02

157 26 10
                                    

(Author Pov)
Tak berselang lama, bus yang ditunggu-tunggu datang. Dengan segera gadis cantik itu masuk ke dalam bus, memasukkan selembar uang ke dalam wadah yang telah disediakan pada tiang yang berada di samping kursi pengemudi sesuai dengan tarif yang tertera di layar.

Haein segera mencari tempat duduk yang nyaman. Haein duduk di kursi berpasangan nomor dua dari belakang. Kursi itu tidak kosong, ada seseorang dengan topi hitam yang mengisi kursi di dekat jendela. Haein mencoba berjalan santai dan tenang dengan sedikit menundukkan kepalanya, agar tidak ada yang tahu bahwa ia adalah putri dari pemilik Diamond Properties Corporation. Dan untungnya tidak ada satu pun orang yang mengenalinya.

"Annyeonghaseyo? Bolehkah aku duduk disini?" sapa Haein dengan senyuman yang ramah kepada orang bertopi hitam yang duduk di kursi dekat jendela itu.

"Ne, tentu saja. Silahkan!"

"Gamsahamnida."

Haein merasakan kelegaan yang luar biasa karena pria yang duduk di dekat jendela itu pun tak mengenali Haein pula meskipun mereka saling bertatap muka. Gadis itu segera duduk dan menempatkan dirinya dengan nyaman. Menata segala barang yang dibawanya diatas pangkuannya.

Bus mulai melanjutkan perjalanannya tanpa sepengetahuan Haein yang berkutat dengan menata buku-buku tebal karya para ilmuwan ternama. Sebuah suara bergetar di telinga gadis itu ketika ia masih sibuk membenarkan posisi duduknya. Akhirnya pria itu mulai memecahkan segala cermin keheningan diantara keduanya. Dia mengeluarkan suara lembutnya dan tentu saja diiringi dengan melepaskan topinya secara perlahan.

"Apa kabarmu Jung Haein?"

DEG

Bagai disentak suara gemuruh halilintar, jantung Haein berdegub keras. Haein mengernyitkan dahinya begitu kentara. Gadis itu sedikit menggeserkan tubuhnya menjauh dari pria yang duduk disampingnya. Haein menoleh dan menatap pria di sampingnya begitu intens dan dalam dengan diselimuti begitu banyak tanda tanya dikepalanya. Bagaimana bisa pria tak dikenal itu mengetahui namanya? Padahal dia tak pernah bertemu dengannya. Ditambah lagi, pria itu menanyakan kabarnya seolah mereka telah saling mengenal satu sama lain.

"Kkkk-kau??! Bagaimana kau tahu namaku?"

"Siapa kau?", garis wajah gadis itu terlihat menunjukkan semburat ketakutannya.

Namun, sepertinya pria itu merasakan hal yang berbeda dari orang yang memang dia memiliki niat buruk. Tapi, sungguh bagai dihantam bongkahan batu
besar. Pria itu terlihat begitu bingung pula. Dahinya juga ikut berkerut menyusul Haein. Matanya menggambarkan kebingungan yang luar biasa membuatnya berpikir
cukup keras. Bukan ini yang seharusnya gadis itu jawab. Bukan ini jawaban yang diinginkan pria itu. Dan bukan ini pula ekspresi yang ingin dilihat pria itu terhadap gadisnya. Sungguh pria itu kini benar-benar merasa waktu berputar kembali ke sepuluh tahun yang lalu yang menjadi momen paling bersejarah, bahagia, sekaligus menyakitkan untuk pria itu.

"Ah... aku melihatnya di sampul bukumu ."

"Ah, ne. Ku kira kau..."

"E, maaf aku membuatmu takut."

"Ah, tidak, tidak. Tidak apa-apa. Aku juga minta maaf karena berpikiran yang tidak-tidak tentangmu."

Semburat merah tampak merona di wajah Haein. Malu, tentu saja gadis itu malu karena telah berpikiran yang tidak-tidak tentang pria di sampingnya. Dia memalingkan wajahnya dan merutuki kebodohannya sendiri. Tapi sebenarnya Haein juga membenarkan apa yang dilakukannya tadi. Karena dia tinggal seorang diri di Busan, tidak ada seorang pun yang mengetahui identitasnya yang sebenarnya, jadi tak ada salahnya jika dia harus berhati-hati terhadap orang-orang yang ditemuinya.

Prince Of The SeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang