1

1K 69 67
                                    


"Ayo, ayo, cepetan lari, *Komo! Keretanya udah mau berangkat. Sini tasnya!" Jiyeon mengambil tas dari tangan bibinya yang tersengal-sengal seolah kehabisan napas.  (*Komo = Bibi dari pihak ayah)

Suara dari speaker stasiun kereta terdengar nyaring, memberi tahu kalau kereta ekspres malam jurusan Busan, Busan Station – Seoul, Seoul Station akan segera diberangkatkan. Jiyeon lari ditempat saat menunjukkan karcis ke petugas di pintu masuk, sekalian menunggu bibinya tiba.

"Pak, suruh jangan berangkat dulu dong keretanya. Komo...! Lari...!" Jiyeon berlari ke gerbong terdekat. Wajahnya semakin panik saat peluit ditiup.

Sebelum kereta bergerak, dua orang petugas membantu Bibi Wonhee-sedikit menyeret-untuk tiba di pintu gerbong.

"Terima kasih, Pak," seru Jiyeon kepada dua petugas itu, sedangkanBibi Wonhee hanya bisa terduduk di lantai depan toilet, mengatur napasnya yang menderu seperti kereta. Nyaris saja mereka ketinggalan. Bisa disamber gledek-maksudnya dimarahin keluarga besar, kalau mereka sampai terlambat datang. Ini saja waktunya sudah mepet. Mereka akan sampai di Seoul sekitar pukul empat pagi dan acara akan dimulai pukul sembilan.

Bibi Wonhee belum bisa bicara. Hanya tangannya menggapai-gapai, meminta air mineral di tasnya yang dicangklong Jiyeon. Begitu botol air mineral diserahkan, dihabiskannya air yang masih tiga perempat itu, padahal Jiyeon hendak meminta seteguk dua teguk.

"Yah, majalahku ketinggalan di mobil. Nggak ada bahan bacaan deh," Keluh Jiyeon ketika ingat majalah National Geographic-nya nggak sempat diambil waktu mereka buru-buru keluar. "Komo, kita di Gerbong lima, yuk kesana dulu." Jiyeon mengulurkan tangan, membantu bibinya bangun.

Susah payah Bibi Wonhee berdiri. "Kalau sekali lagi Pak Seo lupa ngecek kesiapan mobil, kupecat saja dia. Kejadian seperti ini nggak sekali dua kali. Dia itu karena sudah lama bekerja pada kita, jadi semaunya."

"Komo, besok itu acaranya di rumah aja, kan ?" tanya Jiyeon yang agak repot mengatur tas-tas yang dicangklong agar tidak mengenai penumpang sepanjang dia lewat lorong gerbong. Sesekali, Bibi Wonhee yang mengikuti dibelakangnya bilang, "Permisi, maaf, numpang lewat."

"Di hotel. Padahal, ini baru tunangan lho, Jiy, tapi sudah ngundang banyak orang. Bagaimana nanti saat pernikahannya, ya? Makhlum, calonnya oppamu kan orang kaya. Oh ya, bajuku yang di tas putih sudah di bawa, kan ?" tanya Bibi Wonhee.

Jiyeon mengecek tas yang ada padanya. Dua tas warna hitam, satu tas warna cokelat, dan satu lagi warna hijau tentara. Nggak ada yang warna putih. "Tas putihnya ditaruh mana, Komo?"

"Ya ampun." Wajah Bibi Wonhee memucat. "Tasnya masih di kamar. Aduh, bagaimana ini. Padahal baju buat acara dan peralatan make up ada disana semua. Gara-gara Pak Seo ini. Sudah terlambat ngantar, pakai acara mogok segala. Huh!"

"Tapi, dompet kebawa kan, Komo? Di Seoul nanti, Komo bisa beli baju," hibur Jiyeon. Mereka sudah sampai di Gerbong 3. Sesaat, mereka harus berhenti berjalan karena ada beberapa orang berdiri di lorong, mengatur-ngatur barang bawaan mereka di bagasi atas dan di depan tempat duduk.

"Ya tapi kan, baju itu sudah dijahit lama, Jiy. Mahal pula. Lagian, beli baju ukuran XXL kan nggak semua toko punya. Belum kita nyampe sananya jam berapa, emangnya sudah ada toko yang buka?" Bibi Wonhee mencari-cari HP di saku celananya. "Coba aku telepon Yejin eonni dulu, siapa tahu ada baju yang bisa kupakai. Eh, kita gerbong berapa? Ini gerbong berapa?"

"Gerbong tiga, masih dua lagi. Kursi nomer 5A dan 5B. Komo mau yang dipinggir atau dekat jendela?"

"Aku yang dekat jendela saja. Halo? Eonni? Iya, sudah di kereta. Tadi hampir saja telat. Nggak tahu deh, kalau sampai ketinggalan. Pak Seo itu bikin masalah lagi. Kenapa nggak dipecat saja, sih? Lama-lama kerjaannya nggak ada yang beres. Mobil sering dibawa jalan-jalan sendiri sama keluarganya. Ada saja yang rusak saat diperlukan. Iya, tadi itu mogok, kehabisan air radiator terus bannya bocor juga." Bibi Wonhee masih meneruskan keluhan tentang Pak Seo hingga mereka tiba di gerbong 5.

D I ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang