Apapun yang kita lakukan asal bersama, itu akan terasa indah dan penuh akan kenangan..
------------------------------
---------------
-----
Tasya mendengus kesal, sangat kesal bahkan karena kelakuan kedua sahabatnya itu tidak pernah berubah dari dulu. Dan sekarang disinilah ia berakhir, toilet.Ia menatap rambutnya dicermin yang kini sudah lumayan rapi karena tatanan sisir jarinya. "Dasar duo jones, nggak seneng banget liat rambut gue rapi."
Tiba-tiba muncul suara aneh yang sukses membuat Tasya meringis pelan sambil mengusap-usap perutnya.
"Aduh perut, gue minta maaf ya. Lo pasti udah laper banget kan, salahkan si duo jones yang suka tebar pesona tapi nggak dapet-dapet pasangan itu. Gara-gara mereka lo harus nunda laper deh."
Sejurus kemudian, Tasya kembali bermonolog sambil mengernyitkan dahi. "Memangnya apa hubungan suara perut gue dengan duo jones yang suka terbar pesona ?" entahlah. Ia hanya suka berargumen yang aneh-aneh. Mantra sihir beberapa waktu lalu adalah salah satu contohnya.
Tak ingin berdiam diri lebih lama, Tasya langsung keluar dari toilet dan bergegas menuju kantin.--------------------
----------"Tasya mana sih, lama banget dandannya, padahal dia kan nggak suka dandan. Apa mulai hari ini dia udah jadi cewek seutuhnya, wah ini pasti jadi berita yang paling hangat tu. Hh aduuuhh, gue lapar." rengek Ardi sambil mengelus perut ratanya, ia benar-benar sudah tak sabar ingin melahap makanan yang telah tersaji di hadapannya itu.
Dan Ihsan, ia masih setia mendengarkan sahabatnya ini berceloteh tak jelas sembari sesekali menggelengkan kepala maklum. Ihsan bingung, kenapa dulu Humaira-nya dengan gampang menjadikan Ardi sebagai bagian dari mereka berdua. Padahal dari dulu sifat Ardi tak pernah berubah, suka seenaknya, kepercayaan diri yang tinggi, mudah marah, dan yang paling Ihsan tidak suka adalah sifat 'sok'nya yang terlalu besar.
Sebenarnya ia sempat protes, namun karena dulu Ardi pernah berpihak pada Tasya dari teman sekelasnya, ia jadi mulai mau menerima kehadiran Ardi yang dirasa tidak mengganggu hubungannya dengan Humaira-nya.
"Nunggu lama ya ?"
Ihsan dan Ardi menoleh keasal suara dengan ekspresi yang berbeda.
"Nggak, kok. Duduk sini." jawab Ihsan yang selalu menyajikan senyuman untuk gadis yang paling dikaguminya itu.
"Bukan lama doang, tapi banget." cibir Ardi. Bukannya menanggapi, Tasya malah menarik makanan yang memang sudah dipesan untuknya.
"Pangsit ayam favorit kamu. Pasti udah lapar, kan ?" tanya Ihsan yang ikut menarik minumannya -coklat hangat- untuk mendekat.
"Gini, nih. Kalo udah merasa dunia milik berdua, semua di abaikan." Ardi mendengus kesal. Seharusnya ia tak usah menunggu kehadiran Tasya kalau ujung-ujungnya ia tak di gubris.
"Jangan ngambek, nanti jomblonya tambah lama loh."
Ardi tak mengindahkan ejekan sahabat cantiknya itu, sekarang yang terpenting baginya adalah makan. Jujur, perutnya sudah mengadakan demo besar-besaran karena ia tak juga menurunkan sembako.
Merasa ucapannya diacuhkan, Tasya mengerucutkan bibir kecilnya. Melihat sahabatnya kesal, Ardi menyeringai lebar. Ia sangat tau kalau Tasya akan kesal jika perkataannya tidak digubris.
"Jangan ngambek, nanti jomblonya tambah lama loh."
Pletakk
"Aww! Apaan sih, lo." Ardi meringis sambil mengusap keningnya yang dijitak kuat oleh Ihsan.
"Doa lo jelek." ujar Ihsan.
"Gue kan cuma balikin kata-kata Tasya, lagian kok lo yang sewot, sih!"
Tasya mendesah ringan. Ini bukan kali pertama ia menyaksikan kedua sahabatnya beradu mulut hanya gara-gara masalah selepe-ehemm-sepele maksudnya.
Tanpa mau masuk kedalam peperangan dua orang jomblo yang tampaknya belum ada jalur finish, gadis bersurai panjang itu lebih memilih menikmati makan siangnya.
"Bodo amat! Gue mau makan, nggak peduli apa yang lo bilang." ujar Ardi yang sudah tak tahan dengan perdebataan aneh ini.
Seketika-
-Hening!
Hanya terdengar suara alat makan yang beradu dari ketiga remaja menengah itu. Namun, bukan Ihsan namanya yang senang dengan suasana damai di sekitarnya itu.
"Sya, pulang sekolah nanti jadi bareng kan ?" tanya Ihsan di akhir kunyahannya. Ia menoleh kearah Tasya yang masih fokus dengan makanannya.
"Sya."
"Hm?" tanpa menoleh.
"Kita jadi pulang bareng kan?" tanyanya lagi.
Tasya hanya mengangguk sekali sebagai balasan. Bukan tak ingin bicara, namun ia memang tak suka berbicara ketika makan.
"Moduuussss..."
Dan bukan Ardi namanya kalau tidak menyahut perkataan Ihsan. Dan ini kesekian kalinya mereka berdebat.
--------------------
----------14.20 WIB
Anak-anak kelas 8-A berhamburan keluar ruangan setelah sang guru menyudahi kelasnya. Tak sedikit dari para murid yang mengeluh karena keterlambatan jam pulang mereka, dan salah satu murid itu adalah Ardiansyah.
"Aduuuhh, gue mulai ngantuk. San, gue bareng lo ya, nanti kalau gue bawa sepeda sendiri, bahaya."
"Lo nggak simak perjanjian gue dengan Tasya, ya." Ihsan melirik Tasya yang masih santai merapikan buku di atas mejanya. "Udah?"
Tasya menoleh ke asal suara lalu mengangguk. Namun sesaat kemudian ia menautkan alis sehingga matanya menyipit.
"Lo kenapa? Nggak ada tempat pulang?"
Ardi mendengus, wajahnya ia biarkan kusut agar bisa menarik simpati sahabatnya itu. "Ngantuk. Lo mau sendiri, nggak? Biar gue yang sa-"
"Nggak. Kalau emang ngantuk berat dan nggak sanggup pulang, lo masih bisa tidur disini, kok." balas Ihsan ketus.
"Dasar jomblo rempong, nggak pengen banget liat gue hidup senang." gumamnya kesal.
"Humaira, sebelum kita pulang, kamu mau kan temenin aku ke suatu toko?"
Tanpa banyak berfikir, Tasya langsung menyetujui ajakan Ihsan, toh itu hanya sebentar, jadi ia masih punya waktu untuk mengistirahatkan tubuhnya.
Mereka berdua pun beranjak pergi tanpa menyadari bahwa ada sosok lain yang mereka-
-lupakan.
"Giniin aja terus. Lagi-lagi di kacangin. Awas aja, suatu saat bakal gue kuliti." ujar Ardi kesal.
.
.
.
.
.
Kali ini up nya sedikit. Entah kenapa penyakit malas menulisnya muncul 😢Tolong untuk tetap semangati author yuuuppp..
Oh iya, nanti author juga bakal buat castnya, biar lebih enak ngayalnya, hahaha..
Ngayal sama pasangan sendiri? Ya, monggo..
KAMU SEDANG MEMBACA
Humaira
RomanceAku tak pernah tau kebahagiaan sesungguhnya sampai aku mendapatkan cintamu. Dan aku tak pernah tau kesedihan sesungguhnya sampai aku kehilangan itu. -Natasya Humaira Jika aku bagian dari dirimu, aku ingin menjadi tanganmu. Yang akan menghapus air m...