5

0 0 0
                                    

Setelah menerima pesanannya berupa caramel machiatto dan juga chesse cake, Dira duduk di dekat jendela kaca besar yang menghubungkan pemandangannya dengan jalanan depan kampusnya. Dira mengambil laptop dari dalam ransel berwarna tosca miliknya. Membuka laptopnya untuk sekedar mencicil makalah yang harus dikumpulkannya tiga hari lagi. Seharusnya hari ini Ia mengerjakan tugas itu bersama Nadia karena tugas tersebut merupakan tugas kelompok. Namun, bukan Nadia namanya kalo dia tidak terlambat. Seperti hari ini, Nadia datang 30 menit lebih lama dari waktu yang telah mereka sepakati.
“Kamu ya, Nad kebiasaan telatnya nggak ilang-ilang,” kata Dira mengomel ketika Nadia duduk di hadapannya dengan membawa satu cup cappuccino frapenya.
“Sorry, Dir. Tadi gue ngurus proposal dulu buat acara gue,” kata Nadia.
“Dasar, kamu tukang ngaret,” gerutu Dira sambil membalikkan laptopnya ke arah Nadia. “Nih, aku udah coba kerjain sebagian kemarin, kamu coba baca dulu, Nad,” kata Dira sembari menyuapkan sepotong cheese cake ke dalam mulutnya.
Dira menunggu respon Nadia atas tugas semalam dikerjakannya. Dira mengeluarkan handphonenya dari dalam saku parkanya, memeriksa apakah ada pesan masuk baik itu sms maupun pesan dari jejaring sosial seperti BBM, Line, dan What’s app.
“Kayaknya sih bab satunya udah bagus, Dir menurut gue,” kata Nadia sembari membalikkan laptop Dira kembali menghadap Dira. “Nih copy-in ke flashdisk gue, biar nanti gue coba buat bab duanya,” kata Nadia sembari menyodorkan flashdisk berwarna biru kepada Nadia.
“Oke deh, entar begitu kamu selesai bikin bab duanya, kirim ke e-mailku ya,” kata Dira.
“Beres, Bos,” kata Nadia sembari mengacungkan jempolnya ke arah Dira.
“Nad, kamu kosong kan? Ke mall yuk, mau nggak?” ajak Dira pada Nadia.
Tangan Nadia secara spontan memegang kening Dira mengecek apakah Dira sedang sehat atau tidak. Pasalnya, Nadia tahu benar bahwa Dira adalah spesies langka yang membenci mall dengan segala isinya. Biasanya, Dira akan memiliki seribu satu alasan untuk menolak pergi ke mall ketika Nadia mengajaknya ke mall.
“Dir, lo sehat kan?” tanya Nadia setelah mengecek suhu tubuh Dira dan menemukan bahwa suhu tubuh Dira normal.



Nadia dan Dira berjalan memasuki sebuah café yang ada di dalam mall. Setelah lelah mengitari mall dan belum mendapatkan satupun barang yang cocok untuk dijadikan kado untuk hadiah ulang tahun untuk Dera, Dira memutuskan untuk membeli kopi terlebih dahulu sambil mengistirahatkan kakinya.
“Lo, mau cari kado yang kayak gimana sih  buat Dera?” tanya Nadia sambil terus menatap layar handphonenya.
“Nggak taulah, Nad. Seleranya Dera sama aku kan beda banget,” kata Dira pasrah sembari menyeruput greenteanya.
“Makanya, jadi orang jangan tomboy-tomboy banget,” kata Nadia sambil meletakkan handphonenya ke atas meja.
“Kalo aku pikir-pikir kayaknya Dera punya selera yang sama kayak kamu deh, Nad. Mending kamu pilihin ajalah tas yang menurutmu bagus dan cocok buat dia,”
“Ya gampang deh,” kata Nadia sembari menyuapkan potongan chesse cake ke dalam mulutnya.
Dira dan Nadia kemudian hanya diam. Keduanya sibuk dengan gadget mereka masing-masing. Nadia dengan social medianya dan Dira dengan game barunya.
“Nadia!” kata seorang cowok yang suaranya sudah sangat familiar di telinga Nadia.
“Lho, Kak Daniel??!! Ngapain lo di sini?” tanya Nadia, terkejut.
“Ini, gue lagi nungguin mama belanja di supermarket. Daripada bosan mending gue beli kopi dulu,” kata Daniel.
“Jadi lo sendiri? Sini gabung bareng gue dan Dira aja,” kata Nadia mempersilahkan Daniel untuk bergabung bersama mereka berdua.
“Iya Kak, duduk bareng kita aja,” imbuh Dira meyakinkan Daniel.
“Oke deh,” kata Daniel sembari duduk di sebelah Nadia. By the way, kalian ngapain di sini? Shopping ya?”
“Gak kok, Kak. Gue nemenin si Dira cari kado buat adiknya,”
Setelah itu Daniel dan Nadia banyak membicarkan mengenai kabar keluarga besar mereka. Dira yang tak mengerti tentang bahan pembicaraan mereka hanya diam dan berkutat dengan handphonenya. Hingga tiba-tiba satu ide muncul dikepalanya.
“Kak Daniel, mau aku wawancarai?” tanya Dira pada Daniel secara tiba-tiba sehingga memotong pembicaraan Daniel dan Nadia.
“Wawancara untuk apa?” tanya Daniel dengan mimik muka herannya.
“Untuk rubrik sosok di majalah timeline,” jawab Dira. “Jadi gini, Kak dua bulan lagi timeline akan menerbitkan majalah. Nah, di dalam majalah itu ada rubrik sosok dan karena belum ada satupun orang yang kami wawancarai, aku berniat untuk wawancara kak Daniel,” kata Dira menjelaskannya dengan begitu semangat.
“Dan kenapa aku yang diwawancara?” tanya Daniel pada Dira.
“Ya karena menurut aku Kak Daniel cocok untuk mengisi rubrik ini. Karena tema yang kami angkat itu tentang kampus, jadi kami berniat untuk mewawancarai Kak Daniel sebagai sosok yang popular di kampus ini,” kata Dira menjelaskan mengenai topik wawancaranya tersebut.
“Sejak kapan gue popular?” tanya Daniel spontan.
“Oke, aku ralat mungkin bukan kak Daniel yang popular tapi metafora band yang popular,” jawab Dira.
“Kalo yang popular metafora kenapa gue yang diwawancara?”
Dira sudah hampir hilang kesabaran untuk menjelaskan maksudnya mewawancarai Daniel, meningat Dira bukan tipe orang yang pintar untuk berbicara. “Atau gini saja kak, biar aku bawa dulu ini ke rapat redaksi. Masalah nanti yang diwawancara adalah Kak Daniel atau Metafora band, aku kabari kalau hasil rapat sudah keluar,”kata Dira menyerah.
“Oke,” kata Daniel menyetujui usulan Dira.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 21, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

MenemukanWhere stories live. Discover now