Part 18

28 7 0
                                    

"Pah, kok Airin belom turun sarapan, yah? Padahal udah jam 7 lewat 10 loh, pah." Sambil menghidangkan beberapa roti tawar dan 2 gelas susu di meja makan, Sarah bertanya pada suaminya yang baru saja duduk untuk menikmati hidangan yang disediakan oleh istri tercintanya sebelum ia berangkat kerja.

"Belom turun juga mah? Papah kira dia udah duluan." Jawab suaminya sambil memandang sekeliling apakah putrinya sudah datang atau tidak.

"Jangan-jangan....!" serentak Sarah dan suaminya mengucapkan dugaan tentang putrinya.

Tentu apalagi jika bukan putri kesayangan mereka belum juga bangun dari tidurnya. Ini adalah suatu kebiasaan buruk yang sangat sulit dirubah oleh gadis ini.

Pagi ini, ibunya memang tidak membangunkannya. Sebab, pada beberapa minggu terakhir ini, Airin selalu bangun tanpa harus dibangunkan oleh ibunya lagi. Karena itulah Sarah berpikir bahwa tidak perlu membangunkannya lagi.

Padahal, ibunya tidak tahu jika selama ini putrinya tidak lah berubah. Ia tidak perlu membangunkannya setiap pagi lagi, dikarenakan sudah ada seseorang yang rutin membangunkannya lebih awal. Siapa lagi, jika bukan Al yang rutin menelfon gadis ini setiap paginya.

"Udah, mamah coba liat dulu sana! siapa tau dia ketiduran." Perintah suaminya pada Sarah dan ia segera berjalan menyusuri tangga untuk naik menuju kamar putrinya.

Saat ia membuka pintu kamar, ia melihat Airin yang masih dengan polosnya tidur seperti bukan anak sekolah yang tentunya harus wajib bangun dibawah jam 7 pagi. Ia pun langsung menghampiri tempat dimana putrinya berbaring dan segera membangunkannya.

"Sayang, sayang!" tak ada jawaban.

"Airin, sayang. Bangun, nak! Ini udah hampir tengah delapan, lho. Nanti kamu telat."

"Hmmm, iyah mah." Kemuadian ia mulai membuka kedua matanya. Dan alangkah terkejutnya ia, saat cahaya matahari sudah begitu terang menerangi kamarnya. Ia pun segera bangkit dan menoleh kearah jam kecil diatas meja sebelah tempat tidurnya.

"Ya ampun, mah. Airin telat bangun. Gimana dong mah? Aduuuuhh! Mamah kok gak bangunin Airin. Ya ampun." Ucapnya sambil menepuk-nepuk kedua pipinya.

"Udah jangan panik, kamu langsung mandi, gih! Biar mamah bantu ambilin baju, tas, sama sepatu kamu." Ucap Sarah menenangkan putrinya tanpa harus memarahinya dalam keadaan seperti ini. Airin pun segera mandi dan ibunya membantunya bersiap-siap setelah keluar dari kamar mandi.

"Ya udah sayang, mamah siapin sarapan kamu dulu. Nanti kalo kamu udah selesai langsung turun yah!" ucap sang ibu dan segera meninggalkan kamar sang anak.

Sambil mengenakan pakaiannya di depan cermin, Airin merutuki dirinya sendiri. Kenapa, kenapa aku sampe telat bangun. Mamah juga sih, gak bangunin aku. Oh, iya... ucapnya sendiri sambil teringat sesuatu. Dan ia pun segera mengambil hp yang masih tergeletak di meja samping tempat tidurnya.

"Gak ada panggilan. Berarti Al gak nelfon aku tadi. Pantas aja aku gak bangun. Ya, ampuuun!

Tapi, kenapa yah Al gak nelfon aku? Apa dia marah. Atau dia udah gak mau lagi nelfon aku pagi-pagi. Aduh, Airin. Kamu emang gadis bodoh. Masa buat bangun sendiri aja susah. Mau sampe kapan kamu harus nunggu orang lain buat bangunin kamu? Aishhhhh!" ucap Airin di depan cermin sambil menepuk-nepuk kedua pipinya.

Ia pun tersadar dan segera beranjak dari depan cermin setelah Sarah memanggilnya untuk segera sarapan beragbung dengannya dan suaminya.

Airin berlari menuruni setiap anak tangga setelah melihat jam menunjukkan pukul 07.25 WIB. Ia berusaha secepat mungkin agar tidak terlambat, meski itu mustahil karena waktunya hanya tersisa 20 menit lagi. Sekolah barunya tersebut, memang sudah mempunyai peraturan sendiri untuk baris pada pukul 07.45 tepat. Namun, ini sangat mustahil baginya untuk sampai kesekolah dalam waktu 20 menit, apalagi jika masih harus sarapan dan belum lagi jika nentinya perjalanan macet.

ANIMOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang