DILEMA 2 HATI

7 3 1
                                    


                                            Lumajang 2018

Kali ini curhatan hati dari sahabatku yang bernama Dilla. Sebenarnya aku baru mengetahui kebenaran dari rahasia yang Dilla simpan dariku, alasannya sama. Karena aku tidak pernah seirus.
Hmm, sepertinya aku harus mengubah sikapku.

Waktu itu-didepan pokja Administrasi Perkantoran-Tes pertanggung jawaban, Dilla berkata kepadaku.
"Ndu aku mau curhat, tapi nanti aja setelah ini"katanya yang membuatku KEPO berat.

Mm, sepertinya aku mencium aroma-arom- Oke Stop, aku seperti Roy Kiyosi sekarang. Radarku mulai berkerja.
"Tentang apaan? " tanyaku memastikan.

"Nanti aja, habis ini." Katanya lagi yang semakin membuatku penasaran.

"Ayolah tentang apa? Mungkin aku sudah tau. " Kataku sambil tersenyum menggodanya.

Sepertinya Dilla sedikit terkejut dengan ucapanku  "Tau apaan lo?"

"Mangkanya kasih tau dulu Saiton tentang apaan? Tentang cowok."
Akhirnya Dilla mengangguk sedangkan aku, aku hanya terseyum semakin menggodanya.

"Yah! Tau dari mana lo? Bila? Atau Jamilah? Hah." Bisa kupastikan Dilla sedang malu berat.

Dengan entengnya aku hanya berkata  "Enggak tuh, tau sendiri kan disini dinding dan pintu ada telinganya. "
Oke, aku pembohong handal sekarang.

Aku ingat saat itu kami duduk ditempat paling pojok, Bila sibuk dengan memperbarui handphone nya, Dila siap untuk bercerita dan aku sibuk membaca novel William dari Risa Saraswati penulis Novel dan film Danur. Gila! Semua novelnya aku suka banget, terutama kisah para sahabat Belandanya. Semua kisahnya memiliki karakteristik tersendiri, Ah! Aku jadi ingin bertemu dengan Peter, Hanshen, Wiliam, Hendrik dan Hans.

Oke stop! Ini ceritanya Dilla bukan cerita mereka.

" Gini guys, kalian tau sendiri kan kalau dari dulu gue suka banget sama mas Udin, tapi saat mas Udin nggak pernah memberi kepastian. Terus muncul mas Ali yang jadi pacar gue saat ini. Tapi mas Ali itu gimana ya? dia itu kayak playboy gitu tapi saat gue minta putus dia bilang kalau dia serius sama gue. Gue jadi bingung. " Cerita Dila
Hening seketika, Bila sibuk bertengkar dengan wifi yang lemot dan aku yang seirus membaca novel. Tapi itu tidak membuat Dila berhenti bercerita.

" Ditengah kebingungan gue, hadirlah Wahid." Ucapnya lagi.

Saat itu aku mulai tertarik mendengarkan  " Wow, nggak kurang banyak tuh." Celoteh pertamaku.

" Ada lagi kali Ndu, dulu ada mas sok cakep, trus ada mas Aji kakaknya Nur yang super alay." Dengan entengnya Bila membongkar semuanya.

" Yaaaaaa. Jangan ikut-ikutkan mereka berdua, okey. Geli gue. " Terang Dilla.

" Kagak nyangka gue Dil. Terus sama mas Muslim Muslim itu juga." Tambahku.

" Yaaaaaa! Tuhkan males gue kalau cerita sama kalian." Ngambek Dilla.

Aku dan Bila hanya bertos-ria
" Oke oke next. Ujar Bila.

" Saat gue bingung sama mas Ali, Wahid hadir dalam hidup gue. Meksipun kita hanya kenal 1- 2 minggu, tapi dia memberikan semua hal yang gue inginkan dari mas Ali. Pacar gue. Itu yang membuat gue berat untuk melepas Wahid, Ndu. "

" Tapi dia tau kalau lo udah punya pacar?" Tanya ku memastikan.

" Tau tapi dia tetep menyatakan perasaanya dan saat itu gue juga sedikit punya perasaan sama mas Ali. lo tau lah-"

" Cinta karena terbiasa." Kataku langsung.

" Yah gitu, dulu gue nerima mas Ali karena rasa kasihan gue karena dia udah menyatakan perasaannya beberapa kali, kita sering nelfon, vidieo call dan ketemu cuma beberapa kali sampai harus LDR karena dia merantau kerja. Gue udah terbiasa dengan kehadirannya, Yah meskipun jarang komunikasi. Apa ini karma Ndu?"

" Trus, yang membuat lo Dilema itu  dimananya? Secara lo dekat dengan Wahid hanya sebentar dan sekarang lo udah punya perasaan buat mas Ali meskipun sedikit."  Jujur aku masih bingung dengan jalan ceritanya.

