Part 2

539 47 2
                                    

Di antara kerumunan penumpang yang baru saja tiba, tidak ada satupun yang mengenali papan nama yang dibawanya. Sesekali ia menaikkan papan nama itu kalau kalau tidak terbaca jelas. Pria itu mengumpat dalam hati, kesal dengan ide temannya. Di zaman modern seperti ini, mereka bisa menggunakan teknologi yang lebih canggih.

Sampai sudah tidak ada lagi penumpang yang keluar dari arrival gate, ia masih celingukan mencari orang yang dijemputnya. Nihil. Justru pria dengan kaki jenjang yang berjalan menghampiri.

"Delayed."

"Mau menunggu sampai kapan?"

Chanyeol menaikkan bahunya. Yang jelas, mereka berdua tidak bisa pergi meninggalkan bandara begitu saja. Bukan rahasia kalau antrean pintu masuk bandara selalu ramai di peak hour. Mobil-mobil berjejal untuk menurunkan dan menaikkan penumpang. Jika mereka pergi, bisa jadi, saat yang dijemput sudah tiba, mereka masih antre masuk ke area parkir.

"Hoahm, kalau begini terus, lebih baik aku tidur," ucap Chanyeol sembari menguap lebar. Penerbangan dari Auckland itu dijadwalkan tiba pukul 18.45. Tapi sudah tiga jam berlalu sia-sia. Bahkan, beberapa pesawat yang dijadwalkan tiba setelahnya sudah mendarat terlebih dahulu.

"Tidurlah di mobil. Nanti kukabari."

"Kalau Junmyeon Hyung tidak sebaik itu. Aku sudah pulang dari tadi," keluh Chanyeol dengan muka masam. Menyisakan Kyungsoo yang duduk sendiri di bangku depan arrival gate.

***

Tick tick boom boom 'bout to blow.

sangsangjocha motaesseotteon.

kkeunnae jibaehaneun juin naye Owner.

Cause you're a, you're a, you're a transformer.

"Ya ... Ya ... Ya .... Suaramu terlalu keras!" marah Sooyoung pada temannya di kursi pengemudi. Tak tahu lagi berapa desibel suara temannya itu. Audio di mobil saja terlewat seketika oleh suara bass dengan volume menggelegar milik sang Pengemudi.

Sooyoung nekat menekan tombol OFF di layar untuk menghentikan kegilaan temannya itu. Mereka bisa disangka mabuk kalau masih berlanjut.

Jihyun yang duduk di bangku pengemudi mengerucutkan bibirnya kesal.

"Berkonsentrasilah. Ini sudah malam."

Peringatan itu tidak berarti. Jihyun menyalakan kembali musik dari kemudinya dan bernyanyi. Beberapa kali mereka beradu 'ON-OFF', hingga suara musik itu semakin tidak enak didengar.

"Matikan."

"Tidak mau."

"Berisik."

"Biarkan."

"HENTIKAN Jihyun!" teriak Sooyoung jauh lebih keras.

"Aku tidak mau!"

Baaaam.

Jihyun terkejut melihat pemandangan di hadapannya. Bisa dengan jelas ia melihat kap mobilnya yang agak ringsek dan berasap. Begitu juga dengan pintu bagasi mobil di depannya.

"Oh, damn!"

Wajah Sooyoung justru kesemutan. Ia sudah berkali-kali mengingatkan Jihyun untuk berhenti bernyanyi gila agar lebih berkonsentrasi menyetir. Temannya itu terlalu keras kepala untuk mengabaikan peringatannya dan bahkan saat detik-detik Sooyoung melihat Jihyun hampir menabrak mobil di depannya.

Tampak seorang gadis dengan make up tebal dan coat bulu mengetuk kaca. Angkuh. Jika dilihat dari gayanya, gadis itu semacam kaum bourjois yang berkeliaran tengah malam. Memiliki tangan besi untuk mendepak siapa yang tidak diinginkan. Kali ini, Jihyun sudah pasti kalah karena salah. Namun, bukan Jihyun namanya kalau mau mengalah.

DeadlockTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang