Another Confessions

614 71 46
                                    

Aku menikmati sore yang sangat indah, mungkin sore terindah yang pernah aku alami. Semacam short escape dari segala hiruk pikuk kehidupan di kota. Yaaa walaupun sebenarnya Wellington juga gak seramai Jakarta, tapi merasakan alam pedesaan yang udaranya masih sangat bersih itu semacam anugerah yang gak bisa dibeli.

Ya, hari ini aku ada di rumah neneknya Dave daerah Wairarapa, sekitar satu setengah jam dari Wellington kalau gak pake berhenti berkali-kali. Matt itu walaupun orang asli sini, tapi kalau ada spot foto bagus suka tiba-tiba ngajak berhenti, buat feed instagram katanya.. Asli, ini udah ketularan anak-anak curut kayaknya dia. Biasanya sih dia itu ambil foto pemandangan aja, dan aku akui hasil fotonya bagus, tapi kali ini berkali-kali ngajak aku foto bareng atau aku dijadiin objek fotonya. Kan jadi makin lama ya berhentinyaaa.. Maklum lah, cewek kan gitu, abis foto lihat hasilnya, kurang bagus ulang lagi sampai bagus.. kalau gak bagus juga? Yaaa ulang aja terus sampai kudanil jadi langsing hehehe.

Tadinya acara pernikahannya mau di rumah orangtua Cathy di daerah Levin. Tapi, neneknya Dave minta acaranya di rumahnya aja karena Dave cucu terakhir yang belum menikah jadi dia mau bikin semacam selebrasi penutupan gitu hahaha. Soalnya cucu pertama menikah di sana, maka cucu yang terakhir menikah sebaiknya di sana juga.

Aku dan Matt berangkat berdua, Andrew berangkat sama Rian dan Rachell. Aku menolak mentah-mentah ide Matt untuk pergi bertiga dengan Rian mengingat obrolan terakhirku dengannya yang tega-teganya menuduhku tanpa konfirmasi apa pun.

"Lanaaa.." teriakan Matt membuyarkan konsentrasiku menikmati pemandangan indah ini.

"Kenapa?"

"Udah mau mulai dinner-nya.."

Aku mengangguk lalu berjalan memasuki ruangan besar yang telah disulap bagai restaurant. Ya, memang Cathy dan Dave tidak mengundang banyak orang, tapi semua tamu yang datang dijamu dengan maksimal. Karena ada beberapa keluarga Dave yang datang dari Irlandia, maka untuk mengakrabkan suasana mereka mengadakan welcome dinner bagi keluarga dan sahabat yang menginap, sebagian tamu akan datang besok saat pemberkatan nikah.

Nenek Dave berasal dari Irlandia, begitu pun Mamanya Cathy. Makanya nenek Dave sayang sekali sama Cathy karena mereka jadi punya satu budaya yang bisa diteruskan ke anak cucu mereka.

Memasuki ruangan, ada banyak meja bundar dengan kartu bertuliskan nama di atasnya. Ya, tempat duduk kita sudah di-setting sedemikian rupa supaya kita bisa mengenal setiap orang di ruangan ini. Makanya, aku tidak duduk satu meja dengan Matt atau pun flatmates yang aku kenal.

Dan aku duduk di antara dua nama yang aku bingung gimana bacanya. Di sebelah kananku ada kartu biru, yang berarti pemilik nama itu seorang pria, bertuliskan EOGHAN. Gimana cara manggilnya? Evan? Ivan? Agan? Cogan? Haduuh.. Dan di sebelah kiriku kartunya pink, bertuliskan CAOIMHE. Ya Alloh Ya Robbi Tuhan semesta alaaaam.. Tolong hambaaaa!!! Bakalan aneh banget kalau sampai salah panggil kaaan.. Hiks.

Lalu ada beberapa orang lagi di depanku yang namanya bikin migrain kepalaku. Cuma dua yang aku bisa baca SIOBHAN dan SAOIRSE. Itu juga karena aku punya teman namanya Siobhan waktu kuliah dan Saoirse itu kayak nama artis Saoirse Ronan, sedangkan yang lain I totally have no idea how to pronounce their names!!!

Kursi di sebelah kananku bergeser.

"Hai, Alana.."

Aku melihat ke samping dan sesosok cowok tinggi, berbadan tegap dan ganteng ini duduk di sebelahku. Cowok seganteng ini...tau nama aku dari manaaaaa? Aku udah ke-PD-an jangan-jangan dia nanya Cathy atau Dave namaku sebelum ke sini..

Tapi kemudian aku ingat, "Yaelaaah.. Kan tiap meja ada namanyaaa.. Ya iyalah dia tauuuu.. Lana dodoool!!!!"

"Oh.. Hi..hmmm.."

WellyLoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang