Prolog

8 0 0
                                    



Dira menyesap green teanya. Masih terus menatap ke buku John Green yang sedang dibacanya. Cuaca Jakarta yang relatif berawan dan suasana cafe yang sedang sepi, membuatnya dapat membaca dengan tenang. Jam di tangannya masih menunjukkan pukul 11.00. Itu artinya masih ada satu jam lagi sebelum dirinya akan menerima ceramah panjang lebar dosen semiotikanya.

Cafe ini merupakan tempat favorit Dira ketika Ia memiliki jeda waktu kelas yang terlalu lama untuk ditunggu di kampus dan terlalu singkat untuk pulang ke rumahnya. Biasanya Dira akan mengunjungi cafe ini, sekedar untuk menyesap kopi atau green tea atau terkadang ketika perutnya sedang bernyanyi, Dira akan memesan sepiring nasi ayam teriyaki atau seporsi pasta. Hal lain yang disukai Dira mengenai tempat ini adalah cafe ini relatif sepi di siang hari serta memiliki fasilitas wifi yang dapat digunakannya untuk mengerjakan tugas atau sekedar membuka akun jejaring sosialnya.

Dira memalingkan matanya dari buku yang dibacanya ke arah jalanan. Sepertinya sebentar lagi akan turun hujan. Batinnya dalam hati. Dan benar saja, tiba-tiba rintik gerimis terdengar di telinganya. Terlihat di luar sana segerombol anak muda cowok yang sedang asyik berjalan kelimpungan untuk mencari tempat berteduh, sampai akhirnya salah satu dari mereka menunjuk cafe ini. Mereka pun menyebrangi jalan, salah satu dari mereka membuka pintu cafe lalu satu per satu dari mereka berhasil memasuki cafe ini dengan tubuh dan pakaian basah. Setidaknya itulah yang tertangkap oleh mata Dira. Mereka mengambil tempat duduk di sudut ruangan dihadapan Dira.

"Sialan, pake hujan segala," gerutu salah satu dari mereka.

Dira pun menggelengkan kepalanya mendengar gerutuan dari salah satu gerombolan anak cowok itu. Heran melihat mereka yang selalu saja menyalahkan hujan ketika sedang hujan. Ini adalah musim hujan dan tidak ada satupun di antara mereka yang membawa payung. Entah siapa yang salah. Hujan yang memang akhir-akhir ini sering turun di kota Jakarta ataukah segerombolan anak cowok tersebut yang tidak mau berjaga-jaga dengan sekedar membawa payung atau jacket parasit untuk melindungi tubuh mereka dari hujan.



Daniel menebas pelan bajunya yang basah akibat hujan yang datang secara tiba-tiba. Membasuh rambutnya yang basah dengan jari-jari tangannya. Daniel duduk bersama keempat temannya yang juga sedang sibuk membersihkan dirinya dari air hujan.

"Sialan, pake hujan segala," gerutu Daniel sembari membuka buku menu yang tersedia di meja.

"Bukan hujan yang salah kali, Dan. Kita yang salah karena kita gak bawa payung," balas Vino atas gerutuan Daniel.

Daniel hanya diam mendengar perkataan Vino, temannya itu. Sejujurnya harus diakui bahwa perkataan Vino benar. Sudah seharusnya Ia dan teman-temannya itu membawa payung di musim hujan seperti ini. Setidaknya tatkala hujan tiba-tiba turun, bajunya tak perlu basah seperti ini.

Setelah menyampaikan pesanannya kepada pelayan yang ada, Daniel memalingkan pandangannya. Mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut ruangan cafe ini. Walaupun kampusnya ada di depan bangunan cafe ini, tapi ini adalah kali pertama bagi dia untuk mengunjungi cafe ini. Menurutnya cafe ini tidaklah buruk. Penataan ruang yang minimalis dengan warna yang berani akan menenangkan siapa saja yang datang ke cafe ini.

Ketika Daniel mengedarkan pandangannya, tiba-tiba saja pandangan matanya terhenti pada satu titik. Ada seorang cewek di sana. Tidak, Ia tidak cantik, tapi ketenangannya selama membaca buku membuat Daniel heran. Cewek itu terus membaca dan seolah di ruangan ini hanya ada dia dan bukunya. Stylenya sungguh biasa, dan parasnya juga biasa. Ia hanya mengenakan jeans berwarna biru muda dan T-shirt yang dirangkap dengan parka warna biru tua. Hanya saja ada sesuatu yang Daniel rasa spesial dari perempuan tersebut dan entah apa.

"Dan, band loe jadi tampil di acara pentas seni fakultas kita?" tanya Reza, teman Daniel yang menjabat sebagai sie acara dari acara pentas seni fakultasnya.

Daniel yang sedari tadi hanya menatap sosok perempuan yang tengah asyik membaca buku itupun menoleh ke arah pemilik suara yang bertanya padanya tadi. "Mungkin jadi Rez, tapi belum pasti juga sih. Nanti deh gue kabarin lo lagi," jawab Daniel pada Reza.

"Buruan putusin ya, Dan. Biar entar kalo misal lo nggak bisa tampil, biar gue cari penggantinya,"

"Iya deh gampang," kata Daniel.

Mata Daniel kembali terarah ke tempat perempuan yang sedang duduk membaca tadi. Namun Daniel terkejut, ketika menyadari bahwa perempuan yang tadi duduk di sana membaca buku sudah tak ada lagi di meja itu. Dan yang Daniel lihat hanyalah pelayan cafe yang sedang membersihkan meja tersebut.

MenemukanWhere stories live. Discover now