" Biasa Rin, karena Udin." Saut Bila tiba-tiba.

" Hah! Apaan sih ini, tambah kagak ngerti gue."

" Lo tau Ndu, Wahid itu mirip banget sama mas Udin. Kepribadiannya, sikapnya mirip banget sama dia. Itu yang membuat gue dilema." Ucap Dilla menerangkan.

Oh, oke. Sekarang baru ngerti jalan ceritanya gue.

" Saat Wahid ngajak gue pergi, dia menyatakan perasaanya. Dia juga bilang kalau dia itu udah lama putus sama pacarnya yang udah 4 tahunan karena pacarnya selingkuh dari dia, gue juga menceritakan perasaan gue saat pacaran sama mas Ali dan dia ngerti. Bahkan dia yang merangkaikan kata-kata yang harus gue gunakan untuk putus sama mas Ali." Tutur Dilla lagi.

" Trus lo kirim?" Tanyaku.
Kalau Bila jangan ditanya, dia masih sibuk bertengkar dengan wifi perpustakaan.

" Ya nggak lah, secara mas Ali kayak gitu orangnya dan berakhir hanya dengan menghapus nomernya mas Ali dari handfhone gue. Lo tau yang menghapus siapa? Wahid sendiri. Dia bilang Udah, nggak perlu membalas chatnya lagi’ gitu Ndu.”

“ Tapi kok, kayak maksa ya Dil." Disitu, firasatku sudah tidak enak.

" Mmm, katanya sih, gue itu orangnya asik, kayak masuk kriterianya gitu. Mangkanya dia menyatakan perasaanya terus karena nggak mau kehilangan cewek kayak gue, katanya dia itu pernah kejadian seperti ini. Suka sama cewek tapi keburu ditikung sama yang lain dan dia nggak mau terulang lagi." Ujarnya panjang lebar.

Entah kenapa, kok aku merasa aneh dengan sosok Wahid yang Dilla ceritakan.

" Jadi intinya, lo pilih yang mana nih Dil? Mas Ali atau Wahid. Atau lo mau pilih mas Aji. Hahaha." Akhirnya sekian lama bertengkar dengan wifi perpus, Bila ikut nimbrung.

" Tapi gue takut karma guys, kalau gue milih Wahid, otomatis kan mas Ali tersakiti dan gue nggak mau kena hukum karma." Dilla sedikit kawatir.

" Tapi menurut gue, nggak akan ada karma lah Dil. Gini ya, yang nggak mau putus siapa? Mas Ali kan. Lo hanya ingin membahagiakan diri lo sendiri, tetap bersama pun, lo dan mas Ali nggak akan bahagia kan. Nanti kalau mas Ali merasa tersakiti, ya itu resiko dia yang nggak mau putus. Resiko lo itu cuma satu, lo udah punya perasaaan sama mas Ali. Udah itu doang.” Kesimpulanku pada akhirnya.

" Ya nggak bisa gitu dong Ndu. Namanya membuat komitmen bersama, ya putus harus kesepakatan bersama. Agar tidak ada yang tersakiti." Bila sok bijak.

" Iya gue ngerti, tapi kan-."

" Gini Ndu, ibarat sebuah pernikahan. Kalau si cewek yang minta cerai sampai guling-guling sekalipun tapi cowoknya nggak mau kan nggak bisa cerai mereka." Ucap Dilla.

Heran gue sama Dilla, dia yang punya masalah kenapa dia yang ngasih solusi ke gue.

" Eeei, ya nggak bisa disamaain sama pernikahan juga kalik. Pernikahan itu ada ikatan yang sah dan aturan yang harus dipatuhi sedangkan ini, ini hanya pacaran guys." Kataku tidak terima argumenku disangkal. Maklum, aku orangnya tidak mau mengalah meskipun salah. (

" Gini aja deh, kalau lo masih Dilema. Lo punya 2 pilihan. Anggap Wahid itu sebagai cobaan atau pilihan." Yaelah, puitis bener gue.
" Kalau lo anggap Wahid cobaan, ya anggap aja dia cobaan dalam hubungan lo sama mas Ali tapi kalau sebaliknya, lo anggap Wahid pilihan. Lo harus pertimbangin lagi deh, kenal dia lebih dekat. Takutnya nih ya, kalau lo ngelepasin dia, lo sendiri yang nanti nyesel." Kataku final dan sepertinya Dilla maupun Bila setuju dengan ucapanku.

" Gue masih bingung Ndu, disatu sisi semua hal yang gue inginkan itu ada di Wahid tapi dilain sisi gue juga takut sama hukum karma. Lo tau sendiri kan kalau karma itu nyeremin. so, tunggu cerita gue selanjutnya deh."

~Bersambung~

Girl's Diary Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang