2

3 0 0
                                    

Daniel menatap kertas kosong yang ada di hadapannya sembari terus memetik gitar kesayangannya untuk mencari nada yang tepat. Mencoba merogoh secuil inspirasi dari kepalanya. Berharap bahwa Ia menemukan setitik nada untuk menggores kertas putih itu dengan pena. Hari Jumat sudah dekat dan Ia belum berhasil membuat sebuah lagu untuk penampilannya dan band di hari jumat nanti.

Setiap hari Jumat Fakultas Seni Pertunjukan universitasnya memang selalu mengadakan pertunjukan kecil-kecilan yang diadakan di depan gedung fakultas mereka. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk melatih para mahasiswa mereka dalam menggubah lagu, menciptakan musik, dan melatih kemampuan mereka untuk tampil di depan umum. Acara ini bersifat terbuka, sehingga siapapun mahasiswa yang ingin melihat pertunjukan ini bisa datang ke halaman gedung fakultas seni pertunjukan.

Minggu ini, kelompok Daniel mendapat tugas untuk menciptakan sebuah lagu yang bisa mereka bawakan di pertunjukan hari jumat nanti. Daniel mendapat bagian menciptakan lagunya. Dan sialnya akhir-akhir ini Ia seolah kehilangan inspirasi untuk membuat sebuah lagu. Padahal biasanya Daniel bisa dengan mudah menciptakan sebuah lagu hanya dalam hitungan jam. Dan kini waktu dua haripun terasa begitu kurang bagi Daniel untuk membuat lagu.

Daniel kemudian meletakkan gitarnya dan melangkahkan kakinya untuk keluar dari kamarnya. Berjalan menuju garasi untuk mengambil sepedanya dan mulai mengayuhnya keluar rumah. Daniel memutuskan untuk bersepeda keliling kompleks rumah. Mungkin saja inspirasi bisa muncul saat Ia bersepeda.

Daniel dan musik memang tak akan pernah bisa dipisahkan. Berawal dari ketertarikannya pada gitar saat pertama kali Ia melihat kakak sepupunya bermain gitar, mulai merengek untuk di les kan musik sampai akhirnya Ia mahir memainkan alat musik kecuali tanbourine, mengikuti pelayanan bagian musik di grejanya, sampai akhirnya kini Ia memutuskan untuk benar-benar mempelajari musik di Fakultas Seni dan Pertunjukkan. Di Fakultas inilah, Daniel yang dulunya hanya tertarik dengan alat musik mulai tertarik dengan dunia tarik suara dan mulai belajar untuk bernyanyi. Daniel memang tak pernah dipisahkan dengan seni musik. Baginya tak ada yang lebih membahagiakan daripada bersentuhan dengan musik.


Dira sedang berdiri di depan ruangan administrasi gedungnya. Ia menarik napas panjang kemudian menghembuskannya dengan cepat. Dira sudah lelah, tugas magangnya di pers universitas membuatnya harus rela dengan lapang dada ditolak oleh sana sini ketika sedang mengorek informasi mengenai topik yang diberikan kepadanya. Ia tak menyalahkan pihak karyawan administrasi kampus yang menghindarinya ketika mulai menyebutkan topik berita yang akan Ia angkat. Topik ini adalah mengenai defisitnya anggaran kampus yang mencapai angka ratusan juta rupiah. Dan jujur, sebenarnya Dira begitu ingin menyerah dan menolak topik berita ini.

Dira kemudian meninggalkan kantor administrasi kampusnya dan berjalan menuju ke kantor pers universitas. Berniat untuk sekedar melihat pengumuman di sana dan beristirahat sejenak sebelum Ia akan mengikuti kelas mata kuliah sosiologinya satu jam lagi. Dira memasuki kantor pers universitasnya dan menyapa siapa saja yang ada di sana.

"Hai, Dira," sapa Iwan, bagian pimpinan redaksi yang sedang memainkan gagdetnya.

"Hai juga kak. Tumben kak, kantor kok sepi?" balas Dira kembali bertanya.

"Mungkin mereka lagi tenggelam dalam dunia perkuliahan, Dir," kata Iwan sambil terus menatap layar handphone.

"Nggak seperti kak Iwan ya, yang selalu tenggelam dalam dunia skripsi," gurau Dira pada Iwan.

"Yeeee, sialan lo. Berani banget nyindir senior," kata Iwan dengan memasang wajah sok galaknya, "Gimana kemajuan berita kamu? Sudah berhasil dapat data dari pihak administrasi?"

"Nihil kak. Setiap kali aku menemui mereka, awalnya mereka welcome banget, tapi waktu aku mulai ngomong tentang anggaran universitas yang defisit, mereka langsung mengusir aku dengan cara halus," kata Dira, bercerita tentang bagaimana susahnya dia mencari data mengenai topik berita anggaran yang defisit itu.

"Sepertinya memang pers kita nggak akan pernah bisa mengangkat berita itu, Dir. Mungkin nanti tugasmu akan diganti," kata Iwan sambil tersenyum kecut. "Pihak universitas terlalu menjaga rahasia itu," lanjut Iwan.

"Serius kak? Wah thank you banget, kak," kata Dira dengan mimik wajah yang lagsung sumringah. Dira benar-benar tak tahu harus bagaimana lagi kalau sampai Ia masih diberi tugas untuk mencari berita mengenai masalah ini.

Dira begitu mencinta dunia menulis. Cita-citanya waktu kecil ialah ingin menjadi seorang penulis. Ia suka menulis apapun,baik itu fiksi, opini, jurnalistik, pokoknya segala sesuatu tentang menulis selalu membuat Dira tertarik. Menulis sudah menjadi hobi Dira sejak kecil. Pada waktu Ia masih SMP dan masih tinggal di Semarang, Dira sudah sering mengirim puisi dan cerpen ke kantor mejalah remaja dan sudah ada beberapa karyanya yang ditampilkan dalam majalah tersebut.

Hanya saja sewaktu SMA, saat Dira dan keluarganya harus pindah ke Jakarta lantaran mengikuti ayahnya yang dipindah tugaskan ke Jakarta, Dira tak pernah mengirimkan naskahnya ke kantor redaksi majalah seperti saat SMP. Dira hanya menjadikan tulisannya sebagai koleksi pribadinya yang menghiasi memory di laptopnya. Sesekali Dira memposting tulisannya di blog pribadinya yang viewersnya sudah mencapai ratusan ribu. Dan kecintaannya akan menulis telah membawanya untuk menempa dirinya di jurusan komunikasi yang terkadang membuatnya bingung lantaran ilmunya yang tak pasti. Dan mimpi menjadi seorang penulis telah dikuburnya dalam-dalam.

MenemukanWhere stories live. Discover now