Jangan lupa vote dan komentarnya ya:)
1000+vote dan komentar untuk Bab selanjutnya.
NAH GITU DONG KOMENNYA PADA NGEGAS. KAN AKU JADI MAKIN SAYANG SAMA KALYEAN :)
***
"Ira, maaf."
Suara Alden sambil mengetuk pintu kamar mandi tak digubris oleh Ira sama sekali. Ira hanya duduk di atas closet duduk dengan kedua mata yang memandangi daun pintu kamar mandi. Alden masih di sana, masih mengetuk pintu dengan pelan seraya terus meminta maaf.
"Tadi aku kelepasan, Ra. Aku lagi capek-capeknya, makanya tadi bentak kamu." Alden meraih kenop pintu dan mencoba membukanya dengan paksa karena Ira kunci dari dalam. "Aku minta maaf."
Ira terdiam. Mengembuskan napas panjang seraya mengusap dadanya dengan lembut. Rasanya begitu sesak dan menyakitkan jika harus membayangkan bagaimana raut wajah Alden saat membentaknya tadi. Padahal, Ira meminta Alden secara baik-baik untuk mengantarnya ke dokter. Namun, reaksi dari pria itulah yang membuat Ira langsung saja pergi ke kamar mandi dan menguncinya rapat-rapat.
Ira masih merasa jika itu bukanlah Alden yang dikenalnya. Alden terlihat berbeda dengan amarah yang meluap-luap. Rasanya aneh, karena ini yang pertama bagi Ira melihat Alden semarah itu. Sekaligus membuat Ira...ketakutan.
Sebenarnya, apa yang membuat Alden begitu marah besar dan menganggap Ira egois? Apakah permintaan Ira agar Alden mengantarnya ke dokter kandungan itu salah?
"Ra, buka dulu pintunya. Kita bicarain baik-baik," ucap Alden sekali lagi sambil terus berusaha membuka pintu kamar mandi.
Sejak tadi berada di kamar mandi, Ira menahan sekuat tenaga untuk tidak menangis. Tetapi, rasanya begitu sakit dan semakin menyesakkan kala mengingat ucapan Alden yang seakan-akan anaknya tidak penting sama sekali. Dada Ira semakin sesak, hatinya begitu sakit, dan pada akhirnya juga Ira menangis. Membekam mulutnya dengan kedua tangan Agar Alden tidak mendengarnya menangis. Bahkan, wanita itu juga menyalakan keran air untuk menyembunyikan suara tangisnya.
"Ra, buka dulu," perintah Alden untuk kesekian kalinya. "Kamu jangan egois kayak gini. Kita bicarain lagi baik-baik."
Wanita itu tidak membalasnya. Berusaha untuk menghentikan isak tangisnya yang sama sekali tidak berhasil.
"Ira!" panggil Alden dengan nada yang sedikit keras sambil terus berusaha membuka pintu kamar mandi secara paksa. "Kalau kamu nggak buka pintunya, aku dobrak sekarang juga."
Ira menyeka air mata yang terus saja mengalir. Mengusap perutnya dengan lembut sembari menenangkan diri untuk tidak mengingat kejadian barusan.
BRUKK!!!
Pintu terbuka karena hasil dobrakan Alden. Wajah pria itu tampak memerah karena mungkin menahan emosinya. Segera, Alden mematikkan keran air lalu menatap tajam ke arah Ira sambil berkata, "Kamu ini apa-apaan? Kamu mau mati di kamar mandi?"
Wanita itu bangkit dari duduknya, kembali mengusap kedua matanya dengan sedikit kasar. "Kalau aku sama anak ini pun mati, kamu nggak akan pernah peduli."
"Ira!" bentak Alden. "Jaga ucapan kamu. Kamu itu istri aku, tanggung jawab aku..."
"Jangan bahas tanggung jawab lagi, Alden. Aku udah muak sama ucapan tanggung jawab kamu," potong Ira cepat sambil menatap tajam ke arah Alden. "Ini yang kamu sebut tanggung jawab? Menganggap anak kamu nggak penting sama sekali? Dan kerjaan kamu sama Kania lebih penting? Ini tanggung jawab yang mau kamu buktiin sama aku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cold Marriage ✔ [TERBIT]
RomantizmSudah terbit. Silakan cari di Gramedia atau toko buku online. Sebagian bab dihapus. ••• Kami menikah karena terpaksa. ••• #1 Special Story Series Start: 25/08/18 End: 21/10/18