"Kita sudahi dulu," pria paruh baya bermata gelap menatap Tobio dengan saksama, mengabaikan luka yang diderita sang bocah lalu melangkah meninggalkannya.
"Hajime-san, kita lanjutkan lagi ya!" Tobio sudah berdiri dan memasang posisi kuda-kuda, bersiap menyerang sang kakak--Iwaizumi Hajime--yang masih memerhatikannya dalam diam, menolak dengan halus permintaan adik tercinta.
"Kita obati dulu lukamu."
"Tidak mau! Aku ingin jadi kuat seperti Hajime-san!" alis tertekuk dengan posisi tangan bersilang di depan dada adalah pose terseram yang bisa dilakukan bocah pemilik iris sekelam langit malam. Tapi yang Hajime lihat hanyalah anak kecil yang merajuk minta digendong, tawa pendek keluar dari mulutnya tanpa bisa ditahan.
Tobio semakin menyipitkan mata.
"Tobio, katakan padaku, siapa anak di desa yang bisa mengalahkanmu?"
"Tidak ada, tapi--"
Hajime menyejajarkan posisinya dengan sang adik, menatap lurus pada manik kelam itu, "Saat seumuranmu aku bahkan tidak kuat mengangkkat pedang. Jika Kau tumbuh dengan baik, Tobio pasti bisa melampauiku dengan mudah." Hajime menepuk kepalanya pelan.
"Oke, kita obati lukaku dulu! Agar besok Aku bisa segera mengalahkan Hajime-san!"
"Mau kugendong sampai rumah?"
"Aku bisa jalan sendiri." Tobio berlari meninggalkan Hajime di belakang, meringis saat tulang keringnya berdenyut sakit akibat tendangan Hajime yang kerasnya tidak kira-kira. Mungkin setelah ini Tobio akan mengunjungi Sugawara untuk meminta salep buatannya.
....
"Bocah, Kau masih bernapas, kan?" laki-laki itu mempercepat langkah demi segera mengobati luka bocah raven yang digendongnya.
....
"Tobio, wajahmu pucat sekali, Kau sakit?" Sugawara Koushi adalah satu-satunya dokter di desa, dia ahli membuat obat dan segala macam racun dari tanaman yang tumbuh di kedalaman hutan. Laki-laki itu menempelkan telapak tangannya pada dahi Tobio yang terasa sangat dingin.
"Tidak apa-apa, Suga-san. Aku Cuma menelan sedikit racun yang kubuat." Tobio menempelkan bahunya ke tembok, berusaha sekuat tenaga untuk tetap berdiri, "Suga-san bilang racun itu ringan, hanya membuat orang pingsan. Mataku serasa buram dan kepalaku pusing, tapi Aku masih bisa menahannya."
"Kau tidak boleh melakukannya, astaga!" si surai keperakan hendak membopong tubuh kecil itu, tapi tangannya segera disingkirkan oleh kedua tangan kecil yang sudah bergetar hebat.
"Tidak apa-apa, efeknya cuma beberapa jam, kan? Lagipula, kalau Hajime-san yang menelan racun itu, tidak akan berefek apa-apa padanya."
"Tidak, racun yang Kaubuat terlalu pekat. Kau ini masih kecil, racun itu bisa menghancurkan tubuhmu secara perlahan. Harus diberi penawar racun." Koushi tahu dia akan mendapat penolakan lagi, karena itulah saat Tobio berada dalam jangkauannya, Koushi memukul tengkuk Tobio pelan.
Membuat bocah keras kepala itu jatuh terkulai dalam pangkuannya.
....
Tobio membuka mata perlahan, menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam mata. Hal yang pertama kali ia lihat adalah langit-langit ruangan berwarna kelabu, mengingatkan Tobio pada awan mendung yang sering diperhatikannya dulu.
Tobio hampir lupa bagaimana rasanya tidur di atas kasur yang empuk, dia bahkan tidak berpikir kalau dia akan kembali tidur di atas benda yang selalu membuat matanya kembali terpejam.
Dan dia ingin kembali terlelap meski kasur yang dia tempati tidak seempuk kasurnya yang dulu, meski seprai pada kasur itu tampak kumal dan sudah lama tidak dicuci.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kitagawa Daichi
FanfictionKageyama Tobio tidak pernah mengenal orangtua kandungnya, dan lahir di masa peperangan memaksanya untuk bisa melindungi diri. (Haikyuu milik Haruichi Furudate sensei Saya hanya meminjam karakternya)