Aku Ingin Tetap Percaya

65 9 0
                                    


Aku tau, aku bukanlah seseorang yang istimewa dalam hidupmu, Kia. Tapi setidaknya biarkan aku mencoba dan cobalah untuk membuka hatimu untukku. Jangan mencintainya, Kia. Aku tau itu egois, tapi terlalu munafik membiarkanmu mencintainya dan seakan aku bahagia mengetahui hatimu untuknya.


Tepat pukul 7, Kia datang menghampiriku ditempat yang telah disetujui. Tampat ini begitu sepi dan gelap sehingga aku tak bisa melihat wajahnya dengan jelas. Aku merasa janggal karena ia meminta tampat ini sebagai pertemuan kami.

"Maru" sapa Kia yang mendekat. Ia menarik lenganku dan membawaku ke tengah lapangan yang lebih terang.

"Aku masih ingin percaya padamu" ucapku lirih sambil menatap bola matanya. Aku bisa merasakan betapa dinginnya, tatapan matanya tak lagi hangat dan ramah.

"Kia, mari kita mengenyahkan hal yang tidak penting dan menyelamatkan hubungan kita" Kia hanya tertawa. Aku mengernyit, mengapa ia tertawa?

"Siapa Alex itu?" tanyaku tanpa aba-aba. Kia begitu tenang seakan sudah menyiapkan jawaban untuk pertanyaan ini.

"Mengapa kamu bertanya padaku? Tanyalah padanya" jawabnya dengan santai.

"Kia, Alex itu siapa kamu? Apa dia yang menjemputmu di rumah sakit? Mengapa kamu berbohong?"

"Mengapa pertanyaanmu banyak sekali?" Kia menatapku dengan tatapan yang sama.

"Kia"

"Marulli, mengapa kamu mempercayai Rio?"

Aku memperpendek jarak antara Kia dan aku. "Aku tidak percaya padanya" jawabku.

"Kalau memang tidak mempercayainya, mengapa kau mencurigaiku?" tanyanya dengan nada yang aneh, ia seperti sedang bermain dengan musuhnya.

"Apa sesulit itu menjawab pertanyaan sederhana?"

"Apa semudah itu kamu mencurigaiku?" tanya Kia sedikit berteriak.

"Kia! Berhenti balik bertanya. Mengapa kamu marah jika kamu tidak pantas dicurigai?" Aku mulai tersulut emosi.

"Ah menjengkelkan" ucap Kia mengalihkan pandangannya. "Alex dan aku jadian dua tahun yang lalu. Puas?" jawab Kia. Aku tak percaya mendengarnya, ia benar-benar meruntuhkan kepercayaanku dan menusukku dengan ribuan pedang dari belakang. Leherku tercekat.

"Apa kamu meminta bantuannya ketika Rio pura-pura mengancammu?" Mataku terasa perih namun aku masih tak ingin melepaskan pandanganku dari wajahnya, aku sedang berusaha mencari kebohongan di sana.

"Pura-pura?" Kia tertawa sinis. "Dia tidak berpura-pura. Ia benar-benar mengancamku. Aku ingin bantuanmu namun apa yang akan kamu lakukan jika aku meminta bantuanmu?" Kia benar-benar meremehkanku. Hatiku begitu sakit. Ngilu.

"Kau tak percaya padaku?" tanyaku pelan.

"Bukan tak percaya namun aku kasihan karena kamu anak manja kesayangan ibumu. Apa jadinya kalau kamu menghadapi Rio yang saat itu kalap? Saat kamu berkelahi malam itu saja kamu hampir mati di buatnya. Kamu pikir malam itu kamu menang? Kalau aku tidak turun tangan, habislah kamu, Maru"

"Mengapa kau tak bicarakan mengenai hubunganmu ini denganku? Aku bisa melakukan hal yang bagimu terbaik untukmu" Aku berusaha agar tidak terlihat seperti pecundang.

"Karena aku ingin bermain juga denganmu. Lagi pula jika aku melepaskanmu, si maklampir itu pasti akan sangat senang karena berpikir inilah kesempatannya"

Diantara Dua Hati (COMPLITED) (BACA DULU AJA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang