Chapter 4

24 4 0
                                    

Milikilah sebuah HATI yang tak pernah membenci, SENYUMAN yang tak pernah pudar, SENTUHAN yang tak pernah menyakiti, dan PERSAHABATAN yang tak pernah berakhir...

------------------------------
---------------
-----


Ottawa, 02 Maret 2018

Pagi ini Tasya benar-benar lelah, bahkan ia sangat mengantuk karena tidak tidur semalaman. Entah apa masalahnya, ia sendiri pun tak mengerti.

Sekarang pukul 7 pagi dan ia masih duduk di atas tempat tidur, menyandarkan tubuhnya di tumpukan bantal sambil bermain ponsel. Lebih tepatnya membaca cerita di 'wattpad' dengan genre fantasi.

"Seandainya sihir itu ada, aku ingin punya sihir waktu." gumamnya pada diri sendiri.

-Sihir?

Tasya tiba-tiba tersenyum setelah ia baru menyadari perkataannya tadi. Tentang 'sihir' tentunya. Karena kata itu, ia jadi teringat dengan seseorang di masa lalu. Kejadian yang terjadi sekitar sembilan tahun lalu, saat ia sudah menduduki kelas dua di sekolah menengah pertama.

--------------------
----------

Jakarta, 13 September 2012

Lagi-lagi ia telat, padahal ia sudah berusaha untuk bergegas agar sampai tepat waktu di sekolah. Benar-benar membuat kesal. Gara-gara hal ini, ia di cap sebagai murid 'teladan', alias telat datang.

Dan sekarang, disinilah ia. Di halaman belakang sekolah yang bisa di bilang luas. Untuk apa? Tentu saja 'menyapu halaman'.

"Butuh bantuan, nona tomboy?" sebuah suara familiar yang selalu mengusik ketenangan tidurnya bahkan sampai terbawa ke alam mimpi.

"Eh? Ngapain lo disini? Masuk kelas sanaaaa." usir Tasya sambil mengibas-ngibaskan tangannya.

"Tadi gurunya belom datang, jadi aku nyusulin kamu. Kalaupun gurunya udah datang, aku akan tetap nyusul kamu." jelas Ihsan tersenyum tulus. Bahkan Tasya pun ikut tersenyum kecil menanggapinya.

"Lagi pula, aku kan ketua kelasnya, jadi wajar dong kalau ketua bantuin wakilnya."

Tasya mendesah ringan. "Terserah deh." ujarnya, lalu ia pun kembali menyapu.

"Jadi, butuh bantuan putri tomboy!" tanyanya lagi.

"Hm, seandainya boleh, akan langsung gue serahin sapu ini sama lo. Gue capeekk, San. Halamannya terlalu luas, berkali-kali lipat dari halaman rumah gue." ujar Tasya sambil berkacak pinggang. Kesal.

"Rumah kamu? Udah punya?" tanya Ihsan dengan nada menyindir.

Tasya memutar matanya kesal. "Rumah orang tua gue."

Ihsan hanya tertawa kecil lalu mengambil sapu lidi yang di pegang Tasya tanpa basa basi. Dan tanpa basa basi juga, pemuda itu langsung menyapu bersih setiap sampah ya terlihat.

"Ya ampun San, jangan. Nanti hukumannya bertambah. Trus, nggak cuma gue yang dihukum, lo juga. Sini, biar gue aja."

"Nggak apa-apa, yang penting di hukum bareng sama nona tomboy. Yang 'cantik' pastinya." ujarnya sambil melirik Tasya yang terdiam namun ia mengerucutkan mulutnya.

Tasya berjalan pelan mengikuti langkah Ihsan yang semakin jauh menyapu halaman. Melihat ada sebuah ranting dengan panjang satu jengkal di tanah, ia mengambilnya dan memutar-mutarkan ujungnya.

"Seandainya gue punya kekuatan sihir kayak Harry Potter, pasti semua kerjaan siap dengan cepat." ujar Tasya bergaya sebagai seorang penyihir.

Tangan kanan yang memegang ranting ia ulurkan kedepan, sedangkan tangan kirinya menggantung dan sedikit di bengkokkan kedepan. Kaki kanannya ia majukan kedepan, membuat jarak dengan kaki kirinya.

Humaira Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang