Twelve - (δώδεκα)

262 27 4
                                    

Aku berjalan menuju tempat yang lebih layak disebut sebagai penjara, dibandingkan ruangan terapi kelas tinggi atau RED room yang seperti mereka katakan. Seorang wanita dengan rambut di kuncir ponytail serta berpakaian serba putih memimpin arah tujuan kami semua yang berada di belakangnya. Dua orang wanita yang juga berpenampilan sama mengapit kedua lengan ku. Aku ingin protes dengan cara mereka membawa ku yang seperti ini, seakan-akan aku akan melarikan diri atau hal tidak diinginkan lainnya. Tapi hal itu tidak akan terjadi sama sekali, karena bahkan untuk berdiri saja aku tidak mampu. Kaki ku lemas seperti jelly, karena semua yang terjadi di ruang sidang lima atau delapan menit yang lalu.

Aku tidak memperhatikan bagaimana arah jalan menuju ruangan baru ku, setiap bagian tubuhku menginginkan hal yang berbeda, sehingga aku hanya bisa mematung dengan tatapan kosong. Kaki ku ingin berlari dan segera kabur dari tempat ini, tangan ku ingin memukul siapa saja, mulutku ingin meneriakkan nama Hellen sekeras mungkin memintanya untuk menyudahi kebohongan ini, dan mata ku ingin terpejam untuk selamanya.

Aku tidak sadar saat wanita yang sejak tadi memimpin jalan telah berhenti jika saja kedua wanita disampingku tidak menahan kedua lengan ku untuk berhenti berjalan. Aku melirik wanita di depan ku, melihat nya menempelkan jari telunjuk pada sebuah mesin kecil di dinding dekat pintu, lalu pintu pun terbuka setelah berbunyi bip bip. Berikutnya, wanita itu melangkah masuk lebih dulu, dan diikuti oleh semua orang di belakangnya. Aku mengedarkan pandangan ku pada setiap detil ruangan baru yang akan aku tempati tanpa menggerakan kepala ku. Kedua wanita yang mengapit kedua lengan ku, membimbingku untuk berjalan menuju tempat tidur.

Tanpa banyak membantah aku pun segera terduduk, begitu sampai di tepi tempat tidur. Aku mengangkat wajahku untuk melihat mereka semua yang mengantarku ke tempat ini. Semua nya wanita dan berpakaian serba putih, masih dengan gaya rambut yang sama. Hanya saja aku tidak melihat kedua orang tua ku ataupun Ms.Liesbeth.

"Pintu ini hanya bisa terbuka dan terkunci otomatis pada jam tertentu. Yaitu pada jam tidur mu, yakni jam 7 malam untuk membiarkanmu masuk kedalam dan lalu terkunci kembali, setelah itu akan tebuka lagi secara otomatis jam 6 pagi, setelah kau keluar pintu akan terkunci dan akan terbuka lagi saat jam malam mu, begitu seterusnya." Jelas Si Pemimpin jalan, ekspresinya datar dan dia berbicara sambil memasukkan kedua telapak tangannya pada saku jas putih yang Ia kenakan. "alarm di dalam ruang pengawasan kami akan berbunyi jika ketika jam 7 malam pintu terbuka otomatis dan kamu belum masuk kedalamnya ataupun yang masuk kedalam bukan kamu. Begitu juga jika pukul 6 pagi kau belum keluar dari ruangan."

Si pemimpin menarik nafas nya dengan dramatis sebelum melanjutkan, "selain semua jam yang sudah di atur dalam sistem, sebagai petugas kami bisa masuk pada jam berapa pun dengan sidik jari. Tapi hanya petugas yang sidik jarinya terdaftar pada sistem pintumu, yang bisa melakukan itu." Si pemimpin menyunggingkan senyuman miringnya padaku, sebelum menyondongkan kepalanya untuk mendekati telinga ku, dan berbisik. "Perlu kau ketahui Oliv, ini adalah ruangan dengan tingkat keamanan paling tinggi di sekolah ini. Kau dan otakmu itu tidak akan bisa mengacaukan sistem kami dengan cara apapun."

Si pemimpin menarik dirinya dari dekat ku, dan memberikan senyum secerah sinar matahari seraya membalikkan tubuhnya bersiap untuk pergi. Aku tidak terkejut dengan sikap nya yang berubah-ubah, sama sekali tidak karena bagiku tempat ini memang berisi orang-orang gangguan jiwa, tidak terkecuali para staff nya. Yang membuat ku terkejut adalah, apa RED room ini benar-benar terbuat tanpa celah kelemahan sistem seperti yang Ia katakan?

"Semoga lekas sembuh" katanya, sebelum pintu benar-benar kembali menutup, dan mereka semua menghilang meninggalkan ku sendiri pada ruangan yang dingin ini.

Aku kembali mengedarkan pandangan ku dengan enggan pada setiap sudut ruangan. Hal yang pertama ku sadari adalah semua pakaian dan buku ku sudah tersusun rapi –jangan tanya aku kapan mereka memindahkannya dan merapikannya kembali. Lemari pakaian ku kini berukuran lebih besar sekaligus berwarna lebih suram, yaitu abu-abu kusam. Meja belajar, rak buku, meja rias, nakas, lampu tidur, karpet di bawah kaki ku, selimut, bantal, langit-langit, pintu kamar mandi, dinding kamar tidak luput dari warna abu-abu suram yang sama. Kasur yang aku duduki juga berwarna abu, hanya saja sedikit lebih terang. Aku menoleh pada secercah cahaya yang datang dari dinding tepat di atas nakas. Sebuah jendela kecil yang bahkan tidak lebih besar dari buku panduan yang diberikan Dr.Woody padaku bertengger manis dengan cahaya nya yang membuat hatiku sedikit hangat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 31, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Clarity of RedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang