Takbiran

448 57 7
                                    

Aku kagum luar biasa dengan dedikasi seluruh keluargaku terhadap rumah sakit ini. Teh Tika sudah sibuk sejak tiga bulan sebelum puasa untuk mempersiapkan makanan lebaran bagi keluarga pasien di seluruh cabang rumah sakit kami, tentunya dia bekerja sama dengan perwakilan rumah sakit masing-masing. Bagiku mengurus satu event saja sudah luar biasa melelahkan, tapi mereka semua mengerjakan segalanya tanpa mengeluh sedikit pun.

Sore ini, sekumpulan anak muda membantu kami di aula, sebagian malah sejak pagi tadi. Dari 30an anak muda yang kami perkirakan siap membantu, ternyata menjadi 72 orang. Ada yang hanya bisa membantu 2 jam, ada juga yang benar-benar dari pagi. Bantuan sekecil apa pun sangat berarti bagi kelangsungan acara besok.

Yang membantu hari ini 80 persen muslim, tapi besok kebalikannya, lebih banyak yang beragama selain Islam yang membantu. Inilah kerukunan yang seharusnya kita jaga, gak seperti kebanyakan orang yang semakin skeptis melihat perbedaan dan mudah termakan isu SARA. Menyedihkan sekali.

"Keren, Vin photo booth-nya. Ini propertinya punya sendiri?" Kataku saat melihat Alvin yang sedang menata booth untuk besok.

"Iya, Teh Lana. Ngumpulin pelan-pelan. Awalnya kan cuma hobi foto aja, terus beberapa tahun lalu dapat orderan foto prewedding saudara. Pas lihat hasilnya katanya bagus, terus dia minta photo booth wedding gitu. Karena saudara, yaa bayarannya itu pake properti.. Jadi kayak topi, topeng, kain buat background itu dari dia, selesai acara jadi hak Alvin."

"Wah, enak begitu ya.. Jadi modal.."

"Iya, Teh.. Awalnya kan memang gak niat jadiin ini penghasilan utama, jadi ya mau dibayar atau enggak buat Alvin gak masalah. Tapi makin ke sini malah berniat membesarkan bisnis fotografi ini."

"Uangnya besar?"

"Bukan. Dengan buka bisnis begini, Alvin jadi bisa rekrut banyak orang yang tadinya juga amatir kayak Alvin cuma hobi aja. Senang aja rasanya bisa kasih peluang kerja untuk orang lain."

"Kalau usaha begini untungnya besar Vin?"

"Gak tau kalau orang lain ya, Teh. Tapi kalau Alvin saat nentuin harga itu ya lihat profil client-nya dulu. Misalkan dia mampu ya Alvin kasih harga normal, tapi kalau dia gak mampu bisa dikasih harga asal bahan baku print sama staff kebayar aja. Bahkan pernah Alvin kasih gratis, tapi Alvin gak mau bilang di awal kalau gratis, karena kadang kan ada yang pura-pura gak ada budget tapi tau-tau pestanya mewah."

"Jadi bilangnya gimana?"

"Awalnya Alvin bilang discount sekian persen, nah kalau ternyata pas Alvin lihat pestanya sederhana yaa bisa Alvin kurangin bahkan gratisin."

"Gak rugi, Vin?"

"Tuhan gak pernah salah kasih rejeki. Itu rejeki mereka lewat Alvin, dan Alvin ngerasa kalau habis itu makin banyak orderan besar. Ya mungkin aja ya dari do'a-do'a mereka."

"Itu juga alasan kenapa kamu mau terlibat acara ini?"

"Iya.. Kan memang ini bukan hari keagamaan Alvin sih, tapi kan boleh aja ikut merayakan, berbagi kebahagiaan. Alvin bisanya di bidang ini, ya Puji Tuhan bisa bergabung."

"Oke kalau gitu.. Tapi tetap ya sebagian cost-nya saya yang bayar, kan saya minta tambahan foto pasien sama keluarganya."

"Iya, Teh. Intinya Alvin gak kasih harga ya Teh.."

"Iya, pokoknya kamu bilang berapa modalnya.."

"Jangan dibayar semua modalnya Teh.. Nanti Alvin gak dapat pahalanya hehehe"

"Kamu ngeluangin waktu, tenaga, ngajak tim.. Kalau bukan dapat pahala apa namanya itu.. Hmm.. gini aja, kalau kamu gak mau dibayar, gak apa-apa, tapi Teteh kasih bonus ke tim kamu. Gak boleh nolak!"

"Waduh.. iya deh Teh.. Makasih ya.."

Tiba-tiba Yudi datang menghampiri kami.

"Teh Lana, satu jam lagi kan buka puasa, kami mau cari takjil dulu ya."

"Istirahat aja, Yud. Tadi udah pesan, setengah jam lagi makanan datang. Tadi udah pesan takjil asin sama manis, es segala macem udah, sama menu berat tadi pesan pecel ayam depan rumah sakit biar masih hangat. Atau mau makan yang lain ya silahkan."

"Kami juga tadi mau pesan pecel ayam sih Teh... Ya udah kami lanjut iris-iris lagi deh."

"Eehh.. enggak-enggak. Istirahat dulu..habis maghrib baru bantuin lagi."

"Oke Teh.  Makasih ya."

Aku pun memastikan bahwa makanan akan siap sebelum waktu berbuka dan Alhamdulillah kata Mbak Gina semua InsyaAlloh datang maksimal sepuluh menit sebelum adzan. Lalu aku pergi ke ruangan Mamah untuk sekedar meluruskan kakiku sebentar.

Baru saja aku duduk di sofa panjang,  ponselku bergetar..

Ck.. Si Minyak..

"Halo"

"Lan.. Kok gak kasih kabar kalau sudah nyampe?"

Dih.. Siape elo?

"Yang penting udah nyampe kan?"

"Iya.. Akhirnya sampai nanya sama Papah.. Tapi Alhamdulillah udah sampai.. Gimana Jakarta?"

"Panas.. Tapi belum kemana-mana sih kan lagi riweuh sama persiapan lebaran juga."

"Jaga kesehatan Lan.. Jangan begadang terus.."

"Yaa kalau bergadang ada perlunya kan boleh saja kata Bang Haji Rhoma.."

"Kamu nih kalau dibilangin keras kepala aja"

"Biarin.. Keras kepala aja masih ada yang mau kok"

"Hehehe.. Iya sih.. Aku juga bingung kenapa mau sama anak keras kepala macam kamu.."

"Cih.. Malah ngegombal! Gimana Welly by the way?"

"Welly masih dingin.. Jadi Welly aja nih yang ditanyain? Yang nelpon enggak?

"Males"

"Hahaha. Lan, minggu depan ada acara halal bi halal keluarga besar aku. Kamu datang ya?"

"Mau ngapain?"

"Yaaa.. kenalan aja"

"Kan udah kenal sama Ummi sama Abi. Nanti datang ke sana dibilang pelakor lagi, ogah!"

"Justru itu, aku mau ngenalin kamu dan ngejelasin kalau kamu itu bukan orang ketiga di perceraian aku sama Nanda."

"Hmm..I'll think about it deh ya.."

"Please.."

"Aku pikirin nanti"

"Seminggu lagi Lan..."

"Iyaa.. Iyaa.."

"Jadi mau?"

"Ck.. Gimana nanti deh ah! Udah ya.. Mau buka puasa dulu"

Lalu ku tutup sambungan telepon begitu saja.

Hhh.. Pergi jangan??

🍁🍁🍁🍁

Halo.. Mohon maaf baru bisa update lagi dan kayaknya kurang gimanaaa gitu part yang ini.. Belum sepenuhnya bisa konsentrasi nulis lagi, tapi akan dicoba lebih fokus lagi. Terimakasih atas pengertiannya ya.. 😊

Love,
Rizki

WellyLoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang