12

172 41 41
                                    



Tidak mudah untuk melepaskan seseorang yang dicintai. Tidak mudah pula menyingkirkan benda-benda yang memilki kenangan dengan orang itu. Hampir seharian Jiyeon berkutat dengan foto dan pernak-pernik yang didapatkannya dari Siwan, memisahkannya ke tiga kotak dengan label BAKAR, SIMPAN, SUMBANGKAN. Rasa sayang membelenggunya sehingga kotak SIMPAN-lah yang paling penuh.

Dejanufikasi ternyata menyesakkan. Harus dengan tekad kuat, baru bisa melanjutkan prosesnya. Ini pun baru tahap satu, mengurangi atau membuang benda-benda kenangan.

"Ayo, Jiyeon, semangat!" Dibongkarnya lagi isi kotak SIMPAn dan disortir ulang. Setiap kali memasukkan sesuatu ke BAKAR atau SUMBANGKAN, batin Jiyeon teriris. Tapi setiap kali itu juga dia merasa sedikit lebih ringan. Atau itu hanya semacam ilusi perasaan. Entahlah.

Bila nanti Siwan menanyakan dimana barang-barang yang pernah diberikannya. Jiyeon akan bilang terus terang, tapi tidak semuanya. Dia melakukan spring cleaning alias bersih-bersih total pada kamarnya untuk membuat suasan baru demi menyambut semester baru. Kamar yang luas akan melapangkan pikiran, begitu kira-kira alasannya.

Tahap kedua yang harus dijalaninya nanti adalah pengakuan dan pengucapan selamat tinggal. Tentu saja tidak akan melakukannya di depan Siwan, itu sih sama saja menyerahkan kepala. Dia akan nmengakuinya di puncak gunung nanti. Meneriakkan nama Siwan hingga puas dan mengeluarkan semua yang ada di hati sampai lega, baru dia akan mengucapkan salam perpisahan.

Pendinginan adalah tahap selanjutnya. Di sini Jiyeon akan mencoba tidak membuat kontak dengan Siwan. Mencuci bersih semua perasaan yang mungkin masih tinggal dan memurnikannya menjadi sebuah perasaan baru. Rasa sayang antara sesama manusia.

Jiyeon tersenyum pahit mendengar kata-kata itu. Saat ini, masih terlalu sulit untuk bisa diimplemetasikan apa yang ditekadkannya tadi. Bagaimanapun, dia harus bisa. Agar tahap keempat bisa dijalani. Melanjutkan hidup dengan hati bahagia.

Janji untuk mendaki bersama anak-anak Mahasiswa Pecinta Alam sudah dibuat. Lusa dia akan berangkat menuju Gunung Jirisan. Sebelumnya, Jiyeon akan menghubungi orangtuanya, kalau mungkin dalam beberapa hari ini Hpnya tidak akan bisa dihubungi. Siwan tidak perlu diberitahu, karena itulah tujuan utamanya. Menghilang dari peredarannya.

Ini akan berhasil.

-----------------------

Myungsoo melihat tiket pesawat yang sudah ada di tangannya. Kalau sesuai dengan jadwalnya, setidaknya dua minggu lagi dia akan ke Busan. Namun, ada pekerjaan yang membuatnya harus berangkat minggu ini. Bukan itu saja. Dia akan mengunjungi makam Boreum. Dan mungkin berikutnya dia tidak akan kesana lagi dalam waktu dekat.

Beberapa hari belakangan, dia banyak berpikir. Tentang Boreum, tentang dirinya, tentang kemustahilan, tentang kesia-siaan yang menyakitkan. Bisa jadi bukan hanya Jiyeon saja yang harus mengambil sikap atas konflik batinnya, tapi dirinya juga.

Mungkin, ini saat bagi dirinya untuk mengucapkan selamat tinggal dan memulai lembaran baru. Sesuatu yang tidak disangkanya akan dia lakukan, sebelum bertemu Jiyeon.

Myungsoo tidak tahu apa yang dirasakannya sekarang pada Jiyeon. Dia yakin itu bukan cinta atau semacamnya. Hanya sebuah dorongan aneh untuk memastikan perempuan itu tidak terluka lebih parah. Konyol kedengarannya. Dia sendiri tidak percaya akan benar-benar melakukannya.

-------------------------

"Kenapa sih belakangan ini kamu gelisah melulu?" Yoona melipat tangannya di depan dada. Sedari tadi dia mengamati Siwan, laki-laki itu tampak selalu berpikir dan tidak tenang. "Pekerjaan dipikir saat bekerja, sekarang ini kita sedang dalam masa istirahat. Jangan bikin aku ikutan senewen dong, chagi. Kamu nggak suka lokasi foto untuk pre-wedding kita? Bilang aja, kita bisa atur ulang."

D I ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang