BAB 4

165K 7.1K 158
                                    

READY? VOTE DULU YA:)

500+vote dan komentarnya untuk Bab selanjutnya yaa

***

"Kamu udah buat daftar barang seserah nanti?" tanya Alden yang lagi-lagi membuat kepala Ira merasa pening karena pria itu sudah menanyakan hal yang serupa sebanyak lima kali.

Entah terlalu antusias atau terlalu takut jikan nantinya Ira akan meminta barang-barang branded yang mungkin hanya bisa dibeli di luar negeri.

"Belum!" ketus Ira sambil terus saja memainkan ponselnya. Membuka aplikasi instagram. "Nggak usah banyak tanya dulu, kamu fokus nyetir. Nanti kalau kecelakaan kita nggak jadi nikah."

"Oh, jadi kamu udah mau nikah sama aku?"

"Berisik," Ira tidak mempedulikan pertanyaa Alden dan terus saja fokus pada layar ponselnya. Membiarkan Alden mengemudikan mobilnya.

Sekarang Ira sudah menyerah dengan semuanya. Ia akan mengikuti apa yang Alden inginkan. Termasuk saat pria itu mengajaknya untuk menikah. Oke, Ira turuti. Tetapi dengan syarat dan ketentuan yang berlaku dan sudah disepakati oleh kedua belah pihak.

"Bandung-nya belah mana?" tanya Alden lagi saat mobilnya sudah memasuki Kota Bandung. "Ira, kok diam sih?"

"Daerah Buahbatu," jawab Ira singkat.

"Oke," Alden tidak bertanya lagi.

Karena keberangkatan dari Jakarta siang hari akibat menunggu Ira yang meminta cuti kepada pihak perusahaannya, akhirnya mereka terjebak macet saat perjalanan menuju daerah Bandung. Jujur, kemacetan di Kota Bandung tidak berbeda jauh dengan di Kota Jakarta. Dimana-mana pasti mengalami macet jika sudah memasuki siang hari atau bahkan sore.

"Panas," ucap Ira yang kini sudah selesai memainkan ponselnya kemudian menggerakan tangannya untuk menghasilkan angin. Tetapi hasilnya nihil.

"Mau buka baju?" tanya Alden datar dan membuat wanita itu terbelalak. "Santai aja kali, Ra, aku sering lihat tubuh kamu."

"Kalau aku buka baju di sini, kamu nggak akan bisa fokus nyetir."

"Kalau aku yang buka baju," Alden menatap intens Ira saat mobil mereka sedang berhenti akibat jalanan yang sangat macet. "Kamu yang nggak bisa fokus, gitu?"

"Udah ah, apaan sih, Alden, nggak lucu." Ira berusaha menyembunyikan kedua pipinya yang memerah. Memang benar, jika Alden yang akan membuka pakaiannya, justru dirinyalah yang tidak bisa fokus.

Setelah terjebak macet yang cukup parah selama tiga puluh menit, akhirnya mobil mereka telah memasuki area perumahan rumah Ira. Karena letak rumah Ira yang tidak terlalu dalam, jadi wanita itu tidak perlu menjelaskan letak rumahnya secara rinci.

"Dua hari lagi aku ke sini. Sama orangtua aku," ucap Alden sambil membuka sabuk pengaman yang dikenakan oleh Ira. "Kamu harus siap-siap."

"Iya, kamu nggak usah bawel. Aku udah terima kamu ini," balas Ira. "Dengan syarat dan ketentuan yang kita bicarain kemarin."

Alden terdiam dan hanya tersenyum tipis sebagai balasannya. Senyum datar juga dingin yang sama sekati tidak membuat Ira meleleh.

"Ingat ya, Den, kita menikah karena anak kita. Bukan karena kita berdua saling jatuh cinta atau apapun itu. Dan kita juga bebas dekat sama siapa aja sesudah menikah nanti. Itu syaratnya dan kamu setuju aja. Jadi, intinya, kita menikah hanya untuk status kalau anak kita nanti punya orangtua yang pasti."

"Aku ngerti, Ira. Setelahnya, kita bisa cerai kalau memang udah merasa bosan," Alden melanjutkan syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan keduanya. "Tapi, sampai sekarang aku belum bosan sama kamu."

Cold Marriage ✔ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang