CHAPTER 11

398 41 9
                                    

Prangg..

Perkataan Revano terhenti karena suara gelas pecah dari seseorang yang kini menatapnya terkejut, seolah dia sedang melihat hantu.

"Bi... Bintang.."

Nextt

"Bi.. Bintang..." orang itu langsung menghambur kepelukan Revano. Mulutnya tak berhenti mengucapkan nama Bintang juga dengan isakannya yang pilu.

Revano sendiri mematung di dekapan orang yang kini tengah terisak di pelukannya. Entah mengapa hatinya menghangat mendengar suara orang itu.

"ma..maaaf sepertinya ada salah orang. Saya bukan Bintang, nama saya Revano" orang yang tadi memeluknya segera melepaskannya lalu menatap dengan lamat wajah Revano. Sementara itu anak pak Karta hanya menatap mereka bingung.

"enggak mungkin. Bibi yakin ini pasti den Bintang. Aden gak ingat sama bibi, ini bi Lasmi den.." ucap orang itu yang tak lain adalah Bi lasmi.

"ta..tapi saya beneran gak kenal sama ibu. Saya beneran bukan Bintang" ucap Revano yang kini merasa menyesal menatap wanita itu bertambah menangis dengan keras sambil terus menyebut nama Bintang.

Kerinduanya terhadap majikan kecilnya membuatnya hampir putus asa. Bagaimanapun juga ia yang merawatnya sedari kecil. Bi Lasmi juga tahu betul orang di depannya adalah Bintang.

Tapi bagaimana bisa, setaunya Bintang tidak mempunyai kembaran. Lalu orang di depannya ini siapa. Kenapa pelukannya sama hangatnya dengan pelukan Bintang.

Revano meraih tubuh bergetar itu kembali kepelukannya. Ia juga tidak tahu kenapa ia melakukannya, Revano hanya refleks melakukannya. Melihat wanita itu menangis entah kenapa membuat hatinya sakit.

"jangan menangis lagi, siapapun yang ibu rindukan pasti tidak ingin melihat ibu menangis seperti ini" perkataan Revano sukses membuat Bi Lasmi kembali terisak. Perlakuannya juga sama seperti Bintang.

Nyaman. Satu kata yang menggambarkan hati Revano sekarang ini. Sesuatu yang belum pernah ia rasakan selama ini.

Setelah sedikit lebih tenang Revano menuntun Bi Lasmi ke salah satu kursi yang ada di ruangan itu lalu mendudukannnya di kursi itu.

"minum ini dulu buk.." anak pak Karta yang ternyata bernama Akbar itu menyodorkan segelas air minum ke arah Bi Lasmi yang langsung meminumnya. Pak Karta sendiri juga keluar dari kamarnya karena mendengar suara tangisan istrinya. Yah, bi Lasmi adalah istrinya pak Karta.

"kalau boleh saya tahu, kenapa ibu memanggil saya dengan sebutan Bintang..?" tanya Revano.

Menurutnya nama Bintang teramatlah terasa familiar. Revano sendiri merasa lebih nyaman jika di panggil Bintang daripada Revano.

"ceritanya panjang. Apa kamu yakin mau mendengarnya..?" Tanya Bi Lasmi memastikan. Entah kenapa hatinya mengatakan ia harus menceritakannya kepada orang yang mirip dengan Bintang ini.

"ibu bisa menceritakan secara singkat saja, Revano akan mencoba mengerti" ucap Revano yakin, sementara Akbar dan pak Karta hanya diam saja membiarkan mereka berdua terlarut dalam masa lalu.

"dulu Bibi bekerja menjadi Art di Jakarta. Dan Bibi juga mendapatkan majikan yang keluarganya lengkap. Kedua orang tua dan juga kedua jagoannya. Anak sulung bernama Kelvin dan si bungsu bernama Bintang" Bi Lasmi menghentikan ceritanya sejenak lalu menatap Revano yang mematung.

"Kelvin sangat menyanyangi Bintang. Apapun pasti akan ia lakukan untuknya. Dan Bintang anak yang selalu terluka tapi menjadi ceria jika di luar..".

"hingga kejadian tiga tahun yang lalu..." Bi Lasmi menarik nafasnya lalu membuangnya berharap sesak yang menyakiti hatinya hilang bersama hembusan nafasnya. Tapi percuma saja semuanya terasa sia-sia.

Remember USTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang