Wali Paidi 4
Keringat yg berbau kemenyan keluar dr pori-pori para prajurit raja jin, yakni Raja Ismoyo. Suasana tegang masih sangat terasa. Sakinah g tegangnya, ada perajurit yg sampai terkencing-kencing di celana. Hehehe
“Tuan wali, buat apakah korek tersebut kalau hamba boleh tahu,” tanya Raja Ismoyo.
“Buat menyalakan ini dan membuat ini,” jawab Wali Paidi sambil menunjukkan rokok dan kopinya.
“Hanya untuk itu,” tanya Raja Ismoyo heran.
“Ya…hanya untuk ini,” jawab Wali Paidi singkat.
Raja Ismoyo membatin dalam hati. Wali ini aneh, masak hanya gara-gara pengen ngerokok dan ngopi aja dia telah menghacurkan kerajaanku. Dasar wali semprul !
“Eeeitt…namaku Paidi, bukan semprul,” sahut Wali Paidi.
“Ah..maaf Tuan. Ternyata Tuan bisa membaca isi hati hamba,” Raja Ismoyo mulai takut dan heran.
“Trus…gimana? Sampeyan punya korek apa tidak,” tanya Wali Paidi lagi.
“Kalau hanya untuk menyalakan itu, pakai ini aja tuan,” jawab Raja Ismoyo sambil menjulurkan jari telunjuknya yg tiba2 bisa mengeluarkan api.
“Masya Allah…kalian kan memang terbuat dari api. Maaf baru ingat. Hehehe,” jawab Wali Paidi sambil cengengesan. Wali Paidi mendekati Raja Ismoyo, mengeluarkan sebatang rokok Dji Sam Soe refillnya dan mulai menghisap rokoknya.
“hu…Allah…hu…Allah,” begitulah yg terdengar ktk Wali Paidi merokok.
Selanjutnya Raja Ismoyo memanggil panglimanya dan berkata kepadanya. “Buatkan kopi buat tuan wali ini,” perintah Raja Ismoyo sambil mengambil kopi dari Wali Paidi dan menyerahkan kepada panglimanya.
“Jangan manis-manis..ya,” Wali Paidi berpesan.
Kerajaan milik Raja Ismoyo ini dikenal sebagai kerajaan yang paling angker dan ditakuti bangsa jin dan manusia. Tapi di hadapan Wali Paidi, kerajaan itu kini telah berubah
bagaikan warung kopi pinggir jalan.
“Sampeyan tidak merokok,” tanya Wali Paidi.
“Tidak,” jawab sang raja.
“Apakah sampeyan jin muhammadiyyah,” tanya Wali Paidi lagi.
“Saya tidak mengerti maksud tuan,” jawab Raja Ismoyo heran.
“Maaf, agama sampeyan apa,” tanya Wali Paidi.
“Saya tidak beragama,” jawab Raja Ismoyo.
“Oh…begitu,” gumam Wali Paidi. Keduanya lalu terdiam agak lama.
“Maaf tuan, mantra apa yg tuan baca, sehingga tuan tidak bisa dikalahkan oleh para prajurit saya,” tanya Raja Ismoyo penasaran.
“Hizb dan sholawat,” jawab Wali Paidi.
“Maukah Tuan mengajarkan kepada saya,” pinta Raja Ismoyo.
“Yaa…boleh. Tapi sampeyan harus masuk islam dulu,” jawab Wali Paidi.
Lalu Raja Ismoyo memanggil panglimanya, memerintahkan kepadanya untuk mengumpulkan seluruh rakyat dan semua prajuritnya. Dalam sekejab balai agung istana ramai dipenuhi prajurit dan rakyat, bahkan sampai meluber keluar istana. Selanjutnya Raja Ismoyo bersimpuh di kaki Wali Paidi diikuti seluruh rakyatnya.
“Kami dg suka rela siap masuk Islam, mengikuti agama Tuan,” kata Raja Ismoyo kepada Wali Paidi.
“Baiklah….ikuti apa yg aku ucapkan,” kata Wali Paidi.
Dengan suara yg sangat berwibawa Wali Paidi mengucapkan dua kalimat syahadat diikuti seluruh bangsa jin kerajaan Raja Ismoyo. Ucapan syahadat para bangsa jin ini menggema ke seluruh Gunung Arjuna. Bahkan seluruh hewan di Gunung Arjuna berhenti sejenak tidak ada yg bersuara mendengarkan ucapan syahadat ini.
Setelah mengucapkan dua kalimat syahadat, Wali Paidi mengajarkan pd mereka apa itu islam dan menjabarkan arti iman secara singkat. Selanjutnya Wali Paidi tinggal di istana Raja Ismoyo guna mengajari mereka cara sholat, cara berdzikir dan lain sebagainya. Setelah beberapa minggu tinggal di istana, Wali Paidi akhirnya mohon pamit kepada Raja Ismoyo.
“Kami masih butuh pencerahan dari tuan, sudilah kiranya tuan tetap disini beberapa hari lagi,” pinta Raja Ismoyo kepada Wali Paidi.
“Jangan kuatir, kelak aku akan datang lagi kemari,” kata Wali Paidi. Dan dengan tersenyum, Wali Paidi mendekati Raja Ismoyo dan memegang dada Raja Ismoyo, sambil berkata, “Ajaklah hatimu untuk dzikir terus menerus, ucapkan Allah…Allah….secara berkesinambungan. Dalam keadaan apapun teruslah berdzikir, dan berusahalah selalu dalam keadaan punya wudlu. Andai Allah mencabut nyawamu, kamu dalam keadaan suci”.
“Terima kasih tuan, pesan tuan akan kami laksanakan,” jawab Raja Ismoyo dengan penuh ta’dzim.
“Kalo hatimu sudah bisa berdzikir, maka Allah sendiri yg akan membibingmu,” kata Wali Paidi.
“Apakah kami akan menjadi wali kalau hati kami sudah bisa berdzikir sendiri,” tanya Raja Ismoyo.
“Ha..ha…ha….jangan sekali2 punya niat pengen menjadi wali. Karena keinginan itu termasuk nafsu, berdzikirlah karena Allah. Jangan ada niatan yg lain,” jelas Wali Paidi.
Setelah menghisap rokoknya, Wali Paidi berkata lagi, “Allah menjadikan manusia pemimpin di muka bumi ini, dan mengangkat para walinya dari kalangan manusia”.
“Ohh begitu…kalau Allah menghendaki begitu, kami sangat ridlo dg keputusan Allah tsb,” jawab Raja Ismoyo manggut-manggut.
“Kalau boleh tahu tuan ini wali yg bagaimana,” tanya Raja Ismoyo.
“Hmm…aku adalah wali abdal, wali pengganti. Kalo istilah dalam sepak bola sebagai pemain cadangan, wali tingkat rendah. Aku dulu hanya seorang abdi seorang kiai. Tugasku hanya menyiapkan rokok dan kopi. Setelah kiai saya meninggal, akulah yg dipilih Allah sebagai gantinya,” terang Wali Paidi.
“Jadi wali itu jumlahnya tetap sama dari dulu sampai sekarang,” tanya Raja Ismoyo dengan penuh penasaran.
“Iya, jumlahnya wali di seluruh dunia tetap sama. Karena setiap yg meninggal pasti ada gantinya. Biarpun kamu tidak ada hak untuk menjadi wali, kamu harus tetap semangat. Karena di mata Allah, derajat seseorang itu dilihat dr ketaqwaannya. Wali itu hanya title yg diberikan Allah buat para wakil2nya di muka bumi, guna untuk mengatur dan menata manusia. Dan wali dipilih dari para hamba yg dikehendaki-Nya. Bukan karena ibadahnya, bukan karena dzikirnya. Tapi karena kehendak Allah. Jadi salah besar kalau ada orang yg pingin atau mempunyai cita-cita menjadi wali,” jawab Wali Paidi.
“Terima kasih tuan…berkat tuan wali kami semua bisa masuk Islam,” ucap Raja Ismoyo.
“Eeeiitt….bukan aku yang mengislamkan kalian. Tapi Allah-lah yang membuka hati kalian. Kalau Allah tidak membuka pintu hati kalian, maka sekeras apapun aku berdakwah dan mengajak, kalian tidak akan menggubrisnya. Maka bersyukurlah kepada Allah yang telah mengislamkan kalian,” sahut Wali Paidi bernada tinggi dan dengan wajah serius.
Sontak Raja Ismoyo dan semua rakyatnya terdiam. Dalam kondisi kepala tertunduk, Raja Ismoyo me
ngucap lirih hamdalah dan diikuti seluruh rakyatnya. Akhirnya Wali Paidi pamit dan meninggalkan Gunung Arjuna diiringi Raja Ismoyo dan seluruh rakyatnya.
Sepeninggal Wali Paidi, Raja Ismoyo berubah menjadi santun. Suaranya tak lagi lantang layaknya orang marah. Dia menyeru kepada seluruh rakyatnya, “Rakyatku semuanya….nanti atau kapanpun, kalau ada orang yg ke Gunung Arjuna ini berbekal rokok dan kopi, jgn sampai di ganggu. Jagalah mereka sampai mereka meninggalkan Gunung Arjuna ini, demi menghormati guru kita Wali Paidi”. Ketentuan ini ternyata masih berlaku sampai sekarang.