18

214 52 69
                                    

Mian, ternyata updatenya gak bisa jam 9. Eh tp gak masuk hitungan telat kan ini, heheh. Selamat Membaca.

















Tiga bulan kemudian....

Memikirkan orang itu bikin capek. Dasar monster menyebalkan. Jangankan berita, gosip saja tidak ada sama sekali. Kirim-kirim kabar kek. Udah ngajak jadian, begitu disetujuin malah adem-adem saja. Minimalnya ngomong apa gitu. Gimana tindakan selanjutnya. Emang tidak niat! Jiyeon senewen sendiri. Bagaimana tidak. Dia sudah menebalkan muka untuk jadian dengan Myungsoo, tapi lelaki itu sama sekali tidak ada respon baik. Sekali saja telepon atau SMS pun tidak. Maunya apa sih? Yang benar saja. Terinjak-injak nih harga diri, rutuk Jiyeon.

Justru, Moonsoo yang kadang suka menghubungi Jiyeon.

Jiyeon sebenarnya ingin bertanya, dimana hyungnya, tapi tengsin, nanti dipikir ngebet banget. Padahal sih, dia hanya penasaran, apa hubungan yang terjadi antara mereka sekarang. Minimalnya mereka koordinasi atau apa gitu lah, menyamakan pandangan dan persepsi, menyampaikan visi dan misi. Jadi kalau ada orang yang bertanya, bisa dijawab.

Lama-lama gerah juga. Putusin aja apa ya. Lagian, mereka hanya jadian palsu demi menyelamatkan diri. Iya, putusin aja, batin Jiyeon bertikai sendiri.

Jiyeon mondar-mandir di kamarnya. Mau menelepon Myungsoo, tapi masih ragu. Setelah mengajak jadian itu, dia sama sekali tidak pernah menghubungi Myungsoo. Pikirnya Myungsoo-lah yang akan menghubunginya. Tapi, ditunggu hari demi hari sampai tiga bulan ini kenapa sama sekali tidak ada hasilnya.

Dia kesal setengah mati. Suka sama dia juga tidak. Mungkin salahnya juga sih sok jadian sama orang macam Myungsoo. Sudah tahu menjerumuskan diri sendiri, tapi tetap saja dilakukan. Tapi itu langkah darurat untuk menghentikan teror Yoona dan Siwan.

"Ah, bodo, telepeon aja." Jiyeon menelepon nomor Myungsoo.

Lama tidak ada yang menjawab, sampai terputus sendiri. Dia mencoba sekali lagi. Sama. Tidak ada yang menjawab. Kalau tiga kali tidak dijawab, maka itu berarti putus. Dan seumur-umur Jiyeon tidak akan meneleponnya lagi. Sumpah!

"Halo." Eh, ada yang menjawab disana. Suara Myungsoo bukan ya? Jiyeon agak lupa.

"Kim Myungsoo?" tanya Jiyeon. Duh, kenapa suaranya jadi serak begini sih. Gugup Jiyeon.

"Iya. Ada apa?" tanya Myungsoo dingin. Ugh, memang harus disetrika lelaki ini biar panas.

Jiyeon menahan diri untuk tidak meledak. "Lagi ngapain?" Jiyeon mendengar suara lumayan ramai di belakang Myungsoo. Ada musik dan orang-orang berteriak.

"Lagi di acara ulang tahunnya Sohee," jawab Myungsoo ringan.

Ulang tahunnya Sohee? Jadi dia sekarang mau bergaul dengan Sohee? Bagus... bagus...

"Apa kamu mau menyampaikan sesuatu?" Jiyeon masih mondar-mandir. Berharap Myungsoo akan menjelaskan sesuatu sehingga dia tidak perlu meledak nanti.

"Nggak."

"Jadi kita hentikan disini saja?" suara Jiyeon bergetar karena jengkel. Laki-laki itu menjawab seperti tidak pakai mikir apa ya.

"Oke," jawab Myungsoo, lalu menunggu telepon ditutup.

Jiyeon menyeringai dan mengomel-ngomel tanpa suara. Oke? Dia bilang oke? Bisa-bisanya bicara begitu, tanpa beban, tanpa pertanggungjawaban. Menyebalkan sekali. Buang saja ke laut orang seperti itu!

Dilemparkannya ponsel ke ranjang, kemudian ditutupi bantal, lalu dia memukul-mukul bantal tersebut berkali-kali.

"I hate you! I hate you! I hate you!" teriak Jiyeon sembari memukul bantalnya.

D I ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang