumayan normal, di banding yang lain." gerutunya pelan.

Aku menyibakkan helai rambutku yang jatuh menghalangi penglihatan ku, "Dengar Neva, aku tidak me—"

"hey.." seru ku , berusaha melepaskan tangan ku dari genggaman Ian yang tiba-tiba menarik ku begitu saja.

Ian memperkuat genggamannya dan membuat ku terpaksa berjalan mengikutinya. Neva mengucapkan sumpah serapah nya di belakang kami. Tapi nampaknya Ian tidak peduli, dan malah mempercepat langkahnya.

Deg,

Nyali ku ciut saat Ian berhenti menarik ku, begitu sampai di toilet perempuan tempat Mr.Alfred di jahit secara mengenaskan. Toilet ini menjadi menyeramkan, dan tidak ada yang menggunakan nya lagi sejak kejadian itu.

Dan mengapa dari sekian banyak tempat di asrama ini, Ia membawa ku kesini. Aku belum siap mati. Walau aku tidak bisa mengira siapa pelaku kejahatan itu, tapi siapa pun bisa berimajinasi berlebihan saat ada orang —yang kelihatan marah dan gila— membawamu ke tempat ini.

Aku berusaha menyembunyikan kepanikan ku, dan membulat kan mata selebar mungkin ke arahnya.

Ian tidak berkomentar apapun pandangannya hanya lurus menatap ku. "kau ini siapa ?"

Aku mengerjap, karena pertanyaan anehnya, "A—apa ?"

Ian menyodorkan sebuah koran kepada ku, dan aku hampir saja menjerit begitu melihat foto besar diriku yang terpasang di halaman paling depan.

Aku merebut koran itu, dan menarik nya ke depan wajah ku lebih dekat lagi. Demi tuhan, aku tidak percaya ini terjadi. Foto saat aku dan Ethan sedang berada di hutan dan menikmati indahnya pesona bunga bluebell tersebar di media. Di sana aku terlihat sedang tertawa gembira, dan gambar Ethan hanya terlihat dari samping nampak samar, sehingga wajahnya tidak terlihat jelas, —bahkan tidak ada yang bisa tahu itu Ethan.

The Clarity of RedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang