"Nyet, temenin gue ke IPA 1!" Mahesa cowok bertubuh tinggi dengan rambut klimis di pagi hari yang cerah ini mendatangi meja Lentera. "Ngambil buku matematika ke Embun."
Lentera langsung menegakkan badannya. Ini yang dicari-cari sejak tadi. Tugas matematikanya belum selesai dan satu kelas tidak ada yang mengerjakan. Cuma Mahesa harapan mereka satu-satunya, sebenernya bukan Mahesa, tetapi kembarannya yang bernama Embun-lah harapan mereka.
"Kembaran lo pinter ya, Mahes. Beda banget sama lo."
Mereka mulai berjalan keluar, menuruni tangga menuju kelas 12 IPA 1. Sebenarnya Lentera bisa saja meminta mas Aaron mengerjakan tugas matematikanya, tapi Lentera terlalu malas.
"Gue sebenernya juga pinter," jawab Mahesa dengan percaya diri. "Cuma malas aja."
Memang pinter, tapi cuma pelajaran bahasa Inggris dan Sejarah saja. Selebihnya, ya … gitu.
"Halah, halah." Lentera mengibaskan tangannya. Jujur, pagi ini dia sedang malas berdebat. Biasanya Lentera dengan semangat mengolok-olok Mahesa. "Gue lemes banget, kenapa ya?"
"Tanda-tanda kali," celetuk Mahesa menarik bahu Lentera ke samping ketika segerombolan orang berlari menaiki tangga. "Biasanya kalo lemes, tanda-tanda hamil, kan?"
Lentera memutar bola matanya jengah. "Hamil anak siapa? Jin?"
Mahesa tergelak, menepuk pundak Lentera dan mengguncangnya. "Semangat semangat! Orang semangat cintanya bakal dibalas."
Lentera menunggu Mahesa di luar kelas, membiarkan cowok itu masuk sendirian menemui sang kembaran. Sesekali Lentera tersenyum lebar ketika orang-orang menyapanya.
Saat sosok yang dikenalnya berjalan mendekat, Lentera membuang wajah ke samping. Berharap orang tersebut tidak melihat kehadirannya. Namun, ternyata salah.
Dengan santainya cowok itu berhenti di depan Lentera, melambaikan tangannya dengan senyum mengejek. "Ngapain di sini?"
Dengan perlahan Lentera menoleh, berdehem singkat dan berusaha menyesuaikan wajahnya agar tetap tenang. "Lo juga ngapain di sini? Kelas lo di bawah."
"Lah, malah nanya balik." Malik menggoyangkan buku tebal yang dipegangnya. "Mau balikin buku ke Aphelion." Dagunya terangkat menunjuk ke dalam kelas IPA 1. "Gue duluan."
Lentera merentangkan tangannya, tersenyum lebar yang terkesan dibuat-buat. "Silahkan masuk, Pak."
Malik memajukan tubuhnya, kemudian berbisik pelan ditelinga Lentera. "Balas chat gue," katanya pelan dan berjalan masuk.
Malik adalah pacar sekaligus mantan pertama Lentera. Tiga bulan lalu hubungan mereka berakhir setelah menjalani hubungan selama enam bulan.
Lentera menghindari Malik bukan karena dia belum move on, tetapi ada satu kesalahan dari dirinya yang membuat Lentera semakin merasa bersalah setiap bertatapan dengan Malik. Cowok itu masih saja baik, bahkan mau mengajak Lentera berbaikan seolah-olah telah melupakan semua yang terjadi.
"Lama banget, sih?!" Lentera mengerucutkan bibirnya begitu melihat Mahesa keluar sambil tersenyum lebar membawa buku tulis.
Mahesa menepuk kening Lentera menggunakan buku, lalu merangkul bahu Lentera dan berjalan. "Berantem dulu sama Lintang," ujarnya terkekeh kecil hingga matanya menyipit. "Eh, tadi ada Malik di dalam. Ketemu sama dia dong di depan?"
Lentera mengangguk, melepaskan rangkulan Mahesa kemudian berkacak pinggang. "Iya! Gue heran banget sama dia tau gak? Bisa-bisanya dia masih baik, kan gue jadi ngerasa jahat banget!"
"Emang lo jahat," balas Mahesa sarkas. "Baru nyadar?"
Cewek ini diam, tidak lagi membalas perkataan Mahesa. Karena memang benar, dia jahat. Lentera bahkan hampir gila memikirkan cara agar membalas semuanya, setidaknya bisa sedikit saja mengurangi rasa sakit yang dialami Malik.
🏮
"Cantik ya dia?"
Lentera, Pijar dan Sakya langsung menoleh ke belakang, mengikuti arah pandang Bima. Cowok itu berbinar-binar melihat sosok cewek yang sedang berjalan bersama teman-temannya menuju kantin. Dia adalah Jovita, anak 12 IPA 1, cewek yang disukai Bima sejak kelas 10.
"Jovita deket tuh sama Embun, kembaran Mahesa," usulnya terdengar masuk akal. "Minta bantuan aja ke Mahesa."
Bima berdecak, dia menggeleng kuat. "Mahesa mah gak bisa diandelin, Len. Main-main mulu anaknya, gak bisa serius."
Sakya menegakkan tubuhnya, dia menendang betis Bima dengan ujung sepatunya. "Lo juga sama aja."
Pijar membungkukkan tubuhnya, kini kedua sikunya bertumpu pada pahanya. Memandangi satu-persatu wajah teman-temannya. "Ajak kenalan. Jovita gak akan tau lo suka sama dia kalo lo cuma diam."
"Gak segampang itu. Gue deket dia aja udah ketar-ketir, apalagi disuruh kenalan? Bisa pingsan gue."
Bima ini kelihatannya saja fuck boy, suka godain cewek-cewek, tapi sebenarnya dia ini sad boy. Suka sama cewek diam-diam selama tiga tahun dan sampe sekarang tidak ada pergerakan sama sekali. Tidak sengaja bersebelahan dengan Jovita saja Bima langsung diam mematung kaya orang kesambet hantu.
"Cupu banget," sindir Sakya tersenyum remeh.
"Gak punya kaca?" tanya Bima tidak kalah sarkas.
Sedangkan Lentera dan Pijar saling pandang, tidak mengerti ke mana arah pembicaraan kedua orang aneh ini.
Kalau Sakya ini tidak pernah menunjukkan bahwa dia menyukai seseorang. Setiap ada yang deketin, dia selalu nolak dengan alasan tidak tertarik. Padahal ya, yang deketin dia cantik-cantik semua. Hidupnya santai tanpa beban, kerjaannya cuma ketawa-ketawa dan berdebat dengan Bima. Hal yang bikin dia sedih cuma kalah main game.
"Lentera!"
Zea melambaikan tangannya riang menghampiri Lentera. Ditangannya banyak sekali buku-buku tebal, bahkan tasnya juga terlihat penuh. Lentera bingung sebenarnya apa yang Zea bawa ke sekolah? Buku dan pena harusnya sudah cukup, kan?
"Ze, gak pulang?"
Zea nyengir lebar memperlihatkan giginya yang dipagari kawat gigi. "Ini mau pulang."
"Dijemput?" Karena biasanya Zea selalu dijemput oleh supir pribadinya atau pulang dengan Yaya. "Atau sama—"
"Sama gue," sahut Pijar mencangkokkan tasnya ke bahu kiri, dia mengambil alih buku-buku Zea. "Gue sama Zea balik duluan."
"Len, gue duluan, ya!"
Ketiganya memandangi punggung Pijar dan Zea yang semakin menjauh dibalik tembok. Masih bingung dengan yang terjadi barusan.
"Mereka udah sejauh … apa?" Bima bertepuk tangan takjub. "Perasaan baru kemarin Pijar ngaku suka sama Zea. Sekarang apa-apaan???"
"Len, itu si Zea temen lo gak ada cerita apa-apa?"
"Gak ada," jawab Lentera terkekeh kecil, dia bangkit menepuk-nepuk roknya. "Udah, yuk, pulang."
"Parah banget si Pijar diam-diam gercep juga!"
"Banyak belajar lo sama Pijar, Bim." Sakya memakai jaketnya yang tadi dia lingkarkan ke bahu. "Lo bareng gue aja, Len."
***
Pendek dulu soalnya masih awal.
Semoga gak bosan dan mengecewakan :)Osampai ketemu di part berikutnya, gaisss!
KAMU SEDANG MEMBACA
FRIENDZONE [slow update]
Teen FictionCeritanya rumit tapi sebenarnya gak rumit. *** Judul sebelumnya : Lentera (((Inlustris high school series 2))) Start : 9 November 2020 End : -