Cewek dengan dasi yang sudah kendur dan seragam berantakan ini menatap kosong sesuatu di depan sana. Sedangkan sosok cowok di sebelahnya diam menghisap sebatang rokok, menghembuskan asapnya ke udara. Bibirnya sesekali berdecak ketika abunya tidak sengaja jatuh mengenai baju seragam putihnya.
"Males banget mau pulang," ujar Malik ketika sudah selesai dengan nikotin itu. "Sepi, gak ada siapa-siapa."
Lentera meraih botol minuman dinginnya, meneguknya sedikit untuk membasahi dahaganya. "Jangan sungkan main ke rumah gue."
Hubungan kedua orang ini sebenarnya baik-baik saja. Hanya saja terkadang saat Malik bersikap baik padanya, Lentera merasa tidak enak hati. Padahal Malik sudah berulang kali mengatakan kalau dia sudah melupakan semua yang terjadi dan ingin berteman kembali dengan Lentera.
Keduanya sedang duduk di depan Indomaret, bersantai di sore hari setelah melakukan banyak kegiatan di sekolah.
Malik terlihat kacau sore ini dan Lentera bersedia menemaninya.
"Mas Lucio apa kabar?" tanya Malik mengingat sudah lama dia tidak bertemu dengan abang kedua si mantan. "Kerjaan lancar?"
Lentera terkekeh. Entah sedang menertawakan hal apa. "Makanya main ke rumah. Mas Lucio selalu nanyain lo, btw."
"Oh, ya? Nanyain gimana?"
"Kenapa gak main ke rumah lagi? Kalian nggak saling sapa setelah putus? Ajak dia main ke sini, Len. Mas mau mabar sama Malik." Lentera menirukan suara mas Lucio membuat Malik tertawa renyah. "Ya … gitu, deh. Berisik banget emang dia, tuh."
"Besok gue main, deh. Boleh, kan?"
Sontak Lentera memicingkan mata, mendorong bahu Malik. "Bolehlah!"
Bayangan wajah Malik tadi sore kembali bermunculan dipikiran Lentera, bibirnya melengkung ke bawah. Rasa bersalahnya semakin besar.
"Kalo lo butuh apapun, gue selalu ada."
Suara berat Malik terngiang-ngiang di otaknya.
"Lo tau kan, kalo gue sayang sama lo?"
"Heh, ngelamunin apa?" Bima menampar pelan—ralat, sedikit kuat pipi Lentera. "Malik ya?"
"Udahlah, kalo masih suka mending balikan aja."
Tidak ada satupun yang tahu alasan kenapa Lentera dan Malik putus. Sekalipun itu Pijar dan Bima yang sudah Lentera anggap saudara sendiri.
Yang mereka tahu, keduanya sudah tidak cocok lagi makanya putus. Padahal, bukan karena itu.
"Apa, sih! Ngaco banget kalo ngomong." Lentera menarik sebelah kakinya ke atas bangku, ditekuk. "Pijar sama Sakya mana, deh. Lama banget."
Lentera datang lebih dulu ke rumah Bima. Malam Jumat ritual mereka bertemu dan bergantian di rumah siapa setiap minggunya. Entah siapa yang lebih dulu mengusulkan agar mereka berkumpul setiap malam Jumat, yang jelas bukan Lentera. Bukan Pijar juga karena cowok itu anak baik-baik, tidak seperti Bima dan Sakya.
"Lagi ngocok mungkin."
"Bangsat—"
"Ngocok telur maksud gue. Siapa tau mereka belum makan, terus masak telur. Pikiran lo kotor banget, Len. Jangan banyak bergaul sama Sakya, otak lo jadi gak bagus."
"Otak gue negatif ya karena berteman sama lo, nyet!"
Tepat setelah mengatakan itu, motor Pijar dan Sakya berhenti di depan rumah Bima. Keduanya sama-sama turun dari motor lalu berjalan masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
FRIENDZONE [slow update]
Ficção AdolescenteCeritanya rumit tapi sebenarnya gak rumit. *** Judul sebelumnya : Lentera (((Inlustris high school series 2))) Start : 9 November 2020 End : -