Dua

904 33 0
                                    

Keesokan harinya. Saat sang tata surya menumpahkan kegarangannya pada bumi. Yang tak lupa dihiasi oleh birunya langit dan gumpalan awan putih yang menari. Azril mengajakku bermain di taman kota. Dan terus berlari mendorong kursi rodaku tanpa henti. Dia juga membeli dua botol balon cair. Lalu meniupnya bersama denganku yang diiringi angin sepoy yang menyejukkan. Tak lupa, dia memberiku makanan dan menyuapiku. Dia benar-benar merawatku dengan tulus. Aku selalu merasa nyaman didekatnya.

Tiba-tiba pikiranku teringat pada ucapan Ibu kemarin. Bagaimana bisa aku membicarakannya sekarang pada Azril. Sementara aku tak ingin dia pergi. Tak ingin kehilangan kekasih setulus dia.

Aku memberanikan diri untuk mengucapkannya. Mengucapkan rahasia yang tak mungkin bisa aku pendam.

“Mmm.. Azril. Aku mau bicara sesuatu sama kamu,” ucapku gugup

“Apa?”

“Sebaiknya kita berpisah saja,” jawabku sambil menundukkan pandangan.

Azril yang sedang tertawa bahagia. Seketika tawanya menghilang. Seperti kehilangan sesuatu yang sangat berharga.

“Kamu sedang bercanda? Haha.. Ini tidak lucu,”  jawabnya sedikit tertawa, seakan meremehkan ucapanku.

“Tidak. Aku serius. Aku sudah terikat dengan orang lain. Maaf aku tidak bisa melanjutkan hubungan denganmu,” jawabku masih dalam posisi yang tak berubah.

“Apa? Begitu mudah kamu mengatakan semua itu? Aku tidak bisa. Aku tidak bisa melepaskanmu begitu saja. Sementara aku masih menyayangimu,” sahut Azril dengan nada cukup tinggi. Emosinya mulai menyala.

“Maaf aku tidak bisa merubah keputusan itu,” sahutku dengan nada cukup tinggi juga. “Sebenarnya berat untukku mengatakan ini semua padamu. Tapi jujur saja. Aku juga masih menyayangimu, Azril,” air mata pun mulai menetes dari pelupuk mataku.

Tiba-tiba Azril memelukku dan air matanya pun mengalir ke atas pundakku

•••

Hanya dia, dan selalu dia [CERPEN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang