Serpihan 10

1.9K 227 13
                                    


Selang tak lama dari lamaran, akad segera dilaksanakan. Sesuai dengan permintaan Yuki, mahar yang diberikan Abi adalah seperangkat alat sholat serta bacaan Al-Quran surat Ar-Rahman.

Yuki tak akan pernah lupa bagaimana laki-laki yang kini menjadi suaminya itu membacakan surat Ar-Rahman dengan merdu, membuat beberapa tamu dan keluarga bahkan mengalirkan air mata termasuk dirinya, serta membuat Yuki semakin yakin bahwa Abi adalah yang terbaik baginya.

Setelah akad, dilanjutkan resepsi. Resepsi pernikahan mereka terbilang sederhana, namun tetap sesuai tuntunan dalam syariat, dimana tamu laki-laki dan perempuan dipisah ruangnya sehingga tak terjadi campur baur, riasan yang digunakan Yuki pun terkesan sederhana sehingga tak terlalu berlebihan. Tamu yang diundang  sebatas keluarga, beberapa teman terdekat, serta rekan kerja. 

Bukannya Abi tak mampu menyelenggarakan resepsi yang 'istimewa', tetapi ini semua adalah permintaan Yuki. Cukup yang sederhana, namun tetap sesuai syariat.

Setelah semua acara selesai, Yuki dan Abi memutuskan kembali ke hotel. Iya, keluarga mereka telah memesankan kamar hotel untuk mereka.

Jika boleh jujur semenjak acara resepsi selesai, jantung Yuki tak pernah berhenti berdegup. Dirinya begitu gugup mengingat ini malam pertama mereka. Apa yang harus dia lakukan?

Yuki menarik napas panjang berusaha menormalkan degupan jantungnya yang semakin kencang, apalagi ketika melihat Abi tiba-tiba melepas bajunya di depan Yuki. Wajah Yuki seketika memanas. Yuki segera menundukkan pandangannya ke arah lantai.

Abi yang melihatnya hanya mampu menahan tawa melihat wajah gadis di ranjangnya ini tiba-tiba memerah.

"Apa kamu lupa kalau hubungan kita sudah sah?"

Yuki mengigit bibir bagian bawahnya. Seolah pertanyaan Abi semakin membuat pipinya serasa memanas. "I-iya, Mas. Maafin saya. Saya masih belum terbiasa dengan hal seperti ini," jawabnya terbata.

Abi tersenyum. Kemudian dia berjalan mendekat ke arah Yuki yang sedang duduk di ranjang. Lalu berjongkok di depannya menyamakan tingginya dengan Yuki.

"Lalu untuk apa kamu menunduk? Apa kamu masih tetap mau menunduk seperti ini sementara aku, suamimu, ada di depanmu?"

Yuki menelan ludahnya lalu mendongak melihat wajah Abi yang berada sangat dekat dengannya. Yuki sebenarnya mengakui bahwa Abi memang memiliki wajah tampan. Namun, berada dengan jarak sedekat dengannya seolah membuat dirinya semakin gugup.

Sedangkan, Abi tersenyum melihat pipi gadis itu yang merona merah. Mengingatkannya pada remaja yang sedang jatuh cinta.

"Mulai sekarang kita pakai aku-kamu dan kamu harus membiasakan itu," ucap Abi.

Bak anak kecil, gadis di hadapannya itu mengangguk pelan.

"Sekarang, kamu bisa istirahat dulu selagi aku ke kamar mandi," ucap Abi sebelum beranjak dari posisinya lalu mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi, meninggalkan Yuki yang masih merona di ranjang.

Gadis itu memang sudah membersihkan diri terlebih dahulu bahkan sebelum Abi kembali ke kamar hotel.

Setelah Abi selesai, dia melihat Yuki telah terlelap nyenyak di ranjang mereka. Abi berjalan mendekat ke arah Yuki lalu membenarkan posisi selimut Yuki.

Mungkin sekarang Abi benar-benar mengakui bahwa gadis yang kini berstatus sebagai istrinya itu memiliki wajah yang sangat cantik. Apalagi ketika melihatnya tidur seperti ini, membuat Abi entah kenapa tak mampu menghilangkan senyuman dari wajahnya.

Abi pun segera menyelesaikan semua urusannya sebelum dia ikut tidur di samping Yuki sambil memeluk tubuh gadis itu.

***

Jodoh untuk Abi ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang