Aku melepaskanmu dan kau melepaskanku. Seperti merpati yang terbang bebas, aku ingin kita sama-sama bahagia meski tak bisa bersama.
Aku memasuki kantor dengan langkah pasti, tak lupa senyum pada staff yang sudah hadir. Jabatanku adalah Producer Eksekutif, betapa terkejutnya aku melihat Kia yang bergegas keluar dari kantor dengan langkah terburu-buru, namun ia berhenti begitu melihatku.
Kia menatapku dengan terkejut, sama terkejutnya denganku. "Kamu bekerja disini?" tanyanya melihat seragam dan tag name-ku. Aku mengangguk dan menunjuk Kia, "Kamu juga?" tanyaku dengan polos. Kia pun mengangguk kemudian tersenyum.
"Pantas saja teman-temanku heboh, ternyata staff baru yang dibicarakan banyak orang itu kamu" ucap Kia sambil sesekali tersenyum. "Ki, buruan!" teriak seorang pria berseragam yang sama.
Kia berlari dan menoleh, "Duluan ya, Ru". Aku hanya mengangguk dengan setengah tak percaya. Wah, mengapa dunia begitu sempit. Aku menggeleng pelan dan masuk ke dalam ruanganku.
Hari ini ada rapat dan aku melewatkan makan siangku karena pekerjaan yang menumpuk, setelah melaksanakan sholat dhuhur, aku pun langsung menuju ruang rapat. Proyek besar didepan mata dan kami mulai menyiapkan segala yang diperlukan. Rapat kali ini membahas Project Development, aku pun sedikit berbicara mengenai pembiayaan dan distribusi bersama Line Producer, Associate Producer,Producer Manager, dan bagian Production Departement.
Cukup lama membicarakan rincian pembiayaan produksi, sudah hampir tiga jam duduk sambil bicara banyak hal. Aku pun mulai bosan, tepat pukul empat kami memutuskan untuk menutup rapat. Aku bergegas pulang dengan semangat karena sudah terlalu capek hari ini.
"Selamat sore, Pak Marulli" sapa Staff Research Departement. Aku mengangguk, "Selamat sore juga, Sarah. Duluan ya" jawabku dengan ramah. Terdengar cekikikan yang seperti menggoda Sarah, aku ingin menoleh namun enggan melakukannya.
Aku setengah berlari menuju mobilku di parkir, Kia tiba-tiba menghampiriku. "Pulang, Ru?" tanyanya. Aku mengangguk namun bingung mau berkata apa.
"Nggak mau ngobrol sambil ngopi?" Kia menawarkan kopi. Aku menggeleng, "Tidak, aku sebaik pulang saja" tolakku dengan sopan. Aku merasa risih karena teman-temannya sedang melihat kami dari gedung di lantai 2. Aku pun menghidupkan mesin mobil dan tersenyum padanya sebelum jalan untuk pulang.
Aku melewati sebuah Mall yang cukup besar dan terlintas dibenakku untuk mampir. Aku mencari masjid untuk melaksanakan sholat ashar sebelum berbelanja. Selesai sholat, aku bergegas menuju supermarket di lantai dasar. Aku mengambil beberapa buah-buahan yang segar dan di bungkus ke dalam kresek bening.Aku pun memilih beberapa ikan yang terlihat segar. Dan kemudian berbelanja sayuran yang membuatku rindu akan masakan ibu.
Kini, aku hidup sendiri dan harus mandiri. Dulu, sewaktu di Austria setidaknya aku tinggal di sebuah asrama yang memiliki asisten dapur tapi kini aku tinggal di sebuah apartemen sendirian. Kalau lapar harus memasak dulu padahal biasanya sudah tersaji saat perut keroncongan.
"Wah, calon suami idaman" puji seseorang. Senyumannya tersungging begitu aku menatapnya, "Luna" desisku.
Luna ternyata sedang memperhatikanku dari ujung sepatu sampai rambut, "Pak Marulli menjabat sebagai Producer Eksekutive yah?" tanya Luna masih menatap tag name-ku yang tergantung disisi saku depan seragamku.
"Kamu langsung dapet posisi bagus karena udah berpengalaman yah?" tanyanya lagi. Aku menatap Luna yang terlihat penasaran.
Aku menggeleng, "Bukan. Tapi karena aku memiliki keterampilan"jawabku dengan percaya diri, Luna hanya tertawa melihat tingkahku yang membuat ekspresi senyum konyol. Aku hanya tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diantara Dua Hati (COMPLITED) (BACA DULU AJA)
Teen FictionAku melepaskanmu dan kau melepaskanku. Seperti merpati yang terbang bebas. Aku ingin kita sama-sama bahagia meski tak lagi bisa bersama. Ketika dipenghujung tercipta kelokan, aku memutuskan untuk tak lagi menjajari langkah. Dipenghujung jalan, kita...