Sepuluh

78.2K 7.9K 113
                                    

"Om Jendra!" pekik Rayya dengan nada keceriaan yang tak dapat ditutupi lagi. Membawa tubuh kecilnya berlari menyongsong tubuh jangkung Rajendra.

Rajendra sendiri menyambut pelukan Rayya dengan suka cita. Ia bahkan meraih tubuh kecil Rayya dan memutarnya beberapa kali. Menimbulkan tawa bahagia keduanya.

Bu Tyas yang memandang dari kejauhan, ikut tertular derai tawa mereka. Ia turut merasakan kebahagiaan Rayya ketika melihat rona ceria kembali menghiasi wajah gadis itu.

Delapan tahun mengasuh Rayya dengan tangannya sendiri, ia tahu betul mana ekspresi Rayya yang sesungguhnya ataupun hanya berpura-pura bahagia.

Semenjak kecil ia tak mengenal sosok ayahnya. Mungkin dengan kehadiran Rajendra bisa sedikit mengobati kerinduan Rayya akan lelaki yang turut menyumbangkan darah dan DNA ditubuh gadis itu.

"Bu Tyas, saya pamit dulu. Dan ijin membawa Rayya pergi. Nanti sore, saya akan mengembalikannya ke sini."

Bu Tyas tak mungkin melarangnya. Rayya sendiri sudah mendapatkan ijin dari bundanya, untuk menghabiskan hari minggunya bersama Om kesayangannya.

Rayya terkikik geli saat mengingat bagaimana cemberutnya sang ibunda, ketika meninggalkan Rayya di panti asuhan. Meski dengan berat hati, Eliya akhirnya mengijinkan Rayya tetap pergi dengan pria yang dipanggil om kesayangannya.

"Kenapa, Ya?" Rajendra melirik sebentar ke arah, namun kembali fokus ke jalan.

"Gak apa-apa, Om. Bunda awalnya ngambek aku ngabisin hari minggu bareng Om Jendra."

Ranjendra cuma bisa nyengir kuda, mendengar ucapan Rayya. Ibu mana yang gak ngambek. Disaat hari minggu ia menghabiskan waktu liburan dengan anaknya, malah si anak lebih memilih pergi dengan dirinya. Notabene adalah orang asing yang baru saja saling mengenal.

Rajendra mengacak-acak rambut Rayya, yang dihadiahi wajah cemberut gadis ciliknya.

"Ish, Om ... susah tau ngatur poninya. Om jendra malah ngerusakin." tukas Rayya merapikan poninya, dengan bibir manyun.

Rajendra semakin tergelak melihat wajah cemberut Rayya.

Hatinya menghangat saat melihat wajah pura-pura cemberut milik Rayya. Belum lagi ocehannya menceritakan bagaimana kegiatan sehari-harinya selama seminggu ini.

Ada binar kebahagian saat Jendra mendengar Rayya berceloteh riang. Ia bahkan meyakini jika ia jatuh cinta pada gadis ini.

Jendra bukan pedofil, tapi perasaan cinta yang ia rasakan, layaknya cinta seorang ayah kepada putrinya.

Jendra menyadari perubahan mood-nya begitu kentara. Bersama Rayya ia lebih banyak tertawa dan tersenyum.

Rajendra mengelus kepala Rayya dengan lembut, yang kini sedang asik mengunyah keripik kentang yang sempat ia beli di mini market sebelum menjemputnya.

Jadi, bolehkah ia berbahagia dengan keadaan ini?

Satu yang disesalkan Rajendra. Ia terlambat mengetahui keberadaan Rayya.

Mungkin jika ia lebih cepat, ia bisa memeluk Rayya setiap hari, mengecupnya, mengelus kepalanya dengan sayang dan tentu akan memanggilnya ayah. Meski hanya seorang ayah angkat.

Membayangkan hal itu, sudah membuat Rajendra tersenyum sendiri tanpa disuruh.

"Iiih, om gila. Senyum-senyum sendiri." celutuk Rayya, yang semakin membuat tawa Rajendra membahana.

"Enak aja! Enggak dong."

"Terus, kenapa senyum-senyun sendiri kek tadi? Serem tau, Om."

Kembali Rajendra mengacak rambut Rayya, yang mendapat dengkusan keras.

Mantan Suami - Tamat  (HAPUS SEBAGIAN) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang