#10 (C)

90 12 0
                                    

The next day...

Chapter 10
(bagian 3)

Kemudian Brenda beralih pada Daxton, "Nah, sekarang kita bahas peranmu dalam menghabisi Brandon. Apa yang kau inginkan untuk dirimu perbuat dalam misi ini?"

"Apa maksudmu, aku menghajarnya seorang diri?"

"Tentu saja tidak," Brenda cukup tercengang mendengar jawaban Daxton yang dianggapnya sok percaya diri itu, "Dia pasti terlalu kuat dan tangguh untuk dihadapi satu orang saja."

"Lalu, siapa yang akan membantuku?" tanya Daxton penasaran, sebelum spontan menebak, "Landon?"

"Bukan," jawab Brenda dengan sikap kian mendekati sosok psikopat, "Ada dua orang laki-laki lain lagi. Kita akan bertemu dengan mereka di daerah sekitar rumah Brandon di Area India. Di rumah itulah kita akan membunuh si brengsek itu!"

"Kapan rencananya kita mengeksekusi rencana brilian ini?" tanya Landon, dengan rasa percaya diri yang seakan tak pernah hilang dari dirinya.

"Rabu dini hari minggu depan," jawab Brenda singkat. Lalu, setelah mengarahkan pandangannya kembali pada Daxton, mulutnya memberikan instruksi, "Catat itu pada agendamu!"

"Baik, bos!" jawab Daxton mantap, dengan sikap layaknya seorang prajurit.

"Kuingatkan satu hal padamu--," kata-kata Brenda kembali menajam, dengan nada mulai mengancam, "--jangan bertindak bodoh! Jikalau kau bertindak bodoh, kau akan menanggung akibatnya sendiri, Daxton!"

Keringat sang sahabat Landon ini masih tak henti mengucur, meski udara di ruangan rahasia yang menjadi lokasi keberadaan mereka mendapat penyejukkan elektrik, sehingga memang tidak terasa panas.

"Apakah itu?" tanyanya gugup dengan seluruh tubuh gemetaran.

"Kau akan menyusul korban pembunuhanmu di hari yang sama. Aku dapat menjanjikan hal itu pada detik ini juga."

Dengan usainya ucapan Brenda itu, mendadak ketiga sosok tersebut kembali hilang dari hadapan Cheryl -- bersamaan dengan buyarnya lagi ruangan rahasia tempat mereka berada.

Kini, Cheryl berada di ujung suatu lorong di dalam sebuah rumah yang penerangannya sengaja dimatikan. Waktu yang terjadi saat ini pastilah dini hari. Langit di luar masih diliputi kegelapan yang remang-remang.

Brandon berjalan menyusuri lorong rumahnya ini. Untuk sesaat, Cheryl merasa bahagia dapat menemui sosok ayah kandungnya, dengan kerinduan sangat besar yang kembali memenuhi ruang dalam hatinya.

Sayang sekali, terjadi sesuatu yang mengerikan di hadapan mata kepalanya sendiri -- peristiwa pembunuhan sang ayah.

Telinganya mendengar suara laki-laki memanggil-manggil namanya, ketika dilihatnya Brenda dan Daxton mengepung ayahnya itu. Bibinya berada di depan, dan Daxton di belakang Brandon.

Dengan kondisi kedua lengan yang dipegangi sekuat mungkin oleh masing-masing satu orang -- Jarred dan Netmos -- Brandon tidak berdaya apa-apa. Secara berulang kali, Brenda dan Daxton menghajarnya dari dua arah.

Akhirnya, peristiwa mengerikan tersebut diakhiri dengan aksi kejam Daxton yang menghantam belakang kepala si pebisnis. Satu karung besar penuh dengan banyaknya benda besar yang berat, keras dan tumpul di dalamnya digunakannya.

Cheryl berusaha berteriak sekencang-kencangnya untuk menghentikan aksi brutal keempat orang sadis tersebut. Meski hatinya mengetahui segala usahanya tak mungkin mengembalikan masa lalu yang telah terjadi.

Semua pandangan matanya menjadi buram. Dia akan pingsan karena hatinya terguncang dengan teramat hebatnya. Sebelum keadaan itu menimpa dirinya, di kejauhan sana, badan besar Brandon tumbang dalam penglihatan yang kabur.

Ternyata, Cheryl tidak benar-benar pingsan. Dia mendapati dirinya terbaring di lantai ruangan ERBI untuk Landon Simmons. Sudah ada Chester di sana. Rupanya suara laki-laki yang sedari tadi berusaha membangunkan dirinya merupakan suara mereka berdua. Pandangan mata kedua orang ini tak mampu lepas dari kondisi dirinya.

Cheryl beranjak bangun dengan kondisi wajah yang tak karuan. Air mata bercampur keringat memenuhinya. Sebelum ada yang sempat bertanya, dia berkata, "Aku sudah melihat semua poinnya."

"Tanpa harus mendengar penjelasan langsung dari Ayah," ujarnya pada Landon.

"Berapa lama diriku dalam keadaan tadi?" tanyanya pada Chester.

"Waktu persisnya cuma lima menit," jawab Landon tegas dan mantap, mendahului Chester yang baru akan membuka mulut.

Menyadari lirikan Cheryl dengan sorot tajam dalam diam, sang ayah tiri menambahkan sambil menunjuk Chester, "Dia baru saja datang satu menit yang lalu, jadi tidak mungkin mengetahui lamanya dirimu..."

Landon baru menyadari suatu hal dalam ingatannya -- kata-kata peringatan Brenda tentang kemampuan indigo si kembar.

"Kau juga punya kemampuan indigo!" serunya bagaikan baru saja menemukan sebongkah emas di hadapannya.

"Jika Brenda bilang padaku bahwa kau bisa membaca pikiran," katanya pada Chester, sebelum beralih kembali ke Cheryl, "dia memang tidak bilang apa pun tentang bakat alamimu."

"Berdasarkan dari yang kusaksikan tadi, sesungguhnya dirimu punya bakat clairvoyance, Cheryl," ujarnya lagi dengan penuh keyakinan.

"Apa itu clairvoyance?" tanya Chester kebingungan. Dia memang baru saja mendengar istilah tersebut pada detik ini dari mulut Landon.

"Clairvoyance adalah kemampuan untuk mendapatkan informasi tentang sesuatu secara langsung," jawab Landon, "Lebih jelasnya, orang yang memiliki bakat ini mampu menerima informasi secara langsung dari objek atau kejadian, baik di masa lalu, saat ini, atau pun masa depan."

"Berbeda dengan dirimu, Chester," ujarnya pada anak tiri laki-lakinya itu, "Kemampuanmu dapat dikategorikan sebagai telepati, meski kau tidak mampu berkomunikasi secara pikiran."

"Telepati dalam teori yang sesungguhnya adalah pengetahuan atau komunikasi adanya pikiran seseorang," katanya kemudian, menjawab kebingungan pada raut wajah Chester.

"Kau hanya memiliki separuh telepati -- dengan kata lain, pengetahuannya saja," jelasnya dengan penuh kasih sayang seorang ayah. "Meski separuhnya, kemampuan alamimu sudah membuatku iri."

"Dan kau Cheryl -- dirimu sungguh istimewa," perhatian Landon kembali pada sosok anak tiri perempuannya, "Kemampuanmu itu dapat kau alami tanpa menggunakan kelima indra fisik manusia."

"Bicara soal iri, jelas-jelas sejak awal, Ayah telah membuat kami berdua saling merasa iri," akhirnya Cheryl menumpahkan semua kekesalannya. "Semua perkataan Ayah barusan sudah membanding-bandingkan kemampuan kami berdua -- separuh telepati dengan clairvoyance. Kemampuan alami apa pun dalam diri kami merupakan pemberian Tuhan, dan jelas tidak akan dapat diperbandingkan!"

"Ayah mau bilang kalau aku lebih baik dari dia?" tudingnya emosional pada sang ayah tiri dengan satu jari menunjuk pada sosok kembaran laki-lakinya.

Meski mempunyai kekesalan yang sama terhadap sosok ayah tirinya, namun Chester tidak menghendaki Cheryl sampai bersikap begitu. Ingin sekali dia mampu mencegah tindakan menyakitkan yang diperbuat oleh sosok perempuan kembaran dirinya, tapi tak punya kesempatan sekaligus kuasa untuk menghentikan peristiwa yang berlangsung di hadapannya ini.

Separuh berlari, Cheryl segera bergerak ke pintu masuk.

Sewaktu menunggu sesaat di balik pintu yang akan membuka, tentu Chester spontan menghampiri dirinya dengan permohonan, "Cheryl, aku juga tidak mau kita jadi bersikap begini terhadap..."

Tanpa memedulikan ucapan sang kembaran, Cheryl segera meninggalkan ruangan. Karena pada saat itulah, pintu membuka dengan gerakan ke samping.

******

Setelah mendapatkan informasi yg diinginkan dari Landon,
apa tindakan si kembar selanjutnya?
Nantikan chapter 12.
Chapter 11...???
(Astardi)

Penjelasan clairvoyance diambil dari situs www.psikoterapis.com

The More Cherlones Mysteries (Story Behind) ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang