10

229 53 61
                                    



Jiyeon menerima telepon dari Nyonya Eunhye ketika dia sedang packing. Malam nanti, dia akan kembali ke Busan, jadi dia membereskan semua barang-barangnya pagi ini. Sebenarnya, Jiyeon agak tidak mengerti kenapa Nyonya Eunhye mengundangnya makan siang dalam rangka ulang tahun Moonsoo. Namun, karena ibu itu ramah dan baik banget, Jiyeon tidak bisa menolak. Tak apalah, sekalian pamitan. Setidaknya, pada Moonsoo biar dia nanti tidak nyari-nyari, pikirnya.

Dia pergi sekitar pukul sepuluh untuk belanja beberapa barang dulu, oleh-oleh buat teman-temannya di Busan. Sebenarnya, bukan itu alasannya. Jiyeon pergi lebih awal karena Yoona datang untuk bertemu dengan Siwan dan dia tidak mau melihat adegan apapun di antara mereka. Proyek Dejanufikasi sudah harus dimulai.

Karena Jiyeon tukang belanja cepat-membeli sesuai daftar dan tidak berminat dengan barang-barang lain, juga karena kondisi keuangan, maka dia sudah sampai di rumah Nyonya Eunhye pukul setengah dua belas. Sudah lumayan masuk jam makan siang, tapi ternyata belum begitu di rumah ini.

"Wah, senangnya kamu datang lebih awal. Ahjumma membeli banyak bahan masakan, tapi belum memasak apa pun. Kamu bisa bantu?" tanya Nyonya Eunhye. Jiyeon tersenyum kering. Dia hanya bisa masak air dam ramen. Dapur bukanlah keahliannya. Ya, dia bisa jadi waitress, dan pastinya sangat bisa mencicipi dan makan, tapi memasak? Oh, tidak.

"Saya nggak bisa masak, ahjumma," aku Jiyeon.

"Tenang saja, ahjumma juga tidak bisa," kata Nyonya Eunhye santai. Sudah pasti bercanda dan hanya menghibur saja. "Hari ini, ulang tahun Moonsoo. Biasanya, kami masak istimewa. Yang dimaksud kami itu adalah aboeji dan Myungsoo..."

He? Myungsoo masak? Mission impossible. Bukannya orang yang tidak berperasaan tidak mungkin bisa membuat masakan? Bumbu utama masakan kan cinta? Kata orang sih. Tunggu. Dia tidak bisa masak, berarti tidak punya cinta? Ah, kok malah kemana-mana sih pikirannya. Jiyeon merutuki dirinya sendiri.

Jiyeon mengikuti Nyonya Eunhye ke dapur. Di meja, ada banyak sekali bahan masih dalam keadaan utuh dan terbungkus.

"Moonsoo akan pulang pukul satu, jadi kita punya waktu satu setengah jam. Myungsoo aboeji masih dalam perjalanan pulang. Myungsoo-nya sendiri tidak tahu deh lagi dimana. Pagi-pagi sudah pergi. Semoga saja dia bisa datang sebelum pukul satu. Ehm, begini, bisa minta tolong mengupas dan mengiris sayur-sayuran ini?" Nyonya Eunhye memberikan beberapa petunjuk cepat tentang apa yang harus dilakukan Jiyeon. Jiyeon hanya melongo saja untuk beberapa detik.

Mereka berdua sibuk di dapur hampir satu jam. Sebagian masakan sudah jadi. Jiyeon hampir tidak percaya kalau dia benar-benar dapat bertahan di dapur tanpa membuat kesalahan parah. Memecahkan setengah lusin telur secara tidak sengaja sehingga memaksa Nyonya Eunhye membuat menu tambahan-omelet, cukup dapat dimaafkan.

"Jiyeon, bisa minta tolong lagi. Ahjumma harus jemput Moonsoo. Sekolahnya dekat dari sini kok. Ini ayam sudah ahjumma bumbuin, tinggal digoreng saja. Ahjumma tinggal sebentar ya. Untuk sementara dua jenis masakan cukup dulu deh, tunggu Myungmin ahjussi dan Myungsoo balik, biar mereka yang nerusin nanti. Kamu goreng saja ayamnya. Ahjumma akan segera balik." Nyonya Eunhye meninggalkan dapur tanpa memberikan kesempatan pada Jiyeon untuk bilang....

"Saya nggak berani menggoreng ay.... hhh...." Jiyeon menundukkan kepala lemah. Dengan lemah pula dia mendongak. Potongan-potongan daging ayam di mangkuk besar penuh bumbu itu tampak seperti bom molotov. Memang agak berlebihan, tapi masuk akal, untuknya.

Tidak usah digoreng aja apa ya, nunggu Eunhye ahjumma pulang.

Jiyeon menghela nafas berat. Sebelum menghidupkan kompor, dicarinya dulu tutup panci yang cukup besar untuk melindunginya dari bom ayam itu. Dicobanya beberapa gerakan menangkis dan menghindar. Sepertinya lumayan. Jiyeon juga menyingkirkan beberapa benda untuk mengamankan jalur pelariannya. Dia mungkin agak berlebihan, tapi tidak ada salahnya berjaga-jaga.

D I ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang