Takahiro mengempaskan tubuhnya di kursi, berhadapan dengan Tooru yang sedang memejamkan mata. Dia benci sekali disuruh memberi laporan di saat suasana hati atasannya sedang buruk.
Sial, kali ini aku akan diumpankan lagi.
"Kau bisa menyambut sahabatmu dengan cara yang lebih baik, Kau tahu?"
"Diam, Makki."
"Harusnya aku memberi laporan lebih awal, ya. Dengan begitu aku tidak perlu disuguhi aura tidak mengenakkan seperti ini. Sudahlah, belum tentu orang-orang di kementrian akan setuju, kan?"
Tooru sedang beradu kekuatan lengan dengan anggotanya di lapangan, Tobio ikut berkumpul dan hanya menonton orang yang saling menjatuhkan. Beberapa minggu terakhir dia berlatih dengan tangan kosong bersama Issei.
Memandang dua laki-laki berbadan tegap saling dorong dan menjatuhkan bukanlah pemandangan buruk, dia beralih memandangi tubuhnya sendiri, kurus sekali, mulai hari ini aku harus makan lebih banyak!
"Apa pun yang Kau pikirkan, jangan dilakukan. Kau tidak sadar, ya? porsi makanmu saat ini saja sudah membuat bahan makanan cepat habis."
Itu Takahiro, entah sejak kapan dia sudah berdiri di samping Tobio. Apakah menyelinap seperti hantu dan membaca pikiran adalah kemampuan khususnya?
"Aku tidak bisa membaca pikiran, tapi ekspresimu bisa dibaca. Dasar kepala kopong."
"Bisakah Anda berhenti memanggilku bodoh, Takahiro-san?"
Takahiro mendengus, tak menanggapi lebih lanjut ucapan pemuda di sampingnya.
Dia benar-benar kecewa karena ekspektasinya terlalu tinggi, Ia kira bocah itu akan sedikit licik dan bisa menyembunyikan pikirannya dengan baik. Tapi selain kemampuan fisik yang memang patut diacungi jempol, dia sama saja dengan bocah berusia duabelas pada umumnya.
Sepertinya Issei menaruh harapan yang cukup besar, sampai-sampai penilaiannya terhadap seseorang jadi sekacau itu. Ah, tapi berkat itu juga, Takahiro bisa menikmati hari-harinya dengan lebih baik karena memiliki mainan baru.
Dia suka sekali saat bocah itu selalu muncul di hadapannya di saat-saat tertentu, kata-kata yang diucapkannya selalu sama.
Ia sama sekali tidak keberatan memiliki seorang murid untuk diajari menggunakan pisau. Meski tidak yakin apakah Tobio benar-benar memerlukannya, dia tidak keberatan.
Tapi dia masih ingin melihat kedua manik kelam itu menatapnya penuh harap. Mungkin kepalanya sempat terbentur saat menjalani misi, karena itulah Takahiro merasa akhir-akhir ini Ia jadi kurang waras.
Bunyi gedebuk yang cukup keras membuyarkan lamuman, laki-laki bernetra hijau gelap yang entah siapa namanya baru saja berhasil dijatuhkan oleh Tooru.
"Pertahananmu sudah bagus, tinggal tingkatkan konsentrasi. Mattsun, ada apa?"
Tooru langsung mengalihkan tatapannya ke arah Issei yang baru saja sampai di lapangan, meski napasnya kelihatan stabil, tapi baju yang ia kenakan dibasahi keringat.
Laki-laki berambut keriting langsung menghampiri, membisikkan sesuatu di telinga Tooru dan semua orang yang ada di sana bersumpah, tatapan Tooru saat itu membuat mereka semua menahan napas untuk sesaat.
Tanpa ada instruksi lebih lanjut, Tooru meninggalkan lapangan tempat latihan bersama Issei.
Dari kabar yang didapat Issei saat bertemu dengan mata-mata yang Ia masukkan ke dalam lingkaran pemerintahan. Pagi itu Tendou Satori, Raja Kerajaan Shiratorizawa baru saja mengajukan usulan.
Ia menginginkan dalam lima tahun ke depan, segala keputusan mengenai pemerintahan dan peraturan perundang-undangan akan dipegang oleh Raja secara mutlak.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kitagawa Daichi
FanfictionKageyama Tobio tidak pernah mengenal orangtua kandungnya, dan lahir di masa peperangan memaksanya untuk bisa melindungi diri. (Haikyuu milik Haruichi Furudate sensei Saya hanya meminjam karakternya)