Chapter 1

214 22 23
                                    

Pemuda itu menarik napas kuat-kuat, tangannya terkepal, berusaha menahan amarah yang memuncak.  Sementara dua orang temannya masih berusaha menjelaskan situasi yang terjadi. Alasan yang masuk akal, tapi mereka tidak memberi kesempatan baginya untuk menolak, atau setidaknya mengajukan pendapat.

"Tobio, terima saja keputusan kami." Katanya pelan, menatap dalam iris sewarna langit malam. Napas diembuskan sekali, membujuk seorang Tobio memang tidak mudah.

"Ingatlah kesepakatan kita, Kau cuma bayangan Kami. Tidak ada yang mengenal Tobio, yang ada hanya Akira Kunimi dan Kindaichi Yuutarou." Kali ini pemuda berambut hitam mengambil alih, setiap kata dia tekankan.

"Kalian tidak bisa seenaknya!" Kali ini Tobio yang mengeluarkan suara, berusaha protes pada keputusan yang diambil, tapi dia tidak bisa menemukan kata-kata yang tepat. Terlalu banyak yang ingin dia sampaikan, dan dia bingung harus memulai dari mana.

"Aku sendiri bisa mengimbangi kekuatan kalian berdua, kalau ini operasi besar-besaran, harusnya aku juga maju." Tobio tidak peduli pada ekspresi yang diperlihatkan kedua rekannya, dia sudah tidak bisa memikirkan kata-kata lain, "Biasanya juga begitu, kalau jumlah musuh terlalu banyak, Aku yang maju." Tapi sepertinya Kunimi dan Yuutarou memang sudah bisa menebak ucapan Tobio, ekspresi mereka tidak berubah.

"Yang harus Kau lakukan cuma diam, bersembunyi. Apa pun yang terjadi." pemuda dengan model rambut belah tengah memutar badannya setelah berkata begitu, tak mau mendengar keluhan lebih jauh lagi.

"Apa pun?" tanya Tobio memastikan, kalau-kalau firasat buruknya memang benar. Karena kalau diingat-ingat lagi, Yuutarou itu keras kepala, dan sulit membujuk Kunimi untuk sekadar mendengar pendapatnya. Berurusan dengan mereka selalu membuatnya lelah

"Apa pun, bahkan jika kami mati."

...

Sang bayangan masih tetap bersembunyi, meski keadaan (sepertinya) memaksa Tobio untuk menampakkan diri. Tobio mengatur napasnya agar tidak terdengar, juga menyamarkan bau tubuh dengan trik yang sudah ia kuasai—mungkin dia tidak perlu melakukan hal tersebut, bau tubuhnya pasti akan tersamarkan oleh bau darah.

Matanya masih sibuk mengawasi, tak membiarkan satu detik pun terlewat. Kalau dipikir-pikir, mengawasi dari tempat yang tinggi memang lebih mudah dibanding dari balik semak belukar, yang tidak ia tahu makhluk apa saja yang bersembunyi di sana.

Di bawah sana, warna merah pekat mulai menghiasi permukaan tanah, sebagian warna merah tersebut berasal dari tubuh temannya. Ada sayatan memanjang di lengan kiri Yuutarou, dan Kunimi sepertinya sudah kelelahan.

Tobio ingin sekali melompat dari dahan pohon dan mengejutkan musuh, untuk kemudian membantu Kunimi dan Yuutarou menghabisi mereka. Tapi Kunimi yang kembali mengayunkan katananya dengan cepat dan dengan gerakan yang sangat rapi seperti memberi isyarat pada Tobio agar dia tetap di sana.

Kunimi mundur beberapa langkah untuk mengatur napas, rekannya maju untuk menyerang—lengan Yuutarou sudah dibebat dengan kain dari baju yang ia kenakan.

Hanya tinggal beberapa orang dari pihak lawan yang masih bertahan, itu pun dengan kekuatan yang tinggal separuh. Tak lama kemudian seluruh pasukan sudah ditumbangkan oleh dua bocah laki-laki itu.

Tobio baru saja hendak turun karena merasa semuanya sudah terkendali, tapi Kunimi langsung menatapnya tajam. Lagi-lagi memberi isyarat pada Tobio agar tetap bertahan di sana.

Dan Tobio menyesal telah menurunkan kewaspadaannya.

Kudengar ini operasi besar-besaran, kita tidak akan menang dengan mudah.

Ada yang ganjil dari pertempuran kali ini, jumlah musuh memang jauh lebih banyak dari biasanya, tapi itu tidak bisa disebut operasi besar-besaran. Tidak terlalu mencurigakan kalau yang dikirim adalah orang-orang berkemampuan tinggi, tapi ini sama saja seperti biasanya. Padahal ketua dari kelompok kecil itu, Yuutarou, bilang ini adalah operasi besar-besaran.

Kitagawa DaichiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang