1. Pribadi

152K 6.6K 72
                                    

"Pak, jadwal meetingnya satu jam lagi," ujar wanita yang tengah mengenakan rok selutut dan atasan rapi berwarna pink lembut dan rambut kuncir kuda, dia mengenakan heals sekitar lima senti.

"Hm," jawab pria yang duduk dibalik mejanya masih fokus dengan ponsel ditangannya.

"Bapak udah baca laporan yang tadi saya bawakan?" tanya wanita itu lagi sambil memperhatikan catatan ditangannya.

"Laporan yang mana? Coba kamu lihat sendiri," jawab pria yang memiliki nama Erlio Raka Mahaprana itu tanpa melihat wanita yang berdiri tepat didepannya itu.

Wanita itu menghela napas malas, lalu mendekat ke meja Raka dan tanpa basa-basi memeriksa tumpukan kertas dan map di meja bosnya itu.

Sudah biasa bagi seorang Zivana Prissy atau yang kerap disapa Zizi itu menghadapi sikap bosnya ini. Sudah genap dua bulan ia menjadi sekretaris Raka, tak pernah rasanya ia bicara bertatap mata dengan pria berwajah tampan ini. Dia selalu sibuk dengan dirinya sendiri, Zizi bisa jamin jika ia bertemu dijalan dengan Raka, lelaki itu tidak akan mengenalinya walaupun bisa dibilang ia selalu menemani Raka dalam bekerja.

Tangan cepat dan mata tajam Zizi memeriksa lembaran demi lembaran didepannya, "sudah ternyata, saya bawa lagi ya pak,"

"Perlu sekarang memangnya?"

"Tidak sih pak, hanya saja saya pikir lebih baik diberikan sekarang takutnya nanti menumpuk dan lagian meeting kita nanti akan berlangsung lama sepertinya," terang Zizi cepat.

Sejak bekerja dikantor ini sebagai sekretaris Raka, diluar sikapnya yang agak aneh, Zizi merasa nyaman karena bisa dibilang Raka bukan orang yang bertele-tele sehingga ia bisa mengimbanginya, Zizi juga merupakan orang yang sangat terstruktur dan benci kata lambat.

"Kalau gitu tunggu dulu, kamu bantu saya,"

"Apa pak?"

"Pukul sebentar bahu dan punggung saya, rasanya agak pegal dan gatal,"

"Bapak sedang apa memangnya? Mempelajari bahan meeting?"heran Zizi agak ragu mendekati Raka, ia tidak pernah menyentuh pria itu sama sekali, dan kini pria ini menyuruh sambil fokusnya terus terarah pada layar ponsel keluaran terbaru yang Zizi tahu sendiri itu sangat mahal.

"Cepatlah nanti saya kalah!" tiba-tiba Raka mendesak.

Zizi yang kaget langsung mengikuti instruksi Raka, tapi Zizi dibuat kaget karena sedari tadi yang menjadi fokus bos besar perusahaan ini adalah sebuah game.

"Pak, bapak nyuruh saya begini karena game ini?" tanya Zizi ragu sambil terus memukul-mukul pelan bahu Raka.

Raka tidak menjawab ucapan Zizi sama sekali, ia makin serius dengan game ditangannya. Wanita itu membuang pandangannya malas kearah jendela ruangan Raka sambil terus memukul bahu Raka.

Hingga perhatian Zizi tercuri oleh dering ponsel Raka yang lain.

"Pak handphonenya..,"

"Kenapa bisa ada yang menelpon langsung ke ponsel saya? Kenapa tidak ke kamu dulu!? Mengganggu saja!" kesal Raka berusaha tidak peduli.

Zizi mengernyitkan dahinya menyadari arah kekesalan Raka ditujukan padanya, "beda lah pak, ini kan urusan pribadi,"

"Siapa yang menelpon?"

Zizi mengintip layar ponsel Raka yang terus ribut, "Maurin pak,"

Wajah Raka berubah malas, "matikan!"

Zizi hanya mengangguk dan mengikuti suruhan bosnya, namun panggilan itu terus masuk setiap kali ia reject.

"Pak, ini dia nelpon terus," adu Zizi pada Raka yang bersikap seolah tidak peduli.

Sweet MomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang