Chapter 4

67 11 18
                                    

"Tobio-chan, daripada mengayunkan pedang ke atas, bagaimana kalau coba melompat tiap kali mau melancarkan serangan?"

Dengan perbedaan tinggi yang jauh, ayunan lurus Tobio mengarah ke perut Tooru, bukan leher. Tiap kali Tobio mengincar bagian samping lehernya, anak itu akan mengarahkan pedangnya menyilang ke atas.

Mendengar instruksi dari Tooru, Tobio menguatkan pijakannya di tanah. Langsung melompat dan mengayunkan pedangnya dari kiri ke kanan, dan langsung mundur ketika kakinya kembali memijak. Posisinya sangat dirugikan jika ada serangan balasan.

Hal itu berlangsung selama dua jam, Tobio kehabisan tenaga setelah melompat terus-menerus, irama langkahnya sedikit kacau. Dan saat Tobio mengerahkan sisa tenaganya untuk menyerang, Tooru malah melemparkan pedangnya, membuat fokus Tobio teralihkan.

Tubuh rampingnya melayang setelah terkena tendangan, begitu sadar, Tobio sudah tersungkur di tanah.

Tooru tergelak, "Sampai sini saja, ya. Aku sibuk."


....


Tobio baru saja akan menyelinap keluar lewat jendela kamar ketika pintu kamarnya diketuk.

"Tobio, mulai besok Kau akan ditugaskan untuk mengawasi hutan tiap sore. Kau bisa pulang saat jam makan malam."

Tanpa melihat sosok di balik pintu pun, Tobio tahu persis bahwa itu adalah suara Issei. Tobio membatalkan niatnya untuk membuka pintu karena laki-laki itu juga tampaknya tidak berniat untuk masuk.

"Tooru-san tidak menyampaikan hal lain?"

"Tidak," ada jeda cukup panjang sebelum Issei melanjutkan, Tobio masih diam karena tidak ada suara langkah yang terdengar, sepertinya Issei sedang menimbang-nimbang sesuatu, "dia cuma bilang, Kau harus selalu bergelantungan di atas pohon selama bertugas."

Tobio menghela napas pelan.

Tugas mengawasi hutan hanyalah akal-akalan Tooru, Ia yakin tujuan utamanya adalah untuk berlatih melompat ke dahan pohon dalam satu gerakan.

Entah kenapa laki-laki berhelai tanah itu tampak sangat terobsesi dengan kemampuan satu itu, tapi kenapa dia tidak berlatih sendiri saja?

Tobio-chan, Kau bisa naik ke atas pohon sekali lompat?

Pertanyaan itu belum lama ini dilemparkan Tooru ketika mereka sedang makan siang, awalnya Tobio mengira itu hanya candaan, jadi dia hanya menggeleng pelan, tak acuh.

Tapi kemudian kalimat serupa kembali dilontarkan, lagi dan lagi.

Tobio-chan, kalau bisa naik ke atas pohon sekali lompat pasti keren sekali, kan?

Tobio-chan, di belakang ada pohon yang cukup tinggi, mau coba lompat ke atas?

Tobio-chan, pemandangan dari atas pohon pasti cantik sekali, kan? Bagaimana kalau Kau lompat ke atas dan melihatnya?

Memikirkannya saja sudah membuat kepala pening, cara Tooru mengucapkannya seperti sedang menagih hutang. Tapi Ia juga tidak pernah berjanji untuk bisa melakukan hal seperti itu, memikirkannya saja tidak. Bukankah, katanya, kemampuan itu dimiliki oleh orang-orang Johzenji yang tidak diketahui keberadaannya?

Tidak mau memikirkannya lebih lanjut, Tobio bergegas menyelinap keluar setelah Issei pergi, lapangan belakang tempat latihan sepi seperti malam biasanya. Hanya ada satu dua orang yang kadang lewat saat patroli. Dengan kecepatan kakinya, mudah saja menghindari penjaga malam.

Ia berhenti ketika mencapai lahan kecil tempat ia berlatih bersama Tooru, jejeran pohon besar memisahkan tempat itu dengan tempat latihan, membuat penjaga yang berkeliling tidak bisa menemukannya selama ia tidak membuat keributan. Hampir tiap malam dia menyelinap keluar untuk berlatih menggunakan dua pedang sekaligus sendirian.

Kitagawa DaichiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang