Serpihan 5

2K 246 10
                                    

WARNING TYPO BERTEBARAN!

AUTHOR POV

"Kenapa nggak langsung nikah saja? Lagipula kalian kan sudah saling mengenal sejak kecil. Bunda pun bahkan kenal dengan kedua orangtua Yuki dan masih ingat jelas betapa baiknya mereka sama Bunda."

Abi menghela napas panjang lalu menyeruput kopi hangat di hadapannya. "Nggak bisa secepat itu, Bun, meski kita bahkan pernah saling mengenal. Lagipula kita pun juga butuh proses untuk saling mengenal kembali setelah berpisah bertahun-tahun."

Ira meletakkan buah-buahan yang telah dipotongnya di meja dihadapan Abi lalu duduk dihadapannya. "Proses apa lagi sih yang kamu butuhkan? Lagipula kamu nggak takut apa kalau nanti Yukinya malah direbut sama laki-laki lain."

Ira menggeleng-geleng kepala saat melihat anaknya hanya terdiam. Bukannya memaksa anaknya untuk segera menikah. Ira hanya takut bila nanti anaknya hanya memberikan harapan palsu pada gadis yang bahkan dulu sudah dia anggap anak sendiri. Terlebih setelah dia mengetahui bahwa lamaran Abi ditolak.

"Abi Al Fauzi, bunda mau tanya sama kamu, apa kamu melaksanakan ta'aruf dengan Yuki hanya sebagai alasan pelarian kamu dari Nindya?"

Abi memejamkan matanya sejenak. Ketika Bundanya sudah menyebut nama lengkapnya maka yang ada hanyalah sebuah keseriusan dan kejujuran baginya dalam setiap jawaban dia berikan.

Hingga Abi pun berkata, "Aku takut ketika nanti aku menjalin rumah tangga dengan Yuki, yang ada di pikiranku malah perempuan lain. Bagiku melaksanakan ta'aruf ini bertujuan untuk membantuku melupakan sosok Nindya dan belajar lebih mengenal sosok Yuki."

Ira tersenyum mendengar jawaban anaknya itu. "Alhamdulillah, setidaknya mendengar bahwa kamu tidak menjadikan Yuki sebagai pelarian dari Nindya sudah membuat Bunda lega, tetapi ingatlah jangan pernah memainkan hati seorang wanita. Hati wanita itu bagaikan kaca yang jika itu pecah maka seperti apapun caranya untuk mengembalikan kaca itu seperti semula, maka tak akan berhasil."

"Aku berjanji tak akan pernah menyakiti hati Yuki, Bun."

Ira tersenyum lalu meraih tangan Abi dan mengelusnya. "Bunda harap kamu selalu memegang janjimu itu, Nak."

***

Di tempat lain, Yuki sedang sibuk bermain dengan keponakannya, Icha, gadis kecil yang masih berusia 5 tahun itu adalah anak dari sepupunya, Arin.

Usia Yuki dan Arin yang tak terlalu jauh membuat Yuki selalu nyaman bercerita segala sesuatu dengannya. Apalagi sifat Arin yang sudah seperti seorang sahabat baginya.

"Jadi siapa laki-laki itu?" tanya Arin tiba-tiba membuat Yuki tersadar dari lamunannya.

"Mbak, ngomong apa sih? Yuki nggak ngerti maksudnya?"

Arin tersenyum lalu duduk di hadapan Yuki dan Icha yang ada di gendongan Yuki.

"Kamu pura nggak tahu atau emang lupa? Jelas-jelas laki-laki yang mengajak kamu ta'aruf kemarin lagipula Gilang juga sudah cerita semuanya ke aku. Jadi siapa namanya laki-laki itu?"

Yuki menarik napas singkat sebelum menjawab, "Abi. Abi Al Fauzi."

"Namanya bagus tapi menurut kamu dia orangnya gimana?"

"Dia... Dia baik, pekerja keras, dan..."

"Dan? Ganteng?" lanjut Arin sambil terkekeh.

"Apaan sih, Mbak!"

"Udahlah, Ki. Kamu nggak perlu bohong lagian kelihatan mukamu udah kayak kepiting rebus tuh!" Yuki pun langsung menundukkan kepalanya. Aduh, memang sampai semerah itu ya?

Jodoh untuk Abi ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang