Hari ini ada yang berbeda, bukan jalanan pun taman. Dibalik dinding beratap ini kita saling menatap. Mencari-cari cara agar bisa bersentuhan, memadu kasih dan melupakan segala masalah yang ada. Kala itu kamu mengecupku dengan manis, sembari melontarkan kalimat yang samar terdengar. "Aku ingat seseorang", kalimat yang mampu meruntuhkan segala bahagia yang ada dalam diriku. Bagaimana bisa kalimat itu terlontar darimu yang sedang mengecup mesra bibir seorang wanita yang jelas-jelas telah jatuh sepenuhnya padamu.
Kuputuskan untuk menghapus kalimat itu dari pikiran. Mungkin aku salah dengar, itu caraku menenangkan segala pikiran liar ini. Berhari-hari setelahnya, aku masih bisa mendengar dengan jelas kalimat itu. Berputar-putar bagai sebuah rekaman butut yang tak bisa dihentikan. Segala cara kuperbuat untuk melupakannya, nihil. Kalimat itu masih sangat jelas dipikiranku, mengolok-olok segala kebimbanganku; yang pada akhirnya meruntuhkanku.
Ketika malam tiba, sekitar pukul 12; aku menerobos dingin yang diciptakan keheningan. Berbekal satu buku berisi curahan hati, aku berniat menghampiri tempat tinggalmu. Tak kuketuk pintu kamarmu saat aku sampai, hanya berdiri sembari memikirkan bagaimana cara pamit paling romantis. Pikiranku buntu, entah harus bilang apa kalau-kalau kamu membuka pintu ini setelah kuketuk. Akhirnya, buku bersampul hitam-putih dengan garis merah muda itu aku titipkan pada dinginnya malam ini. Aku kembali, pada tempatku, pada posisiku, pada hidupku; yang tanpa kamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Singgahmu tak sungguh.
RomanceJika memang tak punya keinginan tuk menetap, jangan pernah memuji dalam tatap. - aksa - Bandung, 28 April 2018