Serpihan 12

1.9K 230 24
                                    


WARNING! TYPO BERTEBARAN!

***

Tepat 1 minggu setelah kecelakaan berlangsung, Abi senantiasa menemani Nindya di rumah sakit. Laki-laki itu selalu menyempatkan waktunya seusai kerja untuk berkunjung ke rumah sakit ditemani oleh Pak Fatah.

Dan betapa senangnya Pak Fatah saat mendengar bahwa besok putrinya itu sudah boleh pulang ke rumah. Abi tersenyum lega melihat Pak Fatah yang tak henti-hentinya mengucap syukur.

Ini mungkin hari terakhirnya berkunjung di rumah sakit. "Maaf, besok mungkin aku nggak bisa nganterin kamu dan Pak Fatah pulang," ucap laki-laki itu.

Nindya mengangguk mengerti. "Nggak apa-apa. Malah aku yang seharusnya minta maaf sama kamu. Aku ngerepotin kamu sama Yuki padahal kan kalian pengantin baru. Ngomong-ngomong, gimana kabar istri kamu?"

Abi tersenyum, membayangkan hari-harinya yang kini selalu dihiasi oleh tingkah lucu gadis itu. "Alhamdulillah, dia baik-baik aja."

"Kapan-kapan aku bakal berkunjung ke rumahmu dan usahakan waktu aku ke sana aku udah bisa lihat momongan."

Abi hanya mampu tersenyum. Momongan ya? Perasaan baru kemarin dia dan Yuki bicara tentang momongan. Abi benar-benar hanya mampu tertawa dalam hati mengingat malam itu, saat dia bertanya pada Yuki tentang berapa anak yang gadis itu inginkan.

  'A-aku boleh-boleh aja. Asalkan mereka jadi anak yang sholeh-sholehah.' 

***

Di tempat yang sama, Yuki dan Arin keluar dari ruangan dokter kandungan yang biasa Arin kunjungi. Hari ini Arin memang meminta Yuki untuk menemaninya berkunjung ke rumah sakit karena suaminya sedang dinas di luar kota.

Yuki sedaritadi tak pernah berhenti tersenyum saat melihat hasil USG kandungan milik Arin. Gadis itu benar-benar kagum dengan ciptaan Yang Maha Kuasa itu, melihat sendiri bagaimana bayi di dalam kandungan Arin telah tumbuh. 

Apalagi saat dia membayangkan dirinya yang tidur di ranjang dan melihat bayinya di dalam kandungan seperti tadi plus ditemani oleh sang suami, membuatnya semakin tak mampu membendung rasa bahagia di hatinya.

"Kenapa senyum-senyum sendiri?" tanya Arin tiba-tiba saat mereka sedang menunggu antrian pembayaran.

"Cuma bayangin aja kalau aku ada di posisi yang sama kayak Mbak Arin sekarang. Oya ngomong-ngomong, Mbak udah nyiapin nama buat bayinya belum?"

"Belum. Kamu ada saran nggak?"

Yuki langsung mengangguk semangat. "Berhubung bayinya laki-laki maka namanya Ilyasa Faiz Zyhair. Ilyasa diambil dari nama nabi ke-20, Faiz yang artinya menang, dan Zyhair artinya pandai atau istimewa. Gimana menurut Mbak?"

"Kamu dapat inspirasi dari mana nama itu?"

"Itu sebenarnya nama yang diusulin Mas Abi buat anak kita nanti."

"Lha kok malah kamu saranin ke aku, nggak kamu pakai namanya?"

Yuki tersenyum lalu dia mengeluarkan selembar kertas yang berisi daftar nama penuh dari atas ke bawah. "Aku dan Mas Abi nggak cuma ngusulin satu nama, tapi ada 20 lebih. Nggak apa-apa Mbak kalau mau pakai 1, aku masih punya 19."

Arin terkekeh mendengar ternyata pasangan pengantin baru itu sudah menyiapkan nama untuk anak mereka nantinya. "Oke, mungkin aku bilangin dulu ke suamiku, dia setuju atau enggak."

Yuki mengacungkan jempolnya. Kemudian tak lama, nama Arin dipanggil untuk melakukan pembayaran di kasir.

Yuki menunggu di ruang tunggu. Perempuan itu mengedarkan pandangannya ke sekitar hingga matanya berhenti ke arah sosok yang sedang berjalan menuju lobi rumah sakit, bertanya sesuatu kepada karyawan disana.

Meskipun Yuki hanya melihat  punggung laki-laki itu, entah kenapa hatinya begitu yakin bahwa dia sosok yang tak asing lagi bagi dirinya.

Hingga saat laki-laki itu menolehkan sedikit wajahnya ke arah samping, mata Yuki membulat sempurna.

Yuki langsung beranjak dan hendak berjalan ke arahnya, tetapi laki-laki itu terlanjur pergi dan masuk ke salah satu kamar pasien terlebih dahulu.

"Yuki, aku udah selesai nih. Yuk pulang!" ajak Arin, membuat Yuki hanya mampu menghembuskan napasnya dan mengangguk. 

Meski hatinya yakin, Yuki benar-benar harus membuktikan sosok laki-laki yang sempat dilihatnya tadi.

***

"Jadi kamu bener-bener yakin itu Abi yang kamu lihat di rumah sakit tadi?"

Yuki mengangguk sambil tetap fokus pada jalan. "Aku yakin banget itu Mas Abi masih pakai jas kantornya. Tapi ngapain ya Mas Abi ke rumah sakit?"

"Udah coba kamu telpon dia tadi?"

Yuki menggeleng.

"Mungkin dia lagi jenguk karyawannya kantornya, kamu jangan suudzon dulu ya."

Yuki menghembuskan napasnya sebelum berkata, "Perasaanku nggak enak, Mbak."

***

Yuki sudah memutuskan setelah mengatar Arin pulang ke rumahnya, dia kembali ke rumah sakit untuk memastikan semuanya. Hatinya benar-benar terasa tak nyaman bila dia hanya meninggalkan hal ini begitu saja. Lagipula kalau memang Mas Abi sedang menjenguk karyawan kantornya, toh tak ada salahnya dia juga ikut menemani suaminya.

Yuki masih ingat kamar berapa yang laki-laki itu masuki. Yuki segera berjalan menuju kamar itu. Beruntung dirinya bisa melihat kondisi di dalam tanpa harus masuk, lewat kaca yang ada di bagian pintu kamar.

Yuki menjulurkan kepalanya. Tubuhnya bergetar hebat saat melihat suaminya sedang duduk di ranjang menemani sosok yang tak asing lagi di matanya.

Gadis itu langsung melangkah mundur. Tangannya mengepal. Air mata kini mengalir di wajahnya.

Dia tidak bisa membayangkan apa yang tadi dilihatnya. Tidak, tidak mungkin yang duduk disitu adalah suaminya. Bagaimana mungkin suaminya berbuat hal seperti ini?!

Yuki menggeleng keras hingga pintu kamar terbuka menampilkan sosok yang benar-benar ingin dienyahkan dari pikirannya sekarang.

"Y-yuki, kamu..." Kalimat Abi dipotong cepat oleh gadis itu, "Maaf, Mas. Yuki pamit dulu," ucapnya lalu segera pergi dari hadapan Abi. 

Perempuan itu langsung berjalan cepat ke arah mobil dan melajukan gasnya, meninggalkan laki-laki yang daritadi mengejar dan memanggil namanya.


***

Hai! Maaf baru bisa update sekarang. Gimana udah penasaran belum sama kisah Mbak Yuki dan Mas Abi selanjutnya? Ditunggu komen dan votenya ya readers

Oya, jangan lupa juga berkunjung ke story baru saya judulnya 'Jerawat 7 Biji' Silahkan cek di lapak sebelah ya :)

Salam,

sazafani

Jodoh untuk Abi ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